Monday, September 10, 2012

Social Network Analysis : An Introduction



Di tulisan sebelumnya kita sudah membahas tentang apa itu social network, bentuknya dalam organisasi, serta bagaimana peranan social network dalam keseharian kita. Artikel ini akan lebih banyak mengungkap potensi social network dalam pekerjaan atau kehidupan sehari-hari serta konsep dasar dari Social network Analysis (SNA).

Social network secara singkat menggambarkan bagaimana hubungan dan interaksi berjalan antara individu di organisasi ataupun perusahaan. Interaksi tersebut dapat menjadi berbeda tergantung bagaimana kita memandangnya dan hasil yang ingin didapatkan. Contohnya ialah social network di sebuah unit kerja dan kehidupan pribadi kita.

Dari satu objek, kita bisa mendapatkan banyak sekali jenis social network. Social network di pekerjaan misalnya. Bentuk social network yang dihasilkan karena kebutuhan penyelesaian pekerjaan akan berbeda dengan social network yang dihasilkan dari penyebaran berita atau gossip. Perbedaaan ini terjadi karena alasan sederhana. Kita cenderung memilih dengan siapa akan berinteraksi. Rekan kerja yang kita butuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan bisa saja berbeda dengan rekan kerja yang kita anggap sahabat dan nyaman untuk bercerita. Begitupun ketika kita ingin bertanya hal teknis, diskusi ide, menyelesaikan tugas yang tertentu atau sharing pengetahuan. Kita, suka atau tidak suka, telah mengidentifikasi dan memilih dengan siapa akan berinteraksi dan untuk urusan apa. Sedikit menyebalkan memang, tetapi itulah nature manusia modern.

Sifat itulah yang mendasari Google membuat fitur Circle dalam aplikasi social medianya, Google Plus. Google sadar bahwa kita tidak ingin status “galau” yang kita tuliskan dibaca oleh bos atau klien. Begitupun kita tidak ingin posting motivasi atau terkait pekerjaan dikotori oleh beberapa teman yang tidak bisa menempatkan kata-kata pada tempatnya. Ya, walaupun tidak banyak dari kita yang menggunakan social media sebagai media branding personal tetapi tetap ada beberapa orang yang menggunakan social media sebagai tempat berkumpul dengan komunitas professional. LinkedIn contohnya. Social media ini lebih banyak ditujukan untuk professional atau entrepreneur yang hendak meluaskan jaringan pekerjaan dan peningkatan kompetensi. Contoh lainnya ialah beberapa perusahaan (korporasi atau personal) yang menggunakan Facebook sebagai media berhubungan dengan klien dan customer nya.

Hal yang tidak jauh berbeda juga terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Terkadang kita menghindari berbicara terkait pekerjaan atau topik tertentu dengan beberapa orang. Entah karena perbedaan kebutuhan atau sekedar melupakan kerumitan dengan berdiskusi topik yang lebih ringan. Kita tidak berdiskusi bagaimana maintain client dengan pasangan atau berdiskusi tentang sepeda di komunitas motor. Kita melakukan ini. Sadar atau tidak. Suka atau tidak. Ini adalah hasil dari keteraturan dan keterbukaan informasi yang terkadang membuat kita berkumpul dengan individu yang memiliki kesukaan berbeda-beda.

Fakta yang menarik ialah ternyata dalam social network yang berbeda-beda tersebut sebenarnya ada pengetahuan, kesempatan, potensi dan kekuatan yang terkadang tidak kita sadari. Saya sering sekali mendapatkan kesempatan dan ilmu dari orang yang terkadang tidak disangka-sangka. Pekerjaan contohnya. Tawaran untuk bekerja sebagai konsultan saya dapatkan dari seorang teman yang secara kebetulan juga memiliki teman lain yang butuh pengganti dirinya sebagai konsultan di KMPlus. Semua terlihat kebetulan dan tidak direncanakan tetapi itulah kekuatan sebuah social network. Inilah potensi sebenarnya dari social network. Informasi dan pengetahuan sebenarnya kita dapatkan dari network itu sendiri. Bukan dari yang kita ketahui atau orang lain ketahui. No one knows everything, everyone knows something while all knowledge resides in humanity. Potensi yang besar tersebut hanya dapat terjadi jika social network saling berhubungan. Bayangkan jika saya tidak berdiskusi dengan teman saya tersebut dan dia juga tidak ngobrol via YM dengan teman SMUnya. Saya pasti masih terjebak dalam dunia marketing entah untuk berapa tahun lagi.

Kasus yang sama juga terjadi di organisasi formal dan terstruktur seperti perusahaan. Terkadang kita tidak menyadari bahwa orang yang terletak beberapa kubikal dari kita bisa jadi jalan keluar dari permasalahan pekerjaan yang sudah lama kita cari-cari. Sepele mungkin, tetapi jika berbicara dalam konteks perusahaan, keterlambatan penyelesaian masalah bisa berdampak pada kerugian bahkan kehilangan bisnis. Hal ini terjadi pada perusahaan tempat senior saya bekerja sebelumnya. Perusahaan tersebut adalah salah satu operator yang cukup ternama di Indonesia. Saat itu timnya sedang kebingungan mengatasi masalah interkoneksi jaringan yang berdampak pada voice call yang terus terputus. Masalah ini sudah sudah sedemikian rumit sehingga tim memutuskan meminta bantuan salah satu vendor. Sayangnya vendor juga tidak bisa banyak membantu tetapi mereka tahu siapa orang yang bisa menyelesaikan masalah tersebut. Anda tahu siapa orang tersebut ? Dia ada di perusahaan yang sama, lantai yang sama, hanya berbeda divisi, duduk tidak lebih 10 kubikal dari tim tersebut.

Hal serupa juga terjadi pada perusahaan sekelas Sempra Energy yang memiliki revenue mencapai 12 milyar USD. Pada satu titik, penjualan mereka menurun dan divisi marketing disalahkan karena tidak tercapainya target. Manajemen pun memutuskan pendekatan social network analysis sebagai salah satu alat untuk mengidentifikasi masalah. Mereka menemukan bahwa ternyata marketing yang selalu berhubungan dengan pelanggan kurang mampu memberikan penjelasan teknis dan problem solving yang dibutuhkan sehingga solusi pun tidak tepat dan pelanggan mulai berpindah. Marketing sebagai front liner diketahui terpisah dari para researcher dan programmer, pihak yang mengerti kebutuhan pelanggan dan solusinya secara menyeluruh. Hasil analisis juga memperlihatkan bahwa researcher dan programmer sebagian besar terpisah dari social network untuk penyelesaian pekerjaan. Jika ada, hanya beberapa orang dengan jabatan tinggi yang terus menerus diakses oleh marketing dan divisi lainnya sehingga terjadi penyumbatan (bottleneck) informasi. Sebagai sebuah perusahaan yang menekankan pada solusi, hal ini adalah masalah besar. Manajemen pun melakukan beberapa langkah strategis diantaranya menguatkan kolaborasi antara marketing dan researcher serta programmer. Hasilnya, revenue kembali meningkat dan isolasi atas researcher dan programmer menurun.    

Network dalam Perspektif Social Network Analysis  
Bagaimana cara memanfaatkan network ? Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka kita sebaiknya mengetahui komponen network dalam social network analysis.


Network didefinisikan sebagai sekumpulan actor/nodes yang dihubungkan oleh ties/links. Actor/nodes adalah kita, individu yang terlibat dalam sebuah network dan ties/links adalah hubungan dan interaksi yang terjadi antara kita dengan individu lainnya dalam sebuah network (jaringan). Nodes juga dapat berupa departemen, stakeholder (customer, regulator, vendor), atau organisasi lain. Tergantung bagaimana kita hendak melakukan analisis. Ties (hubungan) juga berbeda-beda tergantung tujuan dan kebutuhan. Bisa berupa tugas, saran, keahlian, informasi strategis, prosedur, hingga kedekatan emosional (pertemanan atau percintaan).

Social Network Analysis (SNA) berpendapat bahwa hubungan antar nodes sesuatu yang penting. Fokus SNA untuk mengetahui actor/nodes yang terlibat dan bagaimana hubungan terjadi. Dengan siapa actor terhubung, seberapa kuat hubungan terjadi, seperti apa hubungan terjadi, apakah hubungan terjadi satu arah atau dua arah, bagamana hubungan difasilitasi, melalui media apa hubungan terjadi hingga ke aplikasi lainnya seperti siapa yang memiliki hubungan (ties) paling banyak, siapa yang terisolasi dalam networks, bagaimana jarak (gap) dan rentang (length) antar masing-masing nodes, dimana terjadi bottleneck, siapa yang menjadi key player dan sebagainya.   

Yang menarik dari SNA ialah kemampuannya menterjemahkan network dan dinamika didalamnya menjadi bentuk yang terukur dan dapat dipertanggung jawabkan.Hal tersebut karena ilmu dasar SNA adalah statistika. Jacob Levy Moreno pada awal tahun 1930 tercatat sebagai praktisi yang pertama kali menggunakan istilah social network analysis dalam papernya. Pada awalnya SNA adalah kumpulan data statistika yang diolah sedemikian rupa sehingga terlihat hubungan antara satu data dan lainnya. Kemudian berkembang menjadi cabang ilmu statistika baru yang disebut sebagai sociology statistic. Cabang ilmu yang tidak hanya mengedepankan data sebagai acuan tetapi menggunakan ilmu-ilmu social, khususnya psikologi dan sosiologi untuk melihat kaitan dan menginterpretasikan data tersebut.

Kemampuan SNA dalam memberikan bukti konkrit ini yang kemudian menarik banyak pihak untuk menggunakannya secara luas. Fleksibilitas SNA dalam menganalisis bentuk hubungan membuat aplikasi SNA digunakan tidak hanya di organisasi yang mencintai data seperti bisnis, tetapi juga pada dunia militer, kepolisian, pendidikan, counter terrorism, bahkan politik.

Data dasar SNA sebagian besar didapatkan dari hasil survey terhadap anggota network. Pertanyaan yang diberikan didesain untuk mengetahui bagaimana hubungan terjadi, dengan siapa hubungan dilakukan, seberapa besar kekuatan hubungan antara nodes/actor, hingga media yang digunakan. Aspek lainnya dapat digunakan tergantung kepada bagaimana hasil akhir yang ingin diketahui seperti bagaimana hubungan terjadi dalam penyebaran berita, penciptaan inovasi, penyelesaian pekerjaan, diskusi peningkatan kompetensi dan lainnya. Hasil survey kemudian dianalisis menggunakan tools dan perhitungan matematika. Tenang saja, tools yang ada tersedia gratis dan memiliki komunitas yang selalu siap membantu jika kita menemukan masalah. Saya akan membahas tools ini di artikel terpisah.

Kunci dari SNA sebenarnya bukan dari analisis tersebut tetapi dari bagaimana kita melihat dan mengambil kesimpulan dari hasil analisis. Disinilah aspek sosial dan pengetahuan terhadap karakteristik network berperan penting. Interpretasi yang didapatkan sangat tergantung pada bagaimana kita melihat data tersebut sebagai suatu kesatuan ataupun bagian-bagian terpisah. Pada akhirnya rekomendasi terhadap perbaikan untuk menjawab permasalahan awal adalah nilai tambah yang bisa memberikan perbedaan. Sejujurnya, sebagian besar praktisi SNA memiliki kekurangan dalam aspek interpretasi dan rekomendasi. Wajar saja mengingat praktisi SNA sebagian besar ialah akademisi yang kurang memahami bagaimana mengaplikasikan rekomendasi SNA agar memberikan nilai tambah. Ini juga mengapa SNA kemudian memiliki cabang baru yang lebih berfokus pada aplikasi di organisasi formal dan informal seperti bisnis, yaitu Organizational Network Analysis (ONA).

Cabang SNA inilah yang lebih banyak saya tekuni mengingat profesi saya sebagai konsultan dalam bidang Knowledge Management. Aplikasi ONA dalam KM lebih banyak untuk optimalisasi aliran pengetahuan dengan cara mengetahui hambatan dan isolasi pengetahuan, individu yang memiliki kompetensi (Subject Matter Experts) serta meningkatkan kolaborasi antara individu. Kita akan membahas aplikasi ONA dalam organisasi dan bisnis pada artikel selanjutnya.    



0 comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...