Friday, September 21, 2012

Meningkatkan Bisnis melalui Kolaborasi dan Komunitas



Saya akan memulai artikel ini dengan menceritakan pengalaman terbaru bekerja melalui komunitas. Baru-baru ini, tim kami sedang mengembangkan website perusahaan yang sempat down beberapa lama. Tujuan awal ialah untuk menyiapkan content web sebelum diserahkan ke web developer tetapi kemudian tantangan ditingkatkan menjadi membangun web secara mandiri. Tim kami yang sebagian besar buta programming dan web developing pun kewalahan. FYI, kami menggunakan Joomla sebagai Content Management Software (CMS).

Singkatnya, saya pun coba mencari panduan untuk belajar Joomla. Hasilnya mengejutkan. Joomla menyediakan dokumentasi panduan yang luar biasa lengkap. Selain itu juga ada online forum yang siap membantu. Saya cukup cari masalah yang ditemui dan dengan “beberapa jam” membaca, masalah terselesaikan. Tidak hanya itu saja, Joomla yang berbasis open source juga memungkinkan programmer mengembangkan extension yang dapat digunakan untuk mempercantik web dengan mudah. Dan keunggulan itu semua berawal dari sebuah komunitas.

Tertarik dengan Joomla, saya pun coba mencari info lebih banyak. Dan fakta yang muncul semakin menarik. Joomla ternyata bukan sekedar sekedar CMS biasa. Keunggulan dan kemampuannya sudah diakui dunia. Joomla memenangkan Packt, penghargaan untuk open source content, pada 2006, 2007 dan 2011. Yang menarik ialah ketika melihat bagaimana Joomla dibangun. Joomla, seperti seluruh open source lainnya dibangun oleh komunitas, dalam hal ini independent programmer. Pada awalnya, Joomla bernama Mambo yang merupakan open source CMS dari Miro International, sebuah organisasi non profit. Sejak awal pengembangannya, Mambo sudah diterima oleh para programmer dan berhasil menjadi salah satu CMS terbaik saat itu. Masalah mulai muncul ketika Miro International hendak menjadikan Mambo sebagai program komersil.

Ide komersialisasi ini yang ditentang oleh sebagian besar programmer. Hal ini juga menyebabkan sebagian independent programmer melepaskan diri dari proyek Mambo dan mendirikan Joomla sebagai project CMS baru yang menganut prinsip open source murni. Kini setelah 7 tahun sejak pertama kali diperkenalkan, Joomla telah digunakan oleh sebagian besar web developer, memiliki 98 ribu lebih extension dan pengembangan source code-nya masih terus berjalan. Kabar Mambo ? Well, you could search it by yourself at Google.

Inilah sedikit bukti bagaimana kolaborasi berkembang pesat melalui komunitas. Indendent programmer yang memiliki passion untuk saling berbagi dan meningkatkan kompetensi berkumpul melalui komunitas Joomla dan menciptakan karya yang bukan hanya sebuah CMS biasa, tetapi  masterpiece yang bahkan dapat mengalahkan CMS komersial lainnya. Komunitas memberikan media bagi programmer dengan visi dan tujuan bersama untuk mengembangkan CMS yang powerfull, mudah digunakan, kesempatan personalisasi dan tentunya gratis. Mereka memberikan code programming yang awalnya menjadi hak ekslusif, untuk digunakan dan dikembangkan bersama. Kerelaan untuk melepas apa yang awalnya dianggap sebagai kekuatan tersebut pada akhirnya menarik programmer-programmer jenius lainnya untuk bergabung dan mengembangkan source code tersebut menjadi lebih sempurna. Independent programmer sadar, sehebat apapun mereka, sekompleks apapun source code yang dikembangkan, tetap tidak akan mengalahkan kekuatan komunitas.

Malcom Gladwell dalam bukunya Outliers, menjelaskan dasar pemikiran programmer dan juga penganut konsep kolaborasi lainnya. 10.000 jam atau setara 8-10 tahun adalah waktu yang dibutuhkan untuk menjadi master dalam suatu bidang. Banyaknya waktu yang dibutuhkan tersebut tidak memungkinkan bagi sebagian besar dari kita untuk menjadi master untuk semua bidang. Walaupun memang ada beberapa individu yang sangat cerdas dapat menguasai beberapa keahlian dan dengan waktu yang lebih cepat dari Hukum 10.000 jam-nya Gladwell, tetapi mereka tetap memiliki keterbatasan. Entah itu waktu, tenaga, sumberdaya dan sebagainya. Tidak ada satupun manusia yang memiliki waktu lebih dari 24 jam dalam seharinya kan ? Bahkan seorang Albert Einstein membutuhkan bantuan ilmuan Inggris, untuk membuktikan teorinya. Sebelum dibuktikan oleh ilmuan Inggris, teori relativitas E=mc2 milik Einstein hanyalah teori impian yang tidak dilirik siapapun.

Apa yang menjadikan komunitas sebagai media kolaborasi yang efektif ? Penghargaan adalah jawabannya. Siapapun itu, pada level apapun, atau profesi apapun, membutuhkan pengakuan dan penghargaan atas karyanya. Tanpa adanya pengakuan dan penghargaan tersebut, ide, inovasi dan karya seseorang biasanya tidak akan terjadi terus menerus dan hanya level yang biasa saja. Penghargaan bisa berwujud banyak hal. Mulai dari yang paling mudah dihitung seperti uang hingga yang paling dasar seperti pengakuan dari sesama, hak istimewa, ataupun sekedar tepukan bangga di pundak. Ada teori menarik tentang bentuk penghargaan ini, yaitu Teori Kebutuhan Manusia dari Abraham H. Maslow.

Secara singkat teori tersebut mengatakan bahwa manusia memiliki 7 tingkatan kebutuhan, dimana kebutuhan paling bawah ialah kebutuhan fisologis seperti makanan, istirahat, dan pastinya kebutuhan pemenuhan ekonomi. Kebutuhan tersebut didapat salah satunya dari berapa besar uang dan materi yang kita terima. Lalu bagaimana dengan tahapan lainnya? Berikut tingkatan tersebut secara berurutan dari tahap 2 ke tahap 7. Kebutuhan terhadap rasa aman; kebutuhan sosial; kebutuhan akan harga diri; kebutuhan intelektual; kebutuhan estetis dan paling atas kebutuhan atas aktualisasi diri. 

Keenam kebutuhan tersebut seluruhnya adalah kebutuhan yang tidak dapat dicapai dengan uang atau materi semata. Kebutuhan yang berupa penghargaan dan pengakuan atas keberadaan kita sebagai manusia. Hanya jika kebutuhan tersebut terpenuhi, kita akan mendapatkan kepuasan dan tertantang untuk menjalani kehidupan. Komunitas dengan pendekatan social dan informal memberikan kita penghargaan atas apa yang kita hasilkan dan bagikan kepada orang lain. Di komunitas, anda tidak dilihat sebanyak apa mobil yang dimiliki, setinggi apa jabatan bahkan umur juga tidak banyak berpengaruh. Anda dipandang dan dihargai dari seberapa besar kontribusi pada komunitas, seberapa besar anda dapat membantu anggota komunitas mengembangkan pengetahuannya dan seberapa pengetahuan terhadap fokus komunitas tersebut. Melalui komunitas, kita akan mendapatkan kesempatan bersosialisasi dengan individu lain yang memiliki minat sama, kebanggaan dari karya yang kita buat, kesempatan untuk terus belajar, serta aktualisasi diri atas semua pencapaian yang kita hasilkan. Komunitas memberikan kita ruang untuk terus berkarya dengan memenuhi kebutuhan utama manusia.

Banyak kegagalan komunitas berawal dari kurang jelasnya penghargaan bagi anggotanya. Bisa berupa aturan yang tidak jelas, bentuk penghargaan yang tidak sesuai dengan kebutuhan,  penghargaan yang tidak diakui oleh seluruh komunitas atau penghargaan yang tidak langsung diberikan. Faktor-faktor ini yang bisa menyebabkan anggota komunitas tidak mendapatkan kebutuhan atas penghargaan yang mereka butuhkan dan berdampak pada gagalnya kolaborasi dalam komunitas. 

Penghargaan juga bukan satu-satunya resep manjur terhadap keberhasilan komunitas. Masalah yang sering muncul ialah anggota komunitas yang tidak mau berbagi, malu untuk tampil, malas untuk berkumpul atau terlalu egois dan terlalu mendominasi. Alasan tersebut muncul karena kurangnya kepercayaan dalam komunitas. Kepercayaan (trust) adalah faktor utama dalam komunitas. Bagaimana anda bisa berbagi ide dan pengalaman yang merupakan nilai tambah anda jika anda tidak yakin orang yang anda bagi ilmu tidak akan menyalahgunakan pengetahuan tersebut ? Trust is bandwith of communication (and also for community). Kita akan bahas ini lebih lanjut di artikel lainnya.

Mengapa bisnis memerlukan komunitas dan kolaborasi ?
Pertanyaan tersebut bisa dijawab dengan melihat kembali alasan suatu bisnis bisa terus berjalan dan tumbuh. Bisnis hanya bisa berkembang jika dan hanya jika memberikan nilai tambah bagi pelanggannya. Jika berbicara nilai tambah maka kita tidak bisa melepaskan diri dari peranan individu yang ada di bisnis tersebut. Nilai tambah hanya bisa dihasilkan oleh sumber daya manusia, bukan oleh aset, kantor, sistem ataupun fasilitas. Individu tersebut adalah aset terpenting bagi bisnis dan hanya dengan memberdayakan individu tersebut bisnis bisa terus menghasilkan nilai tambah dan keunggulan kompetitif yang berkelanjutan (sustainable competitive advantage). Individu tersebut menjadi berbeda dari individu lainnya karena tingkat pengetahuan yang dimilikinya dan passion-nya untuk terus mengembangkan pengetahuannya. Merekalah yang biasa disebut sebagai knowledge worker (pekerja pengetahuan).

Knowledge worker saja tidak cukup untuk menghasilkan inovasi yang berkelanjutan. Pada tulisan sebelumnya, saya membahas bagaimana kolaborasi seharusnya berjalan, yaitu dengan fokus pada pencapaian hal-hal besar yang tidak dapat dilakukan oleh satu orang. Kolaborasi bukan berarti membantu yang lemah untuk mengatasi kekurangannya atau memperlakukan sama semua orang. Kolaborasi dan penciptaan inovasi hanya dapat dilakukan jika tingkat pengetahuan anggotanya setara atau minimal mendekati. Akan tetapi pada kenyataannya, bisnis tidak selalu seperti itu. Ada banyak keterbatasan sehingga tingkat pengetahuan individunya berbeda-beda antara satu sama lainnya. Pasti ada Superman dan Wonder Woman yang menonjol dibanding individu lainnya. Ini menjadi masalah ketika dikaitkan dengan kelangsungan bisnis.

Satu cabang atau divisi yang berhasil tidak akan banyak berarti jika 99 cabang lainnya berprestasi biasa saja. Hanya dengan menciptakan cabang-cabang berprestasi lainnya bisnis bisa terus tumbuh dan berkembang. Inilah alasan pertama mengapa bisnis memerlukan komunitas untuk berkolaborasi. Komunitas membantu knowledge worker untuk meningkatkan kompetensi melalui kolaborasi dan saling berbagi pengetahuan (knowledge sharing). Pengalaman keberhasilan di bagikan ke komunitas sehingga bisa diterapkan oleh knowledge worker lainnya. Kegagalan diambil pelajarannya sehingga tidak terulang lagi di masa depan. Pengetahuan yang sudah dikuasai disosialisasi dan disebarkan sehingga tidak terjadi pengulangan pekerjaan (reinventing the wheel).   

Komunitas pada akhirnya bertujuan untuk menyediakan tempat bagi para knowledge worker berkolaborasi dan menciptakan inovasi. Beberapa bisnis telah memiliki keunggulan dalam tingkat pengetahuan knowledge worker-nya yang merata. Bagi bisnis yang sudah siap seperti ini, maka komunitas berguna sebagai media kolaborasi yang sesungguhnya, yaitu penciptaan inovasi yang tidak dapat dilakukan oleh satu bidang atau satu kompetensi. Sama seperti Joomla. CMS yang fleksibel, memiliki bermacam fungsi dan dukungan dokumentasi yang mudah dimengerti hanya bisa diciptakan oleh sekumpulan programmer dari berbagai disiplin ilmu dan latar belakang dengan pengetahuan yang setara.     

Pertanyaannya sekarang bertambah. Komunitas seperti apa yang harus dikembangkan ? Bagaimana mengaitkan komunitas dengan kebutuhan organisasi ? Bagaimana memastikan pengetahuan yang di sharing dalam komunitas adalah pengetahuan yang memang dibutuhkan oleh organisasi? Pertanyaan-pertanyaan tersebut akan saya bahas di artikel selanjutnya. 

0 comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...