Saya akan memulai artikel ini dengan menceritakan pengalaman terbaru bekerja melalui komunitas. Baru-baru ini, tim kami sedang mengembangkan
website perusahaan yang sempat down
beberapa lama. Tujuan awal ialah untuk menyiapkan content web sebelum diserahkan ke web developer tetapi kemudian tantangan ditingkatkan menjadi
membangun web secara mandiri. Tim kami yang sebagian besar buta programming dan web developing pun kewalahan. FYI, kami menggunakan Joomla sebagai Content Management Software (CMS).
Singkatnya, saya pun coba mencari panduan untuk belajar Joomla. Hasilnya
mengejutkan. Joomla menyediakan dokumentasi panduan yang luar biasa lengkap.
Selain itu juga ada online forum yang
siap membantu. Saya cukup cari masalah yang ditemui dan dengan “beberapa jam”
membaca, masalah terselesaikan. Tidak hanya itu saja, Joomla yang berbasis open source juga memungkinkan programmer mengembangkan extension yang dapat digunakan untuk
mempercantik web dengan mudah. Dan keunggulan itu semua berawal dari sebuah
komunitas.
Tertarik dengan Joomla, saya pun coba mencari info lebih banyak. Dan
fakta yang muncul semakin menarik. Joomla ternyata bukan sekedar sekedar CMS
biasa. Keunggulan dan kemampuannya sudah diakui dunia. Joomla memenangkan
Packt, penghargaan untuk open source
content, pada 2006, 2007 dan 2011. Yang menarik ialah ketika melihat
bagaimana Joomla dibangun. Joomla, seperti seluruh open source lainnya dibangun oleh komunitas, dalam hal ini independent programmer. Pada awalnya, Joomla
bernama Mambo yang merupakan open source
CMS dari Miro International, sebuah organisasi non profit. Sejak awal
pengembangannya, Mambo sudah diterima oleh para programmer dan berhasil menjadi salah satu CMS terbaik saat itu.
Masalah mulai muncul ketika Miro International hendak menjadikan Mambo sebagai
program komersil.
Ide komersialisasi ini yang ditentang oleh sebagian besar programmer. Hal ini juga menyebabkan sebagian
independent programmer melepaskan
diri dari proyek Mambo dan mendirikan Joomla sebagai project CMS baru yang
menganut prinsip open source murni.
Kini setelah 7 tahun sejak pertama kali diperkenalkan, Joomla telah digunakan
oleh sebagian besar web developer,
memiliki 98 ribu lebih extension dan
pengembangan source code-nya masih
terus berjalan. Kabar Mambo ? Well, you
could search it by yourself at Google.
Inilah sedikit bukti bagaimana kolaborasi berkembang pesat melalui
komunitas. Indendent programmer yang
memiliki passion untuk saling berbagi
dan meningkatkan kompetensi berkumpul melalui komunitas Joomla dan menciptakan
karya yang bukan hanya sebuah CMS biasa, tetapi
masterpiece yang bahkan dapat mengalahkan CMS komersial lainnya.
Komunitas memberikan media bagi programmer
dengan visi dan tujuan bersama untuk mengembangkan CMS yang powerfull, mudah digunakan, kesempatan
personalisasi dan tentunya gratis. Mereka memberikan code programming yang awalnya menjadi hak ekslusif, untuk digunakan
dan dikembangkan bersama. Kerelaan untuk melepas apa yang awalnya dianggap
sebagai kekuatan tersebut pada akhirnya menarik programmer-programmer jenius lainnya untuk bergabung dan
mengembangkan source code tersebut
menjadi lebih sempurna. Independent
programmer sadar, sehebat apapun mereka, sekompleks apapun source code yang dikembangkan, tetap
tidak akan mengalahkan kekuatan komunitas.
Malcom Gladwell dalam bukunya Outliers, menjelaskan dasar pemikiran programmer dan juga penganut konsep
kolaborasi lainnya. 10.000 jam atau setara 8-10 tahun adalah waktu yang
dibutuhkan untuk menjadi master dalam
suatu bidang. Banyaknya waktu yang dibutuhkan tersebut tidak memungkinkan bagi
sebagian besar dari kita untuk menjadi master
untuk semua bidang. Walaupun memang ada beberapa individu yang sangat cerdas
dapat menguasai beberapa keahlian dan dengan waktu yang lebih cepat dari Hukum
10.000 jam-nya Gladwell, tetapi mereka tetap memiliki keterbatasan. Entah itu
waktu, tenaga, sumberdaya dan sebagainya. Tidak ada satupun manusia yang
memiliki waktu lebih dari 24 jam dalam seharinya kan ? Bahkan seorang Albert
Einstein membutuhkan bantuan ilmuan Inggris, untuk membuktikan teorinya.
Sebelum dibuktikan oleh ilmuan Inggris, teori relativitas E=mc2
milik Einstein hanyalah teori impian yang tidak dilirik siapapun.
Apa yang menjadikan komunitas sebagai media kolaborasi yang efektif ?
Penghargaan adalah jawabannya. Siapapun itu, pada level apapun, atau profesi
apapun, membutuhkan pengakuan dan penghargaan atas karyanya. Tanpa adanya pengakuan
dan penghargaan tersebut, ide, inovasi dan karya seseorang biasanya tidak akan
terjadi terus menerus dan hanya level yang biasa saja. Penghargaan bisa
berwujud banyak hal. Mulai dari yang paling mudah dihitung seperti uang hingga
yang paling dasar seperti pengakuan dari sesama, hak istimewa, ataupun sekedar
tepukan bangga di pundak. Ada teori menarik tentang bentuk penghargaan ini,
yaitu Teori Kebutuhan Manusia dari Abraham H. Maslow.
Secara singkat teori tersebut mengatakan bahwa manusia memiliki 7
tingkatan kebutuhan, dimana kebutuhan paling bawah ialah kebutuhan fisologis
seperti makanan, istirahat, dan pastinya kebutuhan pemenuhan ekonomi. Kebutuhan
tersebut didapat salah satunya dari berapa besar uang dan materi yang kita
terima. Lalu bagaimana dengan tahapan lainnya? Berikut tingkatan tersebut
secara berurutan dari tahap 2 ke tahap 7. Kebutuhan terhadap rasa aman;
kebutuhan sosial; kebutuhan akan harga diri; kebutuhan intelektual; kebutuhan
estetis dan paling atas kebutuhan atas aktualisasi diri.
Keenam kebutuhan tersebut seluruhnya adalah kebutuhan yang tidak dapat
dicapai dengan uang atau materi semata. Kebutuhan yang berupa penghargaan dan
pengakuan atas keberadaan kita sebagai manusia. Hanya jika kebutuhan tersebut
terpenuhi, kita akan mendapatkan kepuasan dan tertantang untuk menjalani
kehidupan. Komunitas dengan pendekatan social dan informal memberikan kita
penghargaan atas apa yang kita hasilkan dan bagikan kepada orang lain. Di
komunitas, anda tidak dilihat sebanyak apa mobil yang dimiliki, setinggi apa
jabatan bahkan umur juga tidak banyak berpengaruh. Anda dipandang dan dihargai
dari seberapa besar kontribusi pada komunitas, seberapa besar anda dapat
membantu anggota komunitas mengembangkan pengetahuannya dan seberapa pengetahuan
terhadap fokus komunitas tersebut. Melalui komunitas, kita akan mendapatkan
kesempatan bersosialisasi dengan individu lain yang memiliki minat sama, kebanggaan
dari karya yang kita buat, kesempatan untuk terus belajar, serta aktualisasi
diri atas semua pencapaian yang kita hasilkan. Komunitas memberikan kita ruang
untuk terus berkarya dengan memenuhi kebutuhan utama manusia.
Banyak kegagalan komunitas berawal dari kurang jelasnya penghargaan bagi
anggotanya. Bisa berupa aturan yang tidak jelas, bentuk penghargaan yang tidak
sesuai dengan kebutuhan, penghargaan
yang tidak diakui oleh seluruh komunitas atau penghargaan yang tidak langsung
diberikan. Faktor-faktor ini yang bisa menyebabkan anggota komunitas tidak
mendapatkan kebutuhan atas penghargaan yang mereka butuhkan dan berdampak pada
gagalnya kolaborasi dalam komunitas.
Penghargaan juga bukan satu-satunya resep manjur terhadap keberhasilan
komunitas. Masalah yang sering muncul ialah anggota komunitas yang tidak mau
berbagi, malu untuk tampil, malas untuk berkumpul atau terlalu egois dan
terlalu mendominasi. Alasan tersebut muncul karena kurangnya kepercayaan dalam
komunitas. Kepercayaan (trust) adalah
faktor utama dalam komunitas. Bagaimana anda bisa berbagi ide dan pengalaman
yang merupakan nilai tambah anda jika anda tidak yakin orang yang anda bagi
ilmu tidak akan menyalahgunakan pengetahuan tersebut ? Trust is bandwith of communication (and also for community). Kita
akan bahas ini lebih lanjut di artikel lainnya.
Mengapa bisnis memerlukan
komunitas dan kolaborasi ?
Pertanyaan tersebut bisa dijawab dengan melihat kembali alasan suatu
bisnis bisa terus berjalan dan tumbuh. Bisnis hanya bisa berkembang jika dan
hanya jika memberikan nilai tambah bagi pelanggannya. Jika berbicara nilai
tambah maka kita tidak bisa melepaskan diri dari peranan individu yang ada di
bisnis tersebut. Nilai tambah hanya bisa dihasilkan oleh sumber daya manusia,
bukan oleh aset, kantor, sistem ataupun fasilitas. Individu tersebut adalah aset terpenting bagi bisnis dan hanya dengan memberdayakan individu tersebut
bisnis bisa terus menghasilkan nilai tambah dan keunggulan kompetitif yang
berkelanjutan (sustainable competitive
advantage). Individu tersebut menjadi berbeda dari individu lainnya karena
tingkat pengetahuan yang dimilikinya dan passion-nya
untuk terus mengembangkan pengetahuannya. Merekalah yang biasa disebut sebagai knowledge worker (pekerja pengetahuan).
Knowledge worker saja tidak cukup untuk menghasilkan inovasi
yang berkelanjutan. Pada tulisan sebelumnya, saya membahas bagaimana kolaborasi
seharusnya berjalan, yaitu dengan fokus pada pencapaian hal-hal besar yang
tidak dapat dilakukan oleh satu orang. Kolaborasi bukan berarti membantu yang
lemah untuk mengatasi kekurangannya atau memperlakukan sama semua orang. Kolaborasi
dan penciptaan inovasi hanya dapat dilakukan jika tingkat pengetahuan
anggotanya setara atau minimal mendekati. Akan tetapi pada kenyataannya, bisnis
tidak selalu seperti itu. Ada banyak keterbatasan sehingga tingkat pengetahuan
individunya berbeda-beda antara satu sama lainnya. Pasti ada Superman dan
Wonder Woman yang menonjol dibanding individu lainnya. Ini menjadi masalah
ketika dikaitkan dengan kelangsungan bisnis.
Satu cabang atau divisi yang berhasil tidak akan banyak berarti jika 99
cabang lainnya berprestasi biasa saja. Hanya dengan menciptakan cabang-cabang
berprestasi lainnya bisnis bisa terus tumbuh dan berkembang. Inilah alasan
pertama mengapa bisnis memerlukan komunitas untuk berkolaborasi. Komunitas
membantu knowledge worker untuk
meningkatkan kompetensi melalui kolaborasi dan saling berbagi pengetahuan (knowledge sharing). Pengalaman
keberhasilan di bagikan ke komunitas sehingga bisa diterapkan oleh knowledge worker lainnya. Kegagalan
diambil pelajarannya sehingga tidak terulang lagi di masa depan. Pengetahuan
yang sudah dikuasai disosialisasi dan disebarkan sehingga tidak terjadi
pengulangan pekerjaan (reinventing the wheel).
Komunitas pada akhirnya bertujuan untuk menyediakan tempat bagi para knowledge worker berkolaborasi dan
menciptakan inovasi. Beberapa bisnis telah memiliki keunggulan dalam tingkat
pengetahuan knowledge worker-nya yang
merata. Bagi bisnis yang sudah siap seperti ini, maka komunitas berguna sebagai
media kolaborasi yang sesungguhnya, yaitu penciptaan inovasi yang tidak dapat
dilakukan oleh satu bidang atau satu kompetensi. Sama seperti Joomla. CMS yang fleksibel,
memiliki bermacam fungsi dan dukungan dokumentasi yang mudah dimengerti hanya
bisa diciptakan oleh sekumpulan programmer
dari berbagai disiplin ilmu dan latar belakang dengan pengetahuan yang setara.
Pertanyaannya sekarang bertambah. Komunitas seperti apa yang harus
dikembangkan ? Bagaimana mengaitkan komunitas dengan kebutuhan organisasi ? Bagaimana
memastikan pengetahuan yang di sharing
dalam komunitas adalah pengetahuan yang memang dibutuhkan oleh organisasi?
Pertanyaan-pertanyaan tersebut akan saya bahas di artikel selanjutnya.
0 comments:
Post a Comment