Apa yang kita tahu tentang Knowledge Management ?

Binatang apa knowledge management itu? Satu hal yang pasti. KM menarik, menyenangkan, berbagi dan paling penting, memberikan nilai tambah.

Apa yang paling penting di organisasi?

Jika kita terlibat di organisasi, apa aset yang paling penting? Fasilitas, komputer, meja atau orang-orang yang berkompetensi di bidangnya? Temukan jawabannya disini

Apakah yang diatas selalu paling hebat?

Dalam organisasi formal yang terdapat atasan, rekan, dan bawahan, terkadang ada beberapa orang yang lebih banyak disukai dan dicari dibandingkan orang lain. Anehnya, orang itu tidak selalu atasan. Terkadang, dia hanya orang biasa. Network Analysis membantu kita mengidentifikasi mereka

Butuh referensi tentang Knowledge Management?

"Ilmu itu hanya milik Tuhan", kata seorang bijak. Jadi, kenapa harus menyimpannya untuk diri sendiri ? Lets share !

About Me

Ok, this section is not important. Tapi jika anda punya semangat dan ketertarikan yang besar dibidang KM, maka kita bisa lebih mengenal.

Wednesday, December 26, 2012

Imbalan Uang dalam Inisiatif KM : Baik atau Buruk ?



Malam itu anda duduk di meja makan keluarga bersama Ayah dan Ibu, serta Kakak dan Adik yang sudah lama tidak bertemu. Tiga tahun lamanya anda berkarier di Jakarta dan setelah sekian lama, semua keluarga bisa berkumpul di rumah tempat anda dibesarkan selama puluhan tahun. Makan malam itu adalah ayam bumbu nanas, salah satu resep andalan Ibu. Tidak lupa sayur bening dan gorengan tempe yang selalu dirindukan. Belum lagi ikan bakar yang masih segar dari pasar di dekat rumah. Sebagai penutup, ada es cendol buatan tetangga yang anda tahu terkenal sangat nikmat. Ibu anda mempersiapkan itu semua demi anak-anaknya yang pulang di liburan panjangnya.

Anda, yang sudah kekenyangan menyantap hidangan rumah itu, tanpa bermaksud buruk, kemudian berkata. “Ibu, terima kasih ya atas makanannya. Berapa aku harus bayar untuk semua makanan ini ? Apakah 300 ribu cukup ? Oh, maaf. Kalau dibandingkan dengan harga makanan di Jakarta seharusnya aku memberi Ibu 400 ribu untuk semua ini. Ini benar-benar makanan terenak yang pernah aku makan selama di Jakarta”.

Semua terdiam. Adegan selanjutnya ialah bencana. Adik anda melotot tajam. Ibu langsung kebelakang sambil menangis sedangkan kakak anda marah sambil mengumpat dan menyebut anda tidak tahu diri, kurang ajar, sombong dan cacian lainnya. Malam reuni keluarga itu pun berubah menjadi pertengkaran sengit.

Apa yang salah dari cerita diatas ? Atau saya perjelas, apa yang salah dari kata-kata anda ? Bukankah anda berniat baik untuk membalas budi Ibu yang sudah memberikan hidangan terbaik ? Jangan salah, anda adalah anak tahu diri yang selalu ingat pada kebaikan dan jasa orang tua. Anda tidak mungkin membalas kebaikan Ibu dengan membelikannya makanan atau membuatkannya masakan yang sama (karena anda memang tidak jago memasak). Di sisi lain, anda adalah seorang professional yang sukses di Jakarta dengan gaji yang jauh lebih dari cukup, lalu apa yang salah dengan membalas itu dengan uang ?

Pertama saya ingin meluruskan, apa yang anda lakukan adalah salah. That’s clearly not a best way to express your gratitude toward mother :). Pertanyaannya adalah, mengapa Ibu anda marah ? Untuk menjawabnya, mari kita ubah sedikit akhir dari cerita ini.

Anda, yang sudah kekenyangan menyantap hidangan rumah itu kemudian berkata, “Ibu, terima kasih atas makan malamnya ya. Ini benar-benar makanan yang paling enak, bahkan dibandingkan dengan semua yang pernah aku makan sebelumnya”. Dan anda berhenti disitu. Tidak mengatakan apa-apa lagi, hanya tersenyum tulus. Apa reaksi Ibu anda ? Saya jamin, pastilah beliau akan tersipu malu dan bahagia karena anaknya menghargai masakan yang sudah disiapkan dari pagi. Seluruh lelah dan waktu yang digunakan seakan tidak terasa lagi. Makan malam itu pun berakhir bahagia.

Apa yang menarik dari kedua ending tersebut ? Jika kita melihat dari persepektif biaya, maka tindakan yang dilakukan Ibu adalah aneh. Dia sudah bekerja, memasak dan membeli bahan dengan uangnya sendiri untuk kemudian diberikan secara gratis. Anehnya, ketika anda sebagai anak yang tahu diri menawarkan sejumlah uang untuk mengganti usaha yang sudah dilakukan oleh Ibu, justru seluruh keluarga menuding anda tidak tahu diri. Ini aneh. Bukankah justru tidak tahu diri itu adalah ketika anda makan di restoran dan pergi tanpa bayar ? Jika anda membayar makanan yang anda makan kepada orang lain, mengapa tidak melakukan hal yang sama dengan Ibu anda, orang yang paling anda hormati ?

Saya tahu anda pasti menjawab “Karena beliau adalah Ibu, bukan orang lain” Dan benar, itulah kata kunci yang akan memulai artikel tentang mengapa uang, pada beberapa kasus, justru menghambat usaha anda mengenalkan KM di organisasi.

Norma Sosial vs Norma Pasar
Kita hidup di dunia yang unik dengan dua jenis norma yang berbeda dan bertentangan. Dan Ariely dalam bukunya Predictably Irrational, menyebutkan bahwa kita hidup di dua dunia yang berbeda, satu dunia mendasarkan tindakan pada norma sosial (social norms) dan dunia lainnya menggunakan norma pasar (market norms).

Di satu sisi, kita hidup di dunia yang selalu memperhitungkan semua hal. Mulai dari baju yang kita pakai, makanan yang dimakan, bahkan fasilitas untuk menggunakan WC umum. Dunia tersebut adalah dunia dengan norma pasar. Tempat dimana seluruh aktivitas dan bantuan yang kita dapatkan dari orang lain diperhitungkan dalam bentuk mata uang. Beberapa orang menggambarkan norma pasar ini dalam kalimat, there is no such things called free lunch. Tidak ada makan siang yang gratis. Di dunia ini, kita tidak hanya harus membayar atas jasa yang diberikan orang lain tetapi juga mengharapkan bayaran atas bantuan yang kita berikan.

Di lain pihak, kita juga hidup di dunia yang berdasarkan norma social. Dunia yang didasarkan pada kebaikan, tolong menolong, persahabatan, hubungan orang tua-anak dan sebagainya. Mudahnya ini adalah ketika anda meminta bantuan untuk memindahkan sofa, menahan pintu untuk orang dibelakang, menyebrangkan nenek tua, atau menyumbang bagi pembangunan masjid. Tidak hanya itu, norma social bisa juga berupa pengakuan dari orang lain, kebebasan untuk berekspresi dan kebutuhan untuk aktualisasi diri. Tiga bentuk terakhir ini yang akan banyak berhubungan dengan inti dari artikel ini. Norma social adalah keadaan alami kita. Bagian dari kebutuhan kita akan kehidupan social dan komunitas. Sesuatu yang kita lakukan bukan karena uang tetapi murni atas keinginan pribadi.

Kedua norma tersebut, dalam kehidupan sehari-hari terkadang sulit dilihat dan dibedakan. Perbedaannya juga sangat tergantung kepada kehidupan social dan kebiasaan yang berlaku. Panti jompo misalnya. Di negara barat seperti Amerika, memasukkan orang tua ke panti jompo adalah tindakan yang biasa dan dianggap benar. Hal ini karena mereka memandang bahwa orang tua akan lebih senang mengobrol dengan orang tua lainnya dimana mereka bisa menikmati masa tuanya dengan nyaman. Tetapi jika hal yang sama dilakukan di negara ini, pastilah kita dianggap sebagai anak durhaka. Bahkan sebisa mungkin orang tua tinggal dengan anaknya sebagai balas budi. Ibu saya, bahkan hingga saat ini terus meminta nenek kami untuk tinggal di Jakarta daripada di rumah beliau di desa.

Fenomena menarik lainnya dari norma social dan norma pasar adalah bagaimana kedua norma tersebut bereaksi terhadap penghargaan, dalam hal ini uang. Di norma pasar, dimana semua dihubungkan dengan nilai uang, memberikan sesuatu, atau sebaliknya menerima sesuatu dan tidak memberikan balasan dalam bentuk imbalan (uang), adalah sebuah kejahatan. Tetapi, jika kita menggunakan norma social, maka membayar atau mengganti bantuan dari orang lain dengan uang justru adalah sebuah kejahatan (dalam hal ini diartikan sebagai tindakan tidak terpuji).

Cerita makan malam diatas adalah contoh mudahnya. Reaksi Ibu anda yang menangis ketika anda menawarkan uang adalah wajar karena makan malam tersebut disiapkan oleh Ibu yang mencintai dan rindu pada anaknya. Masakan Ibu adalah bentuk cinta pada anda. Seperti yang sudah kita bahas, cinta adalah norma social. Akan tetapi, kejadian yang berbeda jika Ibu anda adalah orang lain. Sebutlah, seorang wanita yang memiliki rumah makan bergaya rumahan yang banyak di Jakarta. Seseorang yang tidak pernah anda kenal sebelumnya. Apa yang terjadi ketika anda makan dan pergi begitu saja tanpa membayar, hanya mengucapkan terima kasih yang tulus ?

Poin yang ingin saya tekankan ialah seluruh tindakan atau inisiatif yang didasari atas norma social akan dianggap berharga jika anda tidak memberikan uang atau imbalan. Sebaliknya, jika anda memutuskan untuk menghargai tindakan tersebut dengan uang maka pihak lain akan menganggap  tindakan tersebut sebagai tidak sopan. Lain halnya jika tindakan tersebut dilihat dari sudut pandang norma pasar. Jika anda tidak memberikan imbalan (uang) maka anda dianggap sebagai tidak tahu diri.

Ok, enough with “short” briefing. Penjelasan tentang norma social dan norma pasar tersebut sangat erat kaitannya dengan inisiatif KM di organisasi. Sebagai sebuah inisiatif, KM pada awalnya dimulai dengan pendekatan norma pasar. Semua diperhitungkan dan dinilai. Dokumen dibuat dan dicatat. Kesuksesan KM dilihat dari banyaknya akses ke dokumen di KM Portal. Penghargaan diberikan pada individu yang paling banyak memberikan kontribusi dan tentu saja, penghargaan tersebut seringkali berupa uang.

Bahkan hingga saat ini, beberapa perusahaan yang menjadi klien kami masih menggunakan pendekatan ini. Salah satu klien kami membuat apa yang disebut sebagai K-Point atau Knowledge Point, dimana seseorang akan diberikan nilai atau poin tertentu atas kontribusinya dalam inisiatif KM. Nilai poin bisa berbeda-beda tergantung tingkat kontribusinya. Misalnya sebagai pembicara maka poinnya 10, jika menjadi penulis newsletter atau dokumen pengetahuan nilainya 7 dan seterusnya. Poin-poin ini kemudian bisa dikumpulkan dan pada akhir tahun dapat ditukarkan menjadi hadiah atau imbalan. Bentuknya dibuat bermacam macam agar menarik seperti voucher, liburan atau bonus tahunan tambahan.

Tetapi, pada kenyataannya, usaha untuk memberikan uang dan imbalan ini justru tidak selalu berhasil. Kami menemukan bahwa ketika uang dijadikan sebagai imbalan atas partisipasi, karyawan justru berpendapat bahwa imbalan yang diterima tidak sesuai dengan tindakan atau partisipasi yang diberikan.

Fenomena ini sebenarnya bisa dijelaskan dengan norma social dan norma pasar yang kita bahas sebelumnya. Menurut Dan Ariely, ketika sebuah tindakan dilihat dari norma pasar maka tindakan tersebut cenderung untuk dihubungkan dengan berapa seharusnya tindakan tersebut dibalas (dalam bentuk uang). Ini menyebabkan karyawan menganggap apa yang mereka kerjakan dengan memberikan kontribusi haruslah dibayar dengan nilai yang sesuai. Tentu saja karena nilai imbalan dari perusahaan tidak terlalu besar, karyawan pada akhirnya menjadi malas mengikuti kegiatan KM.

Ini mengapa salah satu praktisi KM dunia, David Gurteen dalam workshop Knowledge Café nya selalu menekankan bahwa penggunaan uang sebagai imbalan dalam mengenalkan KM adalah kesalahan fatal. Uang, bahkan dalam nilai paling kecil, dapat mengubah sebuah tindakan yang awalnya dianggap sebagai bentuk norma social, menjadi norma pasar. Ketika tindakan tersebut dianggap norma pasar, maka yang terjadi setelahnya adalah kita mulai menghitung dan membandingkan harga yang seharusnya kita dapatkan atas tindakan tersebut.

Lalu apa solusi yang bisa kita lakukan ? Jawabannya tentu saja mengenalkan KM sebagai inisiatif yang mengacu kepada norma social. Dasar pemikiran tersebut adalah salah satu dari sekian banyak alasan terbentuknya apa yang disebut sebagai KM Social atau KM 2.0. Inisiatif KM tidak lagi dipandang sebagai sebuah aktivitas yang bertujuan untuk memperlakukan pengetahuan sebagai sebuah bentuk yang bisa dihitung atau dinilai menggunakan angka. Pengetahuan di KM Social dipandang sebagai sebuah pengetahuan yang ada di kepala manusia (tacit knowledge) dan bukan sebagai dokumen atau sistem saja (explicit knowledge).

KM Social mendasarkan pendekatannya pada pentingnya peranan manusia dan bagaimana manusia sebagai pemilik pengetahuan mengalirkan pengetahuan tersebut. Ketika cara pandang ini berubah, maka dampaknya ialah pendekatan yang digunakan juga berubah. Uang dan nilai berganti menjadi pengakuan dan kebanggaan. Membuat sistem dan prosedur berubah menjadi membangun lingkungan dan budaya belajar.

Tentu saja, dalam level yang lebih rendah seperti aktivitas kampanye KM juga akan berubah. Karyawan yang menjadi pembicara dalam sesi CoP dipublikasikan di seluruh organisasi dan mendapatkan pengakuan atas kompetensinya. Kepala Divisi memberikan pujian khusus bagi karyawan yang paling produktif membuat dokumen pengetahuan dalam periode tertentu. Bentuk lainnya berupa pemberian title informal atas kontribusi di KM oleh CEO.

Salah satu bentuk penghargaan yang menarik untuk ditiru adalah cara Frank Leistner, Chief Knowledge Officer SAS Institute yang menggunakan badge atau lencana sebagai apresiasi ketika seseorang atau tim berkontribusi dengan kriteria tertentu dalam inisiatif KM. Penggunaan badge ini memberikan individu atau tim kepuasan dalam bentuk fisik dan bukti atas kontribusinya, tanpa menghubungkannya dengan norma pasar. Badge dibuat sangat ekslusif sehingga untuk mendapatkannya, kontribusi yang diberikan haruslah sangat berarti. Yang paling penting, pemberian badge juga didukung dengan aktivitas lain untuk menciptakan efek berharga dan terhormat bagi yang mendapatkannya.

Khusus untuk pemberian badge ini, sebenarnya banyak organisasi yang juga mencoba menirunya. Bahkan mengubahnya menjadi bentuk yang lebih menarik seperti perlombaan atau awards. Tetapi pada kenyataannya, banyak juga yang gagal. Menurut saya, kesalahannya bukanlah pada metode atau badge yang diberikan, tetapi pada bagaimana menciptakan bentuk penghargaan yang sesuai dengan motivasi atau keinginan calon penerima badge tersebut. Saya akan membahas aspek motivasi ini dalam tulisan lainnya.

Sebagai penutup, apa yang bisa kita simpulkan dari norma pasar dan norma social ini ? Menurut saya, kegagalan dari sebuah ide atau inisiatif, yang dalam hal ini adalah penggunaan uang sebagai imbalan, bukanlah terletak pada cara yang digunakan, tetapi lebih kepada bagaimana cara kita dan orang lain yang kita tuju memandang ide atau inisiatif tersebut. Seperti yang kita sama-sama lihat, tujuannya bukanlah memberikan uang, tetapi bagaimana menempatkan imbalan tersebut dalam bentuk yang sesuai.

Pelajaran lainnya tentu saja tentang bagaimana kita memandang, mengenalkan dan mesukseskan KM di organisasi. Ketika anda berhasil mengenalkan KM sebagai sebuah inisiatif yang mengikuti norma social, maka karyawan akan berfokus pada pencapaian individu berupa kepuasan pribadi, dan bukan uang. Dengan pendekatan ini keuntungan yang didapatkan selain menurunnya dana kampanye inisiatif KM, adalah timbulnya tingkat loyalitas yang tinggi dari karyawan. Sama seperti Ibu anda yang diceritakan di awal. Bahkan tanpa diminta pun beliau akan menyajikan makanan terbaik, bahkan tanpa imbalan uang sekalipun. Karena bagi beliau, kegembiraan anaknya yang sudah lama tidak pulang adalah harga yang tidak ternilai.      

Sunday, December 23, 2012

Antara Teori dan Praktek



In theory, there is no difference in theory and practice, but in practice there is a great deal of difference

- Al Roth

Dunia praktisi selalu membuat saya tertarik. Besar di lingkungan yang selalu berkutat dengan framework, konsep, model dan high level decision membawa cara berpikir saya selalu terstruktur dan strategis. Tetapi, pengalaman dan waktu terus membuktikan bahwa teori dan praktek adalah dua hal yang berbeda. Ketika pertama kali kuliah, saya sangat tertarik pada sistem, konsep, model dan tentu saja teori. Sampai saat ini pun ketertarikan itu tetap ada. Tetapi ketika memasuki dunia professional, keluguan itu mendapat cobaan pertamanya. World is not as we predicted. Banyak sekali asumsi dan hipotesis yang saya buat dan perkirakan tidak bisa dijalankan. FYI, pekerjaan pertama saya adalah tenaga ahli di salah satu konsultan pemerintah. Ketika itu, saya bertanggung jawab menyusun proposal, sistem, metode, dan perhitungan harga untuk project yang sedang berjalan.

Ketika menyusun proposal, rasanya saya sudah membuat dengan kaidah dan pendekatan praktis yang benar serta dapat diimplementasikan. Gambar, prosedur dan chart dibuat sesimpel dan dapat dimengerti oleh semua kalangan. Aspek-aspek lapangan sudah di perhitungkan secara logis dan digunakan sebagai faktor koreksi. Tetapi pada kenyataannya, semua proposal itu tidak berguna di lapangan. Bahkan saat itu salah satu senior berkata “Iqbal, kamu tidak bisa memakai proposal yang dibuat untuk digunakan di lapangan. Seharusnya kamu buat dua jenis proposal, satu untuk tender dan satu lagi untuk diajukan ke internal dan pelaksanaan project”. Saya bingung, lalu buat apa proposal yang diajukan di tender jika itu tidak bisa digunakan ? Kenapa harus capek-capek membaca dan membuat konsep metodologi jika itu hanya berakhir di gudang sebagai dokumen ?

Pertanyaan itu terus mengganggu dan pada beberapa tahapan, membuat saya percaya bahwa tidak ada gunanya fokus di konsep dan high level decision. Saya pun sempat “terjebak” dalam rutinitas dan meninggalkan cara berpikir konseptual dan strategis. Bahkan saya beberapa tahun menghabiskan waktu sebagai marketing di beberapa perusahaan. Akan tetapi, kepercayaan itu kembali datang ketika saya bekerja di KMPlus sebagai konsultan. Principal Consultant, Alvin Soleh dan Tim kami menunjukkan bahwa sebenarnya teori dan praktek sangat berhubungan. Kenyataan mengapa teori dan praktek menjadi berbeda di lapangan ialah karena kurangnya pemahaman terhadap masalah, prioritas yang salah penempatan, fokus yang melebar serta kurangnya perhatian terhadap hal-hal kecil.

Hal-hal kecil inilah yang kemudian menarik bagi saya. Human behavior dan cara berpikir individu sangat berpengaruh dalam bisnis, ataupun aktivitas. Kita tidak bisa memaksakan cara berpikir atau pendapat pada orang lain. Yang bisa dilakukan adalah menciptakan kesadaran akan pentingnya ide atau permasalahan yang dimiliki. Setelah kesadaran itu muncul, barulah kita berharap mereka menghadapi “rasa lapar” akan ide dan permasalahan tersebut. Pada tahap ini, barulah semua konsep, model, framework atau prosedur yang kita siapkan dapat dimanfaatkan oleh orang yang dituju. Tanpa “rasa lapar” itu, sebaik apapun, sesempurna apapun model yang dibuat, hanya akan berakhir menjadi nice to have documents.

Sayangnya, pemahaman terhadap pola pikir ini, walaupun sudah banyak yang setuju, tidak banyak yang benar-benar melaksanakannya. Common knowledge its not the same as common practice. Pemahaman umum tidak serta merta semua orang melakukannya. Olahraga adalah contohnya. Semua orang tahu bahwa olahraga dapat mensehatkan tubuh. Siapa yang tidak tahu itu ? Bahkan dokter pun jika diizinkan memberi resep “olahraga 3 kali seminggu” sebagai obat, pastilah resep itu yang diberikannya. Jelas bahwa olahraga sebagai obat sehat paling manjur adalah pengetahuan umum, tapi apakah semua orang melakukannya ? Anda sendiri yang bisa menjawab.

Kejadian yang serupa juga saya temui dalam kehidupan professional. Sebagai konsultan, kami beberapa kali bertemu dengan klien yang masih tersandera dengan pemikiran model dan teori. Mereka lebih senang dengan bentuk dokumen yang rapi, aktivitas yang mengacu pada konsep, model yang diambil dari akademisi atau sekedar proses administrasi yang lengkap. Tentu pola pikir tersebut tidak salah, tetapi pertanyaannya apakah administrasi yang lengkap, prosedur yang terstruktur, sistem yang rapi akan serta merta menyelesaikan masalah ? Lebih dalam lagi, apakah sistem dan prosedur itu akan digunakan oleh individu-individu di organisasi ?

Blog ini (dan juga buku yang sedang saya susun) berawal dari pola pikir tersebut. Bahwa teori sebenarnya tidak salah tetapi terlalu mempermudah dan menstandarkan teori juga dapat mengarah pada pemahaman yang salah tentang bagaimana praktek dilapangan dilakukan. Karena bagaimanapun juga, teori adalah hasil dari pengalaman dan praktek yang kemudian dibuat sestandar mungkin agar bisa ditiru oleh pihak lainnya. Pola pikir itu juga yang selalu kami gunakan ketika memberikan solusi. Semua selalu bermula dari kebutuhan dan kondisi klien. Aktivitas dan solusi yang diberikan haruslah bersifat unique dan dapat diimplementasikan dalam lingkungan organisasi klien. Dan paling penting ialah perhatian terhadap hal-hal detail yang tanpa kita sadari, merupakan kunci keberhasilan dari sebuah ide, inisiatif, teori atau model.

Seperti yang bisa anda baca, blog ini lebih banyak berfokus untuk memberikan pemahaman dan jawaban atas alasan, mengapa KM tidak berjalan dengan baik di perusahaan. Apa sebenarnya fokus utama dan tujuan KM, bagaimana KM bisa membantu organisasi, praktek seperti apa yang dilakukan di organisasi lainnya, bagaimana menciptakan kebutuhan dan bukan sistem yang memaksa organisasi menggunakan KM. Tentu saja, pada akhirnya, semua artikel di blog ini diarahkan untuk memberikan framework yang dapat digunakan sebagai panduan dalam menyusun inisiatif KM yang sesuai dengan organisasi anda.

Saat ini saya sedang menyusun buku tentang KM yang materi dasarnya sebagian besar diambil dari blog ini. Buku tersebut akan menyusun bagian-bagian artikel di blog yang terkadang terpisah dan tidak terstruktur. Rencananya, buku akan siap di terbitkan tahun 2013 yang sebentar lagi datang.

Tetapi sebelum itu, marilah kita berdiskusi dan sharing lebih banyak tentang pengalaman dan aplikasi KM di blog ini. Enjoy :)

Menyusun Progress Checklist CoP



Apapun bentuk inisitif atau kegiatan yang anda lakukan, seluruhnya pasti akan berakhir pada topik evaluasi. Begitupun CoP dan komunitas. Kita sudah mengetahui dampak sebuah komunitas yang efektif bagi organisasi, begitupun juga dengan memulai inisiatif CoP dan mempertahankannya agar tetap memberikan manfaat. Di artikel sebelumnya, saya sempat menyinggung tentang kriteria sukses CoP dan komunitas. Kini kriteria tersebut yang akan menjadi acuan dalam menentukan poin-poin penilaian inisitif CoP.

Secara singkat, ciri dasar sebuah CoP dikatakan dewasa dan sukses ialah (1) memiliki member yang aktif; (2) topik yang selaras dengan pengetahuan penting; serta (3) memiliki dokumentasi yang baik. Tetapi sebelum memulai menentukan kriteria turunan dari ciri dasar tersebut, saya ingin membahas sedikit topik tentang evaluasi ini.

“You only get what you can measure”. Anda hanya mendapatkan hasil dari sesuatu yang dapat diukur. Saya percaya itu. Bisnis juga bentuk organisasi yang sangat percaya pada dogma ini. Akan tetapi, melakukan evaluasi, jika dilakukan dengan salah dapat memberikan efek yang justru negatif. Pendidikan contohnya. Tinggal di negara ini, umumnya kita memulai pendidikan dari SD, SMP, SMA dan seterusnya. Setiap tahun kita mengikuti ujian untuk menentukan seberapa baik tingkat penyerapan materi pelajaran. Yang menarik ialah, selalu saja ada perdebatan khususnya soal ujian akhir penentuan kelulusan. Banyak ahli pendidikan menganggap bahwa sistem kelulusan dengan hanya mengacu pada hasil ujian 3 hari, tidak bisa menggambarkan kemampuan belajar selama 3 atau 6 tahun. Menurut para penentang ujian akhir, nasib 3 tahun belajar yang hanya ditentukan dengan nilai 3 hari ujian adalah tidak adil. Alasan lainnya ialah karena sistem terstandardisasi tersebut hanya akan membuat siswa ditentukan dari sistem yang sudah terstruktur. Perumpamaan yang sering dipakai ialah, sekuat apapun singa, dia akan tetap dianggap bodoh jika ujiannya adalah memanjat pohon dengan standar seekor monyet.  

Everybody unique. Setiap individu memiliki kelebihan dan kekurangan yang berbeda-beda. Metode standar seperti evaluasi dengan kriteria-kriteria yang memiliki tertentu mungkin akan memenangkan satu pihak dan menjatuhkan pihak lainnya. Begitupun dengan evaluasi. Jika kita mendesain metode evaluasi yang terlalu kaku, keberhasilan suatu inisitif mungkin saja dianggap tidak berhasil dan akhirnya direkomendasikan untuk dihentikan.

Untuk itulah, dalam menentukan kriteria dan acuan penilaian CoP ini, saya lebih banyak berfokus pada proses dan perkembangan CoP itu sendiri, bukan pada nilai buku yang dihasilkan atau pada jumlah anggota atau dokumentasi yang dihasilkan. Pendekatan ini yang dikenal sebagai measuring by process and quality (penilaian berdasarkan proses dan kualitas).

Isu utama lainnya terkait evaluasi adalah fungsi dari evaluasi itu sendiri. Evaluasi seringkali dipahami sebagai pengambilan keputusan atau penilaian akan suatu permasalahan. Ketika nilai evaluasi jelek, maka berarti inisiatif juga jelek. Jika nilainya bagus berarti inisitif itu bagus dan harus diteruskan. Ketika kita terlalu terpaku pada hasil evaluasi dan bukan melihat manfaat dari inisitif itu sendiri, keputusan yang akan diambil akan menjadi bias. Kita memutuskan hanya dengan melihat nilai jangka pendeknya saja bukan jangka panjang. Ini yang menarik dari CoP dan juga seluruh inisiatif KM. Fokus utama KM dan CoP tidak pernah jangka pendek tetapi selalu jangka panjang. Bukan perbaikan kinerja instan yang menjadi acuan utama tetapi inovasi yang terus berkelanjutan yang akan memberikan nilai tinggi bagi bisnis.

Maka, menilai inisiatif CoP menggunakan pola pikir jangka pendek jelas adalah pendekatan yang salah. Evaluasi CoP bertujuan untuk memastikan CoP yang berjalan sudah pada track yang benar dan mempertahankan agar tetap pada keadaan tersebut. Bagi saya, menghitung keberhasilan CoP dengan melihat dampaknya pada bisnis jangka pendek sama tidak pentingnya dengan menghitung berapa liter air yang ada di lautan. Lebih baik fokus pada mengolah air laut menjadi sesuatu yang berguna bagi manusia daripada mengetahui jumlah liter untuk kemudian di simpan sebagai dokumen yang tidak ada kelanjutannya.

Tujuan evaluasi CoP seharusnya bukan untuk memberikan penilaian bagus atau tidak, harus dilanjutkan atau dihentikan, tetapi lebih kepada mengetahui perkembangan dan bagaimaa melakukan optimalisasi CoP tersebut. Dengan ini jelas, bahwa istilah evaluasi sebenarnya tidak tepat jika digunakan dalam kasus CoP. Saya lebih suka menyebutnya sebagai progress checklist. Jika sebuah CoP atau komunitas sudah keluar dari aturan yang ditentukan, tim KM atau yang bertanggung jawab terhadap komunitas dapat mengarahkan CoP ke jalur yang benar. Bagi CoP yang sudah berhasil, fokusnya lebih kepada meningkatkan keberhasilan yang sudah dicapai serta sebagai best practice dan success story bagi CoP lainnya dan seluruh organisasi.

Kini setelah jelas pendekatan yang akan digunakan, mari kita mulai menyusun lebih detail kriteria penilaian CoP.

Berdasarkan pengalaman saya, ada beberapa fokus penting yang dapat diturunkan dari tiga ciri CoP yang sukses. Kriteria tersebut adalah :
  •           Apakah komunitas sudah memiliki tujuan yang sama
  •           Apakah tujuan bersama sudah dipahami oleh seluruh anggota
  •           Apakah tujuan bersama sudah selaras dengan strategi organisasi
  •           Apakah anggota yang ada sudah memadai untuk menjaga kelangsungan komunitas ?
  •           Apakah anggota CoP merasa nyaman dan aman untuk sharing pengetahuan miliknya ?
  •           Apakah ide, diskusi dan perbaikan yang dihasilkan dari CoP diimplementasikan ?
  •           Apakah ada benang merah antara topik yang dibahas antara satu CoP dengan CoP lainnya ?
  •           Apakah setiap sesi CoP telah memiliki dokumentasi ?
  •           Apakah dokumentasi dapat digunakan oleh anggota lainnya untuk meningkatkan pengetahuan ?
  •           Apakah CoP menghasilkan perbaikan kinerja dan inovasi ?

Untuk memudahkan membaca dan menilai hasil progress checklist ini, anda dapat menggunakan beberapa parameter standar seperti pilihan dari jawaban iya, tidak terlalu, tidak, dan tidak tahu. Anda juga bisa merubah kriteria-kriteria tersebut menjadi nilai-nilai yang dapat diperhitungkan. Contohnya mengganti pertanyaan anggota CoP merasa nyaman dan aman untuk sharing menjadi berapa banyak persentasi jumlah anggota yang terlibat dalam diskusi.

Sebagai contoh, Frank Leistner, Chief Knowledge Office SAS Institute dan juga pengarang buku Mastering Organizational Flow in Organizations, menggunakan lima pertanyaan untuk mengetahui interaksi sebuah komunitas, yaitu :
  •           Seberapa sering anda melakukan tatap muka dengan komunitas ?
  •           Seberapa sering anda berkirim email (terkait pekerjaan) dengan anggota komunitas ?
  •           Seberapa sering anda melakukan komunikasi via telpon dengan anggota komunitas ?
  •           Apakah anda secara teratur meminta nasihat (terkait pekerjaan) dengan anggota komunitas ?
  •           Apakah anda secara teratur memberikan nasihat (terkait pekerjaan) dengan anggota komunitas ?

Masih banyak bentuk pertanyaan lain yang dapat anda ajukan untuk mengukur perkembangan CoP dan komunitas. Poin penting lain yang menarik untuk didiskusikan adalah jumlah inovasi yang dihasilkan sebagai acuan perkembangan CoP. Anda mungkin memperhatikan bahwa poin untuk inovasi tidak terlalu banyak saya bahas. Walaupun penilaian paling mudah untuk menilai suatu CoP berhasil atau tidak adalah dengan melihat pada jumlah inovasi yang dilahirkan atau nilai buku keuntungan yang akan dicapai bagi bisnis.

Pertanyaannya ialah apakah penting untuk mengetahui berapa banyak inovasi yang dihasilkan? Jawabannya iya, inovasi selalu menjadi tujuan utama sebuah CoP dan tentu saja itu penting. Apakah sepenting itu hingga harus menjadi dasar sukses atau tidaknya CoP ? Saya rasa jawabannya tidak. Its all about process. Kita sudah paham bahwa CoP dan komunitas jika dijalankan dengan benar akan memberikan nilai yang tidak bisa begitu saja digantikan. Sama seperti budaya organisasi dan kemampuan SDM perusahaan. Bisakah hal itu diukur ? Ya, tentu saja bisa. Tapi apakah jika kita bisa mengukur jumlah inovasi yang dihasilkan atau ROI nya pada bisnis maka bisnis akan berhasil ? Tentu tidak.

Bisnis bisa sukses karena menjadi lebih efektif, efisien dan terus berinovasi. Bukan dari jumlah inovasi. Jumlah hanyalah bukti keberhasilan dan pembenaran dari kesuksesan. Tidak lebih dari itu. Alasan tersebut yang membuat jumlah inovasi tidak menjadi kriteria yang terlalu penting dalam progress checklist ini.

Lagipula, jika memaksakan kriteria CoP sukses atau tidak dari jumlah inovasi yang dihasilkan, justru dapat memberikan informasi yang salah. Pertama dari definisi inovasi itu sendiri. Inovasi seperti apa yang dimaksud ? Jika jawabannya dilihat dari nilai keuntungan secara financial bagi bisnis, maka inovasi seperti apa yang mungkin dilakukan oleh bagian Finance ? Seperti kita tahu,Finance merupakan bagian yang paling terstruktur dan terstandar dalam seluruh proses bisnis. Dengan standardisasi dan transparansi tersebut, bentuk inovasi apa yang bisa dilakukan ? Jika ada, apakah dampaknya pada bisnis secara nilai akan besar ? Agak sulit saya rasa untuk menjawabnya. Tetapi apakah inovasi dan perbaikan kinerja tidak bisa dan tidak perlu dilakukan di Finance ? Tentu saja ada dan pastinya dibutuhkan.

Kembali pada penyusunan pertanyaan, fokus utama dalam menyusun progress checklist adalah pertanyaan yang diajukan harus mampu menggambarkan tujuan utama kriteria tersebut serta dapat digunakan untuk melihat sejauh apa perkembangan CoP. Kriteria yang saya buat tersebut bisa disesuaikan dengan kebutuhan anda. Begitupun metode penilaian dan standar pilihan yang digunakan. Bagi organisasi dengan fokus bisnis pada aset fisik, maka pendekatan dengan jumlah dan angka mungkin lebih cocok digunakan. Sedangkan bagi bisnis yang lebih fokus pada jasa dan intangible asset, mungkin dapat lebih nyaman jika menilai dalam bentuk pilihan terbuka atau pendapat pribadi.

Pemilihan waktu dalam melakukan evaluasi dan penilaian juga dapat memberikan gambaran yang lebih baik. Semakin sering dilakukan, penilaian menggunakan progress checklist akan memudahkan bukan saja anda sebagai pihak penilai, tetapi juga bagi anggota CoP tersebut. Salah satu metode yang kami gunakan pada klien ialah dengan melakukan penilaian di tiap sesi CoP. Sebagai salah satu deliverables bagi klien, kami sebagai konsultan menilai CoP mulai dari sejak sesi CoP dimulai.

Poin yang kami nilai diantaranya ketepatan waktu dan bagaimana keterlibatan core member dalam memulai acara, saat sesi berlangsung dalam bentuk penilaian jalannya diskusi dan pemilihan topik serta mengakhiri sesi dengan menilai sesi diskusi secara keseluruhan. Penilaian tersebut, kami lakukan dalam bentuk personal assesment dan hasilnya secara informal disampaikan pada seluruh anggota CoP dalam bentuk diskusi terbuka. Dengan cara ini, tidak saja memudahkan kami membangun kesadaran untuk perbaikan bagi seluruh anggota tetapi juga meningkatkan rasa kepemilikan (ownership) kepada CoP tersebut.

Tahapan terakhir yang juga tidak kalah pentingnya adalah interpretasi dari data yang sudah anda dapatkan serta bagaimana rekomendasi dan tindak lanjut yang harus dilakukan. Sangatlah penting untuk disadari bahwa membaca data sebaiknya dilakukan oleh individu yang minimal mengetahui maksud dari tiap pertanyaan. Selain itu, pemahaman terhadap budaya dan kebiasaan yang ada di organisasi juga patut dipertimbangkan. Dalam beberapa kali sesi yang dihadiri, saya seringkali menemukan definisi suasana yang menyenangkan dan nyaman sangat berbeda antara satu organisasi dengan organisasi lainnya. Ada yang menganggap bahwa diskusi dengan meja melingkar di ruang kerja adalah hal yang informal atau sebaliknya. Duduk lesehan sambil minum kopi,  berbicara sambil berdiri di pojok pantry, terkadang merupakan bentuk informal yang justru dibutuhkan. Ketika ini terjadi, saya biasanya berdiskusi dengan champion dan core member agar tidak salah memberikan penilaian.

Kunci keberhasilan dalam melakukan evaluasi dan penilaian menggunakan progress checklist bergantung pada pemilihan pertanyaan dan interpretasi hasil penilaian tersebut. Untuk melakukan ini, anda membutuhkan pengetahuan tentang bagaimana proses CoP berjalan; aliran pengetahuan terjadi; serta pengetahuan dasar tentang budaya dan perilaku inidvidu di organisasi. Fakta inilah yang menjadi alasan mengapa progress checklist CoP seharusnya adalah tools yang anda dan tim kembangkan sesuai dengan kebutuhan organisasi. Pada akhirnya, anda lah yang paling menguasai organisasi tempat anda berada.

Tuesday, November 20, 2012

Kesetaraan dalam Komunitas



Bayangkan Anda sedang berada dalam meeting bulanan yang agenda utamanya adalah evaluasi penjualan bulanan. Di ujung meja duduk Supervisor yang baru saja selesai melakukan pembukaan rapat dan mulai mengecek progress pencapaian bawahannya. Anda melihat keseluruh ruangan. Ada rekan kerja yang duduk tegap, wajah berbinar dan senyum simpul. Dia patut tenang karena targetnya sudah tercapai dan proyeksi bulan depan pun sudah memenuhi persayaratan. Di sisi lain, ada teman Anda yang keadaannya jauh berbeda. Dia tampak tertekan, mengusap dahinya yang tidak keringatan dan tidak nyaman di kursinya. Anda juga tahu bahwa dia sedang dalam masalah karena targetnya tidak tercapai bulan ini.

Ketika si rekan kerja yang mencapai target mendapat giliran presentasi, dia melakukannya dengan percaya diri, mata berbinar dan suara jelas. Pertanyaan juga dijawab dengan tegas dan jelas. Lain halnya ketika rekan yang gagal mencapai target mempresentasikan pekerjaannya. Suaranya lemah, argumennya berputar-putar, wajahnya stress dan pasrah terpancar dengan jelas di mukanya. Supervisor tidak senang dengan target yang tidak tercapai dan mulai memarahi rekan kerja Anda tersebut. Supervisor tersebut mulai membandingkan antara rekan kerja yang berhasil dan yang tidak berhasil. Tidak hanya itu, supervisor pun memberikan penghargaan dan pujian bagi rekan kerja yang berhasil dan penekanan lebih tegas kepada yang gagal agar mencapai target bulan depan.

Keadaan meeting tersebut pastilah familiar diantara kita. Evaluasi yang berujung pada penghargaan bagi yang berhasil dan teguran bagi yang gagal adalah bentuk paling dasar dari konsep reward and punishment di organisasi bisnis. Melalui tekanan, persaingan, penghargaan dan hukuman, Anda sebagai aset perusahaan diharapkan dapat menghasilkan kinerja terbaik bagi peningkatan profit perusahaan. Kompetisi memang masih menjadi metode yang efektif bagi perusahaan untuk meningkatkan kinerja karyawannya. Tetapi konsep kompetisi yang diiringi dengan reward and punishment menjadi tidak efektif ketika digunakan dalam kolaborasi dan proses belajar.

Dalam berkolaborasi Anda memerlukan suasana yang nyaman untuk berbagi dan berkomunikasi satu sama lainnya. Keadaan ini juga yang Anda butuhkan jika ingin komunitas yang dibangun tetap bertahan. Sebuah CoP adalah tempat berkolaborasi dan menciptakan inovasi melalui sharing pengetahuan antara anggotanya. Sebagai inisiatif informal, CoP sangat bergantung kepada kontribusi anggotanya berbagi pengetahuan yang sifatnya advance dan innovative.

Pengetahuan advance dan innovative tersebut berupa pengalaman, ide, saran, best practice yang tidak ada dalam buku atau SOP tetapi melekat dalam kepala pemiliknya. Ketika berbicara tentang sharing pengetahuan tersebut, maka Anda tidak bisa melepaskan dari aspek manusia yang memiliki pengetahuan tersebut. Agar dapat membagi pengetahuan yang ada dikepalanya, Anda perlu menaruh perhatian khusus untuk menciptakan suasana yang kondusif bagi para anggota komunitas.

Tahapan paling awal dalam seluruh proses diskusi dan sharing di komunitas ialah komunikasi. Tanpa komunikasi, tidak akan ada aliran pengetahuan dari masing-masing anggota. Dalam proses komunikasi, unsur yang paling penting ialah kepercayaan. Anda misalnya, tidak akan pernah curhat masalah pribadi dan sensitif pada semua orang. Anda memilih bercerita hanya kepada sahabat atau pasangan karena Anda memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi pada mereka. Anda tidak mungkin menumpahkan masalah dan kekesalan kepada rekan kerja yang belum terlalu Anda kenal. Apalagi curhat colongan dalam meeting evaluasi yang diceritakan diawal :) Trust is bandwith of communication.

Sekarang, mari kita ganti masalah pribadi dan sensitive tersebut menjadi pengetahuan yang Anda pelajari dengan susah payah, pengalaman yang sudah didapat bertahun-tahun atau pelajaran-pelajaran berharga dalam melakukan pekerjaan. Meeting evaluasi diganti dengan komunitas yang baru saja Anda bangun dengan anggota yang saling berkompetisi. Tidak terlalu jauh berbeda bukan ? Anda tidak mungkin bisa berkolaborasi dalam kondisi tertekan atau ada supervisor yang selalu menciptakan kompetisi. Dalam keadaan seperti itu, bahkan karyawan yang sudah aman posisinya juga akan tutup mulut karena takut kecipratan marah sang supervisor. Keadaan inilah yang mau tidak mau akan Anda temui ketika memulai komunitas. Kondisi ini juga yang menjadi tantangan awal dalam proses pendewasaan komunitas.

Pertanyaannya sekarang adalah bagaimana menciptakan kepercayaan (trust) dalam komunitas. Mari kembali lagi kepada sesi curhat antara Anda dengan sahabat. Salah satu alasan mengapa Anda bisa begitu percaya pada sahabat ialah karena keduanya berada pada posisi yang sama, sama-sama percaya, sama-sama tidak memperdulikan status social, atasan atau bawahan, kaya atau miskin, tidak menghakimi atau mengkritik, berada dalam posisi netral yang siap menerima semua curhatan. Equality atau kesetaraan adalah salah satu cara untuk meningkatkan kepercayaan diantara manusia. Hanya dengan menempatkan diri Anda dalam posisi orang lain, berfikir terbuka dan selalu dalam status quo, Anda dapat menciptakan kepercayaan yang berujung kepada lancarnya proses komunikasi.

Prinsip equality, pada beberapa kasus, sulit diterapkan dalam organisasi formal seperti perusahaan. Hal tersebut memang tidak dapat dihindarkan karena perusahaan adalah organisasi yang membutuhkan kejelasan peran dan tanggung jawab yang hadir dengan perbedaan kekuatan (power). Tanpa aspek tersebut, perusahaan akan kehilangan arah dan berkutat dengan tujuan bersama yang tidak jelas apa dan siapanya. Sebagai bentuk aplikasi dari peran dan tanggung jawab tersebut, perusahaan dibangun dengan struktur bertingkat, organisasi yang jelas, dan birokrasi yang berlapis. Hal ini pula yang kemudian menciptakan budaya seperti senioritas, atasan vs. bawahan, performer vs. loser dan sebagainya.  

Lalu bagaimana menjalankan komunitas seperti CoP dalam perusahaan yang kental dengan budaya formal tersebut ? Kita kembali sebentar ke era koboi di Amerika dimana setiap orang memiliki senjata dan tembak menembak adalah hal yang biasa. Pada masa itu, jumlah sheriff minimal yang harus ada di tiap kota harus sama dengan jumlah bar atau tempat berkumpul. Setidaknya satu orang sheriff memiliki meja khusus di pintu masuk bar dan bertugas memastikan siapapun yang masuk ke bar harus meletakkan pistolnya di meja tersebut. Hal ini untuk menjaga kondisi bar sebagai tempat aman bagi seluruh pengunjungnya. Dengan cara ini, walaupun dunia koboi sering diidentikkan dengan tembak menembak dan pembunuhan, setidaknya mereka memiliki tempat aman untuk bersosialisasi dengan rasa aman.

Bar adalah CoP, tempat yang aman untuk mengembangkan diri dan dijamin tidak ada kompetisi, senioritas, birokrasi atau sejenisnya. Pistol adalah status dan kekuatan dari organisasi yang melekat pada individu sedangkan sheriff adalah champion dan core member nya. Siapapun yang masuk dalam “bar CoP” haruslah meletakkan “pistol status” nya dan menempatkan dirinya sebagai individu yang setara sesama anggota. Peraturan tidak ada pistol juga bisa diperluas sesuai dengan kesepakatan yang sudah disepakati bersama. Hanya dengan cara itu, equality dapat tercipta, tingkat kepercayaan meningkat dan proses komunikasi berjalan lancar. Dampaknya, sharing pengetahuan advance dan innovative dapat terjadi secara maksimal.

Peran “sheriff CoP” yaitu champion dan core member sangat krusial dalam keadaan ini. Merekalah yang harus selalu mengingatkan pentingnya kesetaraan, terbuka pada ide baru, tidak menghakimi dan norma-norma yang berlaku lainnya. Champion dan core member bertanggung jawab selama sesi CoP untuk mengingatkan pentingnya kesetaraan dalam diskusi. Itu juga mengapa setidaknya salah satu dari champion dan core member ialah individu yang memiliki kekuatan formal tersebut.

Tantangan champion dan core member lainnya ialah pada menyampaikan konsep bar, pistol dan sheriff ini kepada manajemen atau individu dengan kekuatan formal. CoP dan komunitas adalah struktur informal yang seharusnya didukung oleh organisasi, bukan diatur dengan struktur birokrasi dan senioritas. Sebagai konsultan, saya seringkali dihadapkan dengan keadaan dimana manajemen dan beberapa anggota senior sulit mengaplikasikan konsep kesetaraan di komunitas. Ketika ini terjadi, saran terakhir yang bisa diberikan adalah untuk tidak ikut dalam sesi CoP yang berjalan. Pada akhirnya, kepentingan sharing knowledge lebih penting daripada ego beberapa individu.

Equal but not alike
Ok, this maybe confuse you lil bit. Bagaimana bisa setara tapi tidak sama ? Tadi kita berbicara tentang pentingnya melepaskan semua atribut dan kekuatan yang melekat dari organisasi selama berada di CoP. Pola pikir tersebut dilakukan agar suasana diskusi menjadi kondusif karena semua anggota berada di posisi yang sama dan terbuka untuk sharing pengetahuan. Akan tetapi, pada kenyataannya, selalu saja ditemukan individu-individu yang dianggap “lebih”. Bentuknya bisa lebih dihormati, lebih didengar, lebih dipercaya ucapannya atau lebih dikenal dibandingkan anggota lainnya.

Ini yang dimaksud dengan setara tetapi tidak sama. Beberapa orang akan lebih dipandang sebagai individu yang lebih kompeten. Yang menjadikan mereka berbeda adalah kompetensi, pengetahuan, tingkat partisipasi, serta passion nya terhadap komunitas. Aspek-aspek tersebut berpengaruh terhadap reputasi seorang anggota. Dalam sebuah komunitas, reputasi adalah segalanya. 

Anda akan dihargai ketika mampu memberikan feedback yang berguna, ide yang menarik, solusi atas permasalahan, pengalaman dalam menyelesaikan pekerjaan, pertanyaan yang menjadi ajang diskusi bahkan ketika menyampaikan kegagalan agar kesalahan yang sama tidak terulang lagi. Intinya, semakin Anda berkontribusi dan memberikan nilai tambah bagi komunitas, maka reputasi tersebut akan semakin meningkat. Vice versa, jika Anda bersikap tertutup, menyembunyikan sesuatu menghasut atau melanggar aturan dan nilai komunitas maka kredibilitas Anda akan mulai dipertanyakan. Pada akhirnya, komunitas adalah sebuah interaksi social, dimana aspek humanis tetap berperan penting.

Beberapa dari kita mungkin bertanya, sepenting itukah reputasi ? Well, berdasarkan survey dari APQC, diantara tujuan utama seseorang mengikuti komunitas ialah untuk mengembangkan kompetensi dan aktualisasi diri. Pertanyaannya adalah, bagaimana kita bisa mengembangkan kompetensi jika orang lain tidak nyaman sharing ? Atau memiliki maknakah jika ketika kita sharing orang lain menganggap materi kita tidak dapat dipercaya ? Anda membutuhkan reputasi untuk bisa sharing karena reputasi juga memberikan kepercayaan bagi anggota lain untuk membagi pengetahuan yang dimilikinya.

Reputasi selain membuat anggota lain percaya pada Anda juga memberikan penghargaan terhadap prestasi yang sudah dicapai. Ada istilah, tepukan dibahu lebih bermakna dari gaji atau bonus. Benar, bahwa kita butuh uang untuk kebutuhan, tetapi uang pada tahap tertentu tidak menjadi berarti lagi. Anda butuh dihargai, dipuji, dipandang, dan lebih penting mengaktualisasikan diri.

Terkadang, dalam organisasi yang besar atau lingkungan yang terlalu kaku, prestasi yang Anda capai menjadi tidak terlalu berarti atau tidak dilihat oleh orang lain. Ketika hal ini terjadi, aktualisasi diri menjadi tidak tercapai, Anda tidak merasa dihargai dan akhirnya, pekerjaan hanya menjadi rutinitas yang tidak bermakna. Melalui komunitas, aktualisasi diri dan penghargaan tersebut dapat terjadi dan dapat terjadi dengan cepat. 

Friday, November 16, 2012

Merawat CoP Part III : CoP Life Cycle



Keeping them is the name of the game. Kalimat itu yang selalu diajarkan oleh senior saya dan diingatkan kepada klien kami yang sudah memulai membuat komunitas. Seperti yang sudah dibahas pada tulisan-tulisan sebelumnya, membuat komunitas itu mudah. Tapi mempertahankannya itu yang sulit. Merawatnya hingga memiliki kemampuan untuk menyelesaikan masalah secara cepat, menghindari terjadinya reinventing the wheel, meningkatkan kinerja menjadi lebih efektif dan pastinya menciptakan inovasi dan nilai tambah, adalah usaha yang memerlukan tenaga sangat besar dan proses yang panjang.

Saya sering mengilustrasikan merawat komunitas seperti merawat anak Anda sendiri. Komunitas baru bisa memberikan kontribusi yang signifikan jika sudah mencapai kemandirian dan kedewasaan. Sebelum dia dewasa, komunitas sama seperti bayi yang baru berjalan, butuh dituntun, disuapi, dan dibantu ketika terjatuh. Dalam proses mengasuh “anak” Anda ini, passion dan konsistensi adalah bahan bakar yang harus selalu ada. Memelihara komunitas mungkin adalah PR terbesar Anda sebagai seorang KMers, sama seperti tugas mulia membesarkan seorang anak kecil. Tetapi setelah melalui proses tersebut, sebuah komunitas dewasa akan memberikan Anda dan organisasi sebuah keunggulan unik (unique competitiveness) yang tidak akan bisa digantikan oleh apapun juga.

Serupa dengan membesarkan anak, tidak ada aturan detail dan kaku yang harus selalu Anda ikuti. Anda memiliki norma, prinsip dan aturan sendiri di organisasi yang harus diikuti. Terkadang aturan-aturan praktis yang banyak kita temui tidak bisa begitu saja diterapkan dalam proses merawat sebuah CoP. Walaupun begitu, secara garis besar ada kebiaasaan, pengalaman, keberhasilan dan kegagalan yang dapat menjadi panduan dan acuan bagi Anda dalam merawat komunitas. Sama seperti merawat anak, Anda suatu saat akan menemui keadaan dimana dia berjalan pertama kali, masuk ke sekolah dan bersosialisasi dengan teman seumuran, melakukan kesalahan, memperbaikinya, kemudian melakukan kesalahan lagi, terlibat dalam kenakalan-kenakalan yang tidak bisa Anda selalu pantau, hingga kemudian menemukan jatidiri dan mulai bertanggung jawab atas semua perbuatannya.

Tahapan tersebut adalah siklus hidup yang dialami sebagian besar manusia yang beranjak dewasa. Dan Anda, sebagai orang tua yang bertanggung jawab, tidak bisa menghalangi proses tersebut terjadi. Yang bisa Anda lakukan adalah menyadari bahwa proses tersebut merupakan bagian dari tahapan pendewasaannya, kemudian fokus mengarahkannya pada pilihan-pilihan yang terbaik, memberikannya nasehat ketika dibutuhkan serta menuntunnya kembali ketika sudah terlalu menyimpang. Dalam kasus komunitas, itulah yang juga perlu Anda lakukan. Untuk itu, sebagai permulaan Anda perlu mengenal terlebih dahulu siklus hidup sebuah komunitas sebelum mengambil tindakan yang perlu dilakukan jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan selama proses pendewasaan komunitas.

Ketika Anda pertama kali memulai komunitas seperti CoP, ada dua keadaan yang paling sering terjadi. Pertama, organisasi tidak terlalu antusias terhadap CoP. “Apaan tuh CoP ?”; “Ngapain kumpul-kumpul gak jelas ?”; “Ah, paling cuma aktif di awal aja, nanti juga hilang sendiri!” dan banyak tanggapan negatif lainnya. Biasanya, ini terjadi pada start up company yang masih berjuang untuk mengembangkan pasar dan memantapkan fondasinya atau pada organisasi yang masih kental dengan birokrasi.

Jika keadaan organiasi Anda seperti ini, tidak perlu berkecil hati. Anda masih bisa mengembangkan komunitas. Tetapi saya sarankan Anda memulainya dengan meyakinkan manajemen puncak untuk berkomitmen terlebih dahulu menjalankan komunitas. Untuk meyakinkan manajemen puncak, Anda bisa mencoba mengaplikasikan metode yang saya bahas di artikel berikut.

Setelah mendapatkan dukungan dan komitmen dari manajemen puncak, yang Anda perlu lakukan ialah mengenalkan komunitas dengan bentuk yang menarik. Ciri utama CoP diantaranya ialah informal dan fun. Maka mulailah dari dua ciri tersebut. Kemaslah CoP menjadi sebuah kegiatan yang menyenangkan dan menarik. Bukan sebagai sebuah aktivitas meeting atau formal yang dibuat-buat untuk menambah pekerjaan.

Disinilah peranan tim CoP menjadi sangat krusial. Membangun CoP yang fun dan informal pada beberapa kasus adalah sebuah pekerjaan kreatif. Anda perlu berkreasi seluas mungkin agar sesi CoP menjadi sebuah kegiatan yang diminati oleh anggotanya. Dan melakukannya bersama dengan tim yang tepat adalah resep sukses yang sudah terbukti.

Saya sendiri beberapa kali sempat takjub melihat kreativitas dan keunikan metode beberapa CoP dalam mengemas sesi diskusi menjadi sangat menarik. Ada yang menghias ruangan dengan dekorasi etnis, melakukan sesi CoP di ruangan terbuka, membuat pojok atau bagian ruangan tertentu untuk diskusi, melakukan lomba dan kompetisi fasilitasi CoP, membuat tema tertentu, mewajibkan dress code bagi peserta hingga membuat undangan yang aneh bin ajaib. Cara yang manapun bisa Anda gunakan, asalkan sesuai dengan aturan dan norma yang berlaku di organisasi.

Keadaan kedua yang mungkin terjadi ialah anggota organisasi menyambut inisiatif CoP dengan senang hati, aktif untuk ikut serta, dan selalu menantikan kapan sesi CoP selanjutnya diadakan. Pada organisasi yang sudah terbiasa akan budaya sharing dan terbuka untuk selalu meningkatkan kompetensi, inisiatif CoP akan lebih mudah diarahkan dan dijaga.

Sama seperti siklus sebuah produk dalam marketing, pada sesi-sesi awal, anggota CoP akan sangat banyak, bahkan terlalu banyak. Hal ini biasanya disebabkan karena topik-topik yang dibicarakan lebih bersifar popular dan bisa diterima oleh semua orang. Bisa jadi juga karena Anda dan tim CoP sangat berhasil membuat CoP menjadi aktivitas yang menyenangkan bagi anggota organisasi. Anda berhasil menciptakan tipping point phenomena. Pada tahapan ini, akan banyak bermunculan CoP-CoP di seluruh organisasi dengan jumlah anggota hampir sebagian besar karyawan.

Anggota CoP pada awalnya terdiri dari seeder atau narasumber pemilik pengetahuan penting. Ketika tipping point phenomena CoP terjadi mulai datanglah yang biasa disebut sebagai leecher atau para pengikut yang biasanya tidak memiliki pengetahuan terlalu banyak, datang karena sekedar ikut-ikutan, tidak terlalu memikirkan tujuan CoP dan sayangnya, merupakan bagian paling besar dari organisasi Anda.

Inisiatif CoP kemudian berubah menjadi trend baru di organisasi. Sayangnya, ketika ini terjadi dan Anda tidak siap, CoP akan mulai berubah menjadi kegiatan populis yang dihadiri oleh banyak orang, dengan aktivitas lebih banyak untuk sosialisasi dan ajang ngobrol. Topik pun mulai berubah untuk mengakomodasi kebutuhan leecher. Bermula dari topik diskusi yang spesifik dan terkait kinerja, menjadi pengetahuan dasar atau nice to have knowledge yang tidak memberikan manfaat banyak. Bermunculanlah topik-topik yang tidak begitu relevan dengan pekerjaan seperti. “Tips menggunakan Kartu Kredit”, “Jalan-jalan ke Jepang”, “Yoga di Lingkungan Kerja” dan sejenisnya.

Tanpa Anda sadari, CoP yang mencapai tipping point tersebut akan dengan cepat berubah menjadi bubble CoP yang tidak ada isinya dan siap meledak kapan saja. Jika bubble CoP ini dibiarkan, Anda akan melihat bahwa banyak sekali diskusi dan dokumentasi CoP yang dihasilkan tetapi dampaknya pada pekerjaan hampir tidak ada. Anda akan dipusingkan dengan memilih mana dokumen dan diskusi yang harus ditindak lanjuti dan mana yang harus masuk kotak sampah. Tidak hanya itu, karena topik yang didiskusikan terlalu populer, seeder atau narasumber yang ikut CoP untuk mengembangkan diri mulai menyingkir dan tidak ikut serta sesi CoP.

Bubble CoP Anda kemudian pecah. Topik yang terlalu populer pada akhirnya tidak hanya membuat anggota yang punya pengetahuan dan ingin mengembangkan diri menyingkir, tetapi seluruh anggota dan leecher meninggalkan CoP. Dan saat itu terjadi, Anda harus bersiap-siap menghadapi kemarahan manajemen puncak yang menagih manfaat CoP seperti sudah dijanjikan pada awal.   

Apa yang harus Anda lakukan ketika ini terjadi ? Jawabannya bukan dengan menyiapkan diri dan mengarang cerita manis untuk meyakinkan manajemen. Yang Anda perlu lakukan ialah bersikap lebih tegas dan menekankan kembali CoP Identity yang sudah disepakati. Tindakan ini akan lebih baik jika dilakukan sebagai upaya pencegahan, yaitu ketika fenomena tipping point dan euphoria CoP yang terlalu berlebihan mulai terjadi.

Ketika banyak CoP yang mulai keluar jalur dan tidak sesuai tujuan awal, mulailah melakukan pemetaan. Tentukan mana CoP yang sukses menjadi dewasa, CoP yang masih dapat diperbaiki dan CoP yang perlu dihentikan kegiatannya. Susunlah rencana dan jenis tindakan yang perlu Anda ambil bagi masing-masing CoP. Untuk panduan menentukan mana CoP yang berhasil dan mana yang tidak, ada 3 kriteria yang dapat Anda gunakan, yaitu member yang aktif; topik yang selaras dengan pengetahuan penting; serta memiliki dokumentasi yang baik. Saya akan membahas lebih lanjut tentang kiteria CoP yang sukses dan metode yang digunakan untuk evaluasinya pada artikel lain.

Selesai dengan pemetaan, kumpulkanlah tim CoP Anda. Buatlah semacam core member gathering dan ingatkan lagi kepada mereka CoP Identity yang sudah dibuat diawal. Tidak perlu takut akan kehilangan para leecher. Anda dan organisasi lebih membutuhkan sharing pengetahuan dari seeder atau narasumber. Pengetahuan yang di sharing pun diarahkan kepada advanced and innovative knowledge, yaitu pengetahuan yang didapatkan dari pengalaman serta ide-ide segar hasil internalisasi pengetahuan. Bentuk sharing pengetahuan inilah yang dibutuhkan dan memberikan nlai tambah (value) secara langsung bagi organisasi.

Ketika core member kembali ke CoP, khususnya bagi CoP yang sudah masuk kategori keluar jalur, Anda perlu melakukan proses restart pada CoP mereka. Lakukan lagi proses Conduct Core Planning. Kali ini arahkan dan kondisikan agar seeder bisa lebih banyak berkontribusi. Abaikan sementara jika  leecher meninggalkan komunitas. Pada akhirnya, kepentingan akan sharing advance dan innovative knowledge lebih penting daripada sekedar meramaikan acara.

Jika Anda dan tim CoP berhasil melakukan restart, jumlah anggota yang awalnya menurun akan kembali meningkat seiring dengan semakin berkualitasnya diskusi dan sharing. Pada akhirnya topik diskusi yang memberikan manfaat merupakan daya tarik paling besar bagi sebuah komunitas seperti CoP.

Pada tahapan ini, yang perlu menjadi fokus Anda adalah menjaga agar diskusi yang sudah berkualitas tersebut tetap berlangsung dengan suasana fun dan informal. Untuk mempertahankan suasana yang fun dan informal tersebut, Anda perlu lebih banyak energi daripada pada sebelumnya. Anda juga perlu mengetahui unsur utama yang perlu ada agar anggota komunitas mau berbagi pengetahuannya. Artikel selanjutnya akan membahas tentang unsur tersebut.

Wednesday, November 7, 2012

Merawat CoP Part II : The Man Behind The Curtain



Komunitas adalah tentang anggota. Tidak ada anggota berarti tidak ada komunitas. Sangat banyak komunitas yang mati dalam hitungan bulan hanya karena tidak ada anggota yang tertarik ikut serta. Keterlibatan adalah poin penting dalam kesuksesan sebuah komunitas selain kesamaan minat dan kebutuhan anggotanya. Keterlibatan sangat penting untuk membangun rasa kepemilikian (sense of ownership) yang pada akhirnya melahirkan tanggung jawab (responsibility)

Salah satu cara paling efektif untuk membangun rasa kepemilikan ialah dengan melibatkan pendapat anggota ketika merumuskan Identitas CoP. Permasalahannya ialah bagaimana melibatkan anggota jika komunitas saja belum terbentuk ? Tentu tidak mungkin meminta semua anggota organisasi untuk terlibat dalam Conduct Core Planning. Terlalu banyak sumberdaya yang akan dibutuhkan. Selain itu, pendapat dan keinginan yang muncul akan terlalu luas. Pada akhirnya Anda yang akan kebingungan memutuskan mana yang prioritas dan selaras dengan kebutuhan.

Tidak hanya untuk memulai, komunitas juga butuh serangkaian aktivitas lainnya seperti menyusun initial workshop, mengawal sesi-sesi pertama, menentukan topik diskusi, menyusun jadwal, melakukan campaign ke organisasi, menghidupkan suasana diskusi, mengarahkan CoP pada jalur yang benar, membuat resume hasil diskusi, menyebarkannya ke organisasi serta tugas lainnya

Cukup banyak bukan tugasnya? Itulah mengapa saya tidak menyarankan Anda sebagai KMers mengerjakan tugas ini sendirian. Anda butuh perpanjangan tangan. Disinilah muncul apa yang kami sebut sebagai Tim CoP. Tim ini secara umum beranggotakan perwakilan manajemen puncak (Sponsor), Champion, dan Core Member. Let we discuss one by one.

Sponsor
Posisi ini biasanya diisi oleh perwakilan manajemen puncak. Yang dimaksud manajemen puncak ialah individu dengan jabatan yang memungkinkan pengambilan keputusan terhadap alokasi sumberdaya yang akan digunakan oleh anggota komunitas. Sumberdaya pertama yang harus ada ialah izin atau restu bagi terbentuknya komunitas. Ini menjadi sangat penting karena komunitas yang akan kita bentuk adalah Sponsored CoP artinya inisiatif komunitas berasal dari manajemen sehingga mau tidak mau manajemen bertanggung jawab untuk membantu terbentuknya CoP.

Tanggung jawab bisa berupa banyak hal. Tergantung seberapa besar komitmen organisasi tersebut. Beberapa klien di project yang saya tangani menyediakan fasilitas perusahaan untuk CoP. Beberapa juga memberikan kompensasi waktu kerja untuk digunakan bagi CoP. Yang paling hebat ialah salah satu bank ternama di Indonesia yang menyediakan konsumsi dengan nilai yang cukup besar. Bentuk dukungan lainnya ialah kehadiran manajemen sebagai pembicara dan narasumber.

Dukungan sumberdaya dari manajemen dalam bentuk apapun sangat berguna tetapi bukan yang paling penting. Bentuk tanggung jawab yang harus ada ialah komitmen untuk menjaga dan merawat CoP itu sendiri. Komunitas seperti Sponsored CoP bukanlah inisiatif yang akan langsung memberikan dampak bagi bisnis. Butuh waktu hingga organisasi merasakan manfaatnya dan banyak manajemen yang tidak menyadari nature dari komunitas ini. Akhirnya inisiatif Sponsored CoP terhenti ditengah jalan karena manajemen merasa ini hanya buang-buang waktu saja.

Untuk itulah Sponsor perlu ikut serta dalam Conduct Core Planning. Selain untuk memastikan identitas CoP selaras dengan kebutuhan organisasi, Sponsor juga bertugas memantau apakah topik diskusi dan perkembangan CoP sudah sesuai dengan 3 syarat utama Sponsored CoP, yaitu fun, informal dan memiliki nilai tambah (value added). Fun dan Informal secara langsung merupakan tanggung jawab Champion dan Core Member, tetapi value adalah bagian yang paling penting untuk diawasi oleh Sponsor.

Bagaimanakah seorang Sponsor seharusnya menempatkan diri dalam tim CoP ? Sponsor, karena jabatannya yang pasti paling tinggi diantara anggota lainnya, diharapkan bisa menempatkan diri sesuai kebutuhan. Seperti fungsi orang tua, Sponsor dituntut memberikan izin dan arahan pada komunitas tetapi disaat yang lain, Sponsor juga dapat duduk bersama selayaknya teman yang sederajat.

Ketika penentuan identitas CoP, khususnya knowledge focus, Sponsor dapat menetapkan batasan yang jelas. Tetapi untuk komponen lain seperti tujuan, success criteria, value and norms, serahkan pada tim CoP dan anggota komunitas. Begitupun dalam sesi pelaksanaan CoP. Ingat bahwa CoP bukanlah struktur formal dimana jabatan dijadikan tolak ukur. Seluruh anggota, termasuk Sponsor sama rata (equal) ketika memasuki sesi CoP. Jika Anda tidak mampu melakukan ini (equality) atau anggota komunitas merasa segan pada Anda, maka lebih baik Sponsor menyingkir sementara. In the end, community is about people, not you.

Champion
Secara singkat, Champion adalah ketua tim CoP. Untuk menggambarkan peran Champion bayangkan sebuah koran tanpa editor, stasiun radio tanpa presenter atau film tanpa sutradara. Yang terjadi adalah kekacauan, ketidakjelasan, simpang siur dan sejenisnya. Tanpa editor, presenter atau sutradara, koran akan berisi materi yang tidak jelas, radio akan memutar lagu sembarangan, dan film hanya kumpulan gambar tak bermakna. Begitupun CoP. Champion berfungsi sebagai manajer yang memastikan sesi berjalan dengan baik

Fungsi utama Champion adalah sumber energi bagi komunitas. Dialah individu yang menjadi inspirasi dan bahan bakar sebuah komunitas. Untuk memperjelas, ada 3 tugas utama yang menjadi tanggung jawab Champion yaitu (1) mengkoordinir pelaksanaan sesi CoP, (2) melakukan campaign CoP, serta (3) menselaraskan aktivitas CoP dengan identitas yang telah ditentukan.

Pada sesi awal CoP, ketika komunitas belum terlalu mengerti tujuan CoP dan hubungan antar anggota belum terbangun, Champion bersama Core Member dan Sponsor berperan untuk menjadi event organizer. Ruang lingkup tugasnya meliputi persiapan fasilitas (ruangan, jadwal, lay out), pemilihan narasumber, dokumentasi diskusi hingga yang paling penting, yaitu penentuan topik diskusi.

Pada saat Conduct Core Planning, selain menentukan knowledge focus, Sponsor bersama-sama dengan Core Member perlu menentukan setidaknya 3 topik pembahasan untuk 3 sesi pertama komunitas. Dalam menentukan topik, cara yang paling mudah ialah mencari tahu permasalahan atau kasus yang terjadi paling sering terjadi dan paling berdampak bagi bisnis. Topik dengan kriteria tersebut akan menjadi menarik bagi anggota dan calon anggota karena memberikan manfaat bagi pekerjaan yang dilakukan. Ketika sesi sudah berjalan, Champion dapat meminta pendapat dari anggota untuk topik diskusi selanjutnya. Sesi penentuan tema diskusi ini juga dapat meningkatkan rasa kepemilikan (sense of ownership) dari seluruh anggota.

Saat sesi diskusi berlangsung, Champion juga bertanggung jawab terhadap “hidup” nya suasana diskusi. Ciri sebuah komunitas yang sukses ialah fun dan informal. Cara yang biasanya saya sarankan pada beberapa Champion ialah Core Member menyusun daftar pertanyaan yang akan ditanyakan ketika sesi berlangsung. Tujuannya ialah untuk “memancing” anggota lainnya untuk berani terlibat dalam diskusi dan sharing pengetahuan lebih banyak lagi. Tapi tips tersebut hanyalah salah satu dari sekian banyak pilihan yang ada. Metode seperti apa yang paling sesuai untuk membuat fun dan informal, saya serahkan pada Anda dan tim. Bagaimana pun juga, hanya Anda yang paling mengerti komunitas tersebut. I don’t know how you do it, but make it fun ! :)

Selain menciptakan suasana yang kondusif,  Champion juga bertugas melakukan kampanye CoP. Itu mengapa seorang Champion dituntut memiliki jaringan dan koneksi lintas divisi dan organisasi. Selain untuk menciptakan fenomena word of mouth, jaringan professional Champion juga berguna untuk menentukan narasumber atau SME yang dapat menjadi facilitator dalam sesi CoP.

Tugas terakhir Champion adalah memastikan CoP berjalan sesuai dengan identitas yang telah disepakati. Champion lah yang mengingatkan anggota komunitas tujuan CoP, menegur jika diperlukan ketika aturan dilanggar, memastikan success criteria tercapai, mengingatkan ketika diskusi keluar jalur, bahkan pada beberapa kasus, mematikan CoP. Champion adalah kompas CoP, individu yang bertanggung jawab memastikan arah CoP pada jalur yang benar. Champion juga yang bertugas menghentikan perjalanan CoP ketika arah yang dituju sudah tidak bisa diubah lagi.

Mengingat pentingnya peran seorang Champion, Anda perlu mencari individu yang tepat untuk posisi ini. Berdasarkan pengalaman saya, Champion adalah salah satu kunci bertahan atau tidaknya sebuah CoP. Karakteristik yang ideal dari seorang Champion adalah aktif secara social, memiliki passion terhadap komunitas, memiliki network (jaringan) yang tinggi di organisasi serta memiliki pengetahuan yang memadai untuk memandu sesi diskusi. Saya membuat tulisan tersendiri tentang karakteristik Champion disini.

Core Member
Jika Champion adalah sutradara maka Core Member adalah penulis naskah dan bagian logistiknya. Mereka yang memastikan sebuah film bernama CoP berjalan sesuai story board yang telah ditentukan tanpa mengekang kreativitas berakting para pemainnya. Core Member pula yang bertanggung jawab di level teknis agar sesi CoP sesuai dengan identitas yang disepakati. Mereka juga yang membangun suasana diskusi menjadi menarik dengan layout ruangan, konsep diskusi, bahkan skenario pertanyaan yang sudah disiapkan sebelumnya.

Pada beberapa komunitas, Core Member juga merangkap Champion. Kita tahu tugas Champion sangat berat dan mengingat komunitas adalah inisiatif informal dan bukan tugas pokok, banyak individu yang merasa beban tersebut terlalu banyak untuk dipegang satu orang. Ketika ini terjadi, jabatan Champion digilir diantara Core Member. Pada beberapa kasus, bahkan Champion tidak dipilih secara khusus, tetapi menjadi jabatan bersama yang dipegang oleh Core Member

Bersama-sama dengan Champion, Core Member juga bertugas melakukan capture dan mendokumentasikan hasil diskusi sesi CoP. Dokumentasi menjadi penting selain untuk mengenalkan CoP pada seluruh organisasi juga menjadi bahan pelajaran (lesson learnt) bagi anggota yang tidak datang pada sesi CoP tersebut. Bentuk dokumentasi yang disarankan ialah tulisan yang menggambarkan dinamika dan diskusi yang terjadi. Usahakan tidak menuliskan dalam bentuk yang kaku tetapi menggunakan bahasa newsletter atau jurnalis populer. Gunakan gambar dan foto untuk menarik minat pembaca. Berikut salah satu contoh capture diskusi yang kami buat.

Tugas utama Core Member yang lain ialah melakukan kampanye CoP. Bagaimanapun juga, sangat penting bagi sebuah CoP untuk dikenal oleh seluruh anggota organisasi. Yang menjadi perhatian ialah fokus kampanye. Tujuan akhir yang ingin dicapai dalam kampanye ini bukanlah mengajak sebanyak mungkin anggota yang terlibat tetapi memberitahukan keberadaan CoP, diskusi yang dilakukan dan value apa yang akan anggota dapatkan jika ikut serta. Berbeda dengan inisiatif perusahaan lainnya, kesuksesan CoP bukan ditentukan dari banyaknya anggota tetapi kualitas diskusi yang dilakukan oleh masing-masing anggota dan kualitas diskusi hanya dapat dicapai dengan tingkat pengetahuan, minat, peran di pekerjaan dan keahlian yang setara atau mendekati. Kita akan bahas ini lebih lanjut di artikel selanjutnya.  

Wednesday, October 31, 2012

Merawat CoP Part I : Conduct Core Planning (Perencanaan Inti)



Pernah dengar istilah ATM nya anak SMK ? Yup, kata tersebut berarti Amati, Tiru, Modifikasi. Pendekatan tersebut sangat sering digunakan, tidak hanya di pendidikan tetapi juga dunia bisnis. Donny Pramono, founder Sour Sally mengatakan hal yang tidak jauh berbeda. “Never reinventing the wheel” sebutnya. Hal yang sama akan kita lakukan ketika memulai CoP.

Conduct Core Planning atau Perencanaan Inti adalah tahapan awal dimana identitas tersebut ditentukan. Mengacu pada konsep ATM, yang kita akan lakukan pertama ialah mengamati ciri-ciri komunitas yang sudah mapan, menirunya dalam bentuk Conduct Core Planning serta melakukan modifikasi sesuai dengan kebutuhan komunitas.

Guide ini dibuat melalui pengamatan terhadap bentuk komunitas yang sudah mapan, sukses, dan memiliki tingkat militansi yang tinggi. Sebagai awalan, kami mengacu pada CoP Practicioner Guide milik NAVSEA kemudian kami membawanya ke tingkatan yang lebih tinggi lagi. Yang kami lakukan ialah mengamati komunitas yang sudah dewasa, menguji konsep dan ide dari berbagai sumber, mengevaluasi metode dan bertanya lebih banyak lagi pada anggota komunitas tersebut. Pada akhirnya kami menemukan bahwa ada beberapa aspek yang selalu ada pada sebuah komunitas yang sudah mature.

Paling utama ialah komunitas yang sudah mapan memilki identitas yang jelas. Identitas tersebut diketahui dan dipahami oleh seluruh anggota. Identitas tersebut berupa kejelasan tujuan komunitas, faktor apa yang memberikan nilai lebih, topik diskusi apa yang seharusnya dibicarakan, etika dan aturan main yang harus dihormati, bagaimana seharusnya berinteraksi, cara menanggapi pertanyaan dan jawaban, penghormatan atas aturan, dan sebagainya.

Untuk mempermudahnya, kami menentukan 4 (empat) identitas yang harus ditetapkan, yaitu (1) Purpose (Tujuan); (2) Knowledge Focus (Pengetahuan yang menjadi Fokus); (3) Success Criteria (Kriteria Sukses); (4) Value and Norms (Panduan dan Aturan Main yang berlaku). Lets lay it one at a time.

Purpose (Tujuan)
Bagi semua inisiatif, baik pekerjaan atau personal, tujuan adalah kunci keberhasilan. Semakin jelas, semakin detail, semakin terukur tujuannya, maka semakin besar juga tingkat bertahan hidup komunitas tersebut. Tujuan juga diharapkan dapat menjawab pertanyaan tentang bagaimana cara menterjemahkan konsep ‘komunitas’ agar bermanfaat bagi organisasi dan para anggotanya serta bagaimana cara memfasilitasi anggota dengan beragam latar belakang dan lokasi menjadi sumber pengetahuan yang relevan yang bisa digunakan oleh komunitas

Yang juga tidak boleh dilupakan ialah bahwa tujuan komunitas harus memiliki nilai tambah bagi anggotanya. “Apa manfaatnya bagi saya ?”. Intinya, jika ada seseorang diluar sana mendengar tentang komunitas Anda, dia haruslah tertarik ketika mendengar pernyataan tujuan komunitas tersebut. Jika Anda berhasil membuatnya tertarik dan ikut bergabung, maka tujuan Anda sudah pada jalur yang benar.

Beberapa CoP yang kami bantu inisiasinya menyatakan tujuan komunitas mereka dalam beberapa kalimat seperti meningkatkan pengetahuan mengenai topik tertentu; pemecahan masalah praktis; mendapatkan sertifikat atau keahlian; mengaplikasikan teori atau meningkatkan pemahaman. Tujuan CoP yang Anda bentuk bisa saja sama atau berbeda. Tergantung arahan dan kebutuhan organisasi serta anggotanya.

Pertanyaan yang kerap muncul ialah tentang cara kita menerima semua ide dan memenuhi harapan tujuan semua orang ? Tentu saja kita tidak bisa melakukan itu. Tetapi juga bukan berarti kita tidak perlu menentukan tujuan tersebut. Ingat bahwa tujuan Sponsored CoP ialah membantu terbentuknya komunitas. Nantinya pada sesi CoP yang telah berjalan, tujuan tersebut dapat di evaluasi kembali oleh anggota komunitas dan jika merasa tujuan tersebut tidak sesuai dengan kebutuhan maka tujuan dapat diubah. Tentu saja tujuan baru tetap harus pada jalurnya, yaitu sesuai dengan pengetahuan penting.

Knowledge Focus (Fokus Area Pengetahuan)
Fokus area pengetahuan diibaratkan seperti sebuah gawang dalam permainan sepak bola. Apapun caranya, bagaimana pun metodenya, seluruh anggota tahu bahwa bola harus masuk ke gawang. Sama seperti knowledge focus. Apapun topik pembahasan, masalah yang ingin diselesaikan, pengetahuan yang akan ditingkatkan, maka pada akhirnya haruslah dihubungkan dengan knowledge focus. Sama seperti sepeda yang dibawa ke komunitas fotografi. Yang dibahas bukan setting sepeda tetapi teknik fotografi yang sesuai untuk memfoto sepeda tersebut.

Cara yang paling mudah untuk menentukan knowledge focus ialah dengan mengacu pada hasil pemetaan pengetahuan (knowledge mapping). Jika organisasi Anda belum melakukan knowledge mapping, maka cobalah langkah singkat ini. Anda dapat memulai dengan mengidentifikasi proses bisnis apa yang paling penting bagi organisasi sehingga jika proses bisnis tersebut tidak dilakukan, maka bisnis akan berhenti atau terganggu. Kemudian dari proses bisnis penting tersebut, Anda identifikasi aktivitas apa yang dibutuhkan untuk menyelesaikan proses bisnis tersebut. Langkah terakhir, tentukan pengetahuan apa yang dibutuhkan untuk melaksanakan aktivitas tersebut. Voila, you have your knowledge focus now !

Untuk membantu CoP yang baru terbentuk, sebaiknya Anda membuat beberapa topik turunan dari knowledge focus. Ini akan membantu komunitas dalam sesi sesi awal mereka. Sebagai entitas yang baru saja lahir, anggota komunitas masih memerlukan Bantuan hingga mereka cukup nyaman menentukan topik yang lebih mereka butuhkan. Sebagai contoh, jika knowledge focus yang ditetapkan ialah marketing, maka topik yang bisa diusulkan diantaranya, “Menangani Complain dari Pelanggan”; “Menciptakan Customer Retention”; “How to Marry Your Customer” dan sebagainya. Cara penentuan topik diskusi akan kita bahas dalam artikel lainnya.

Success Criteria (Kriteria Sukses)
Cara yang paling mudah menggambarkan success criteria adalah hasil akhir yang ingin kita capai ketika sesi CoP selesai. Hasil akhir tersebut bisa berupa jumlah peserta yang terlibat, kualitas interaksi dan diskusi, pengetahuan yang bertambah, atau masalah yang berhasil diselesaikan. Kriteria sukses sangat tergantung pada kebutuhan dan harapan anggota. Pada akhir sesi, champion atau anggota komunitas lainnya melakukan sesi diskusi singkat untuk mengukur apakah sesi yang sudah berjalan sudah sesuai dengan success criteria atau perlu peningkatan.

Terkadang, success criteria juga menjadi titipan manajemen untuk mengevaluasi pelaksanaan CoP. Well, pada akhirnya Sponsored CoP merupakan inisiatif manajemen dan mereka berhak untuk mendapatkan bukti keberhasilan dari CoP tersebut. Saran saya, jangan menetapkan target pekerjaan pada CoP. Ingat bahwa CoP bertujuan untuk memberikan sarana sharing, arena praktek ide dan inovasi serta mengembangkan pengetahuan, bukan untuk mempercepat pencapaian target atau menyelesaikan masalah di meeting. Knowledge workers need refreshing place where they could mingle and socialize. Kita berharap mereka bisa memenuhi kebutuhan sosial tersebut dengan aktivitas positif seperti sharing dan belajar.

Value and Norms (Panduan dan Aturan Main yang berlaku)
Jika knowledge focus adalah gawang maka values and norms adalah peraturan dan kode etiknya. Seinformal apapun sebuah organisasi, aturan adalah hal yang wajib ada. Begitupun dalam CoP. Hanya saja dalam CoP, aturannya sedikit berbeda dengan organisasi formal. Dalam komunitas, aturan merupakan hasil kesepakatan antara anggota komunitas. Jika dianalogikan dengan sepakbola, maka values adalah peraturan sedangkan norms adalah etika yang berlaku. Value and norms singkatnya adalah hal-hal yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan (Do and Don’t).

Beberapa CoP yang kami bantu, merumuskan aturan mereka dalam kalimat seperti pelaksanaan tepat waktu, respect to others, No SARA, equality, keterbukaan (openness), no gossip, think positive, dan sebagainya. Value and norms ini akan banyak berguna bagi anggota komunitas selama diskusi berlangsung dan sangat penting untuk diketahui oleh seluruh anggota agar proses diskusi tetap berjalan informal dan fun.

Kita sudah tahu komponen yang perlu ditentukan dalam Conduct Core Planning. Pertanyaannya sekarang, siapa yang harus terlibat dalam Conduct Core Planning ? Ingat bahwa Sponsored CoP bukanlah organisasi yang Anda bentuk dan serahkan ke karyawan. Jika Anda lakukan itu, saya jamin komunitas akan mati dalam hitungan bulan, bahkan hari. Sebuah komunitas hanya menjadi komunitas jika memiliki anggota dan anggota hanya akan ada jika mereka dilibatkan sejak awal pembentukannya.

Di lain pihak, kita juga tidak mungkin mengumpulkan semua anggota untuk memulai. Ada keterbatasan waktu, tenaga dan perbedaan kepentingan yang dapat menghambat terbentuknya komunitas. Untuk itulah kita memerlukan beberapa pihak yang dapat mendukung CoP sekaligus dapat mewakili kepentingan komunitas. Merekalah The Man Behind The Curtain, para elite member, agent of change, core team yang mengawal CoP menjalani masa-masa awalnya. Kita akan bahas ini di tulisan selanjutnya.

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...