Di tulisan sebelumnya kita sudah membahas tentang apa itu social network, bentuknya dalam
organisasi, serta bagaimana peranan social
network dalam keseharian kita. Artikel ini akan lebih banyak mengungkap
potensi social network dalam
pekerjaan atau kehidupan sehari-hari serta konsep dasar dari Social network Analysis (SNA).
Social network secara singkat menggambarkan bagaimana
hubungan dan interaksi berjalan antara individu di organisasi ataupun
perusahaan. Interaksi tersebut dapat menjadi berbeda tergantung bagaimana kita
memandangnya dan hasil yang ingin didapatkan. Contohnya ialah social network di sebuah unit kerja dan
kehidupan pribadi kita.
Dari satu objek, kita bisa mendapatkan banyak sekali jenis social network. Social network di pekerjaan misalnya. Bentuk social network yang dihasilkan karena kebutuhan penyelesaian
pekerjaan akan berbeda dengan social
network yang dihasilkan dari penyebaran berita atau gossip. Perbedaaan ini
terjadi karena alasan sederhana. Kita cenderung memilih dengan siapa akan
berinteraksi. Rekan kerja yang kita butuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan bisa
saja berbeda dengan rekan kerja yang kita anggap sahabat dan nyaman untuk
bercerita. Begitupun ketika kita ingin bertanya hal teknis, diskusi ide,
menyelesaikan tugas yang tertentu atau sharing
pengetahuan. Kita, suka atau tidak suka, telah mengidentifikasi dan memilih
dengan siapa akan berinteraksi dan untuk urusan apa. Sedikit menyebalkan
memang, tetapi itulah nature manusia
modern.
Sifat itulah yang mendasari Google membuat fitur Circle dalam aplikasi social
medianya, Google Plus. Google sadar bahwa kita tidak ingin status “galau”
yang kita tuliskan dibaca oleh bos atau klien. Begitupun kita tidak ingin
posting motivasi atau terkait pekerjaan dikotori oleh beberapa teman yang tidak
bisa menempatkan kata-kata pada tempatnya. Ya, walaupun tidak banyak dari kita
yang menggunakan social media sebagai
media branding personal tetapi tetap ada beberapa orang yang menggunakan social media sebagai tempat berkumpul
dengan komunitas professional. LinkedIn contohnya. Social media ini lebih banyak ditujukan untuk professional atau
entrepreneur yang hendak meluaskan jaringan pekerjaan dan peningkatan
kompetensi. Contoh lainnya ialah beberapa perusahaan (korporasi atau personal)
yang menggunakan Facebook sebagai media berhubungan dengan klien dan
customer nya.
Hal yang tidak jauh berbeda juga terjadi dalam kehidupan sehari-hari.
Terkadang kita menghindari berbicara terkait pekerjaan atau topik tertentu
dengan beberapa orang. Entah karena perbedaan kebutuhan atau sekedar melupakan
kerumitan dengan berdiskusi topik yang lebih ringan. Kita tidak berdiskusi
bagaimana maintain client dengan
pasangan atau berdiskusi tentang sepeda di komunitas motor. Kita melakukan ini.
Sadar atau tidak. Suka atau tidak. Ini adalah hasil dari keteraturan dan keterbukaan
informasi yang terkadang membuat kita berkumpul dengan individu yang memiliki
kesukaan berbeda-beda.
Fakta yang menarik ialah ternyata dalam social network yang berbeda-beda tersebut sebenarnya ada
pengetahuan, kesempatan, potensi dan kekuatan yang terkadang tidak kita sadari.
Saya sering sekali mendapatkan kesempatan dan ilmu dari orang yang terkadang
tidak disangka-sangka. Pekerjaan contohnya. Tawaran untuk bekerja sebagai
konsultan saya dapatkan dari seorang teman yang secara kebetulan juga memiliki
teman lain yang butuh pengganti dirinya sebagai konsultan di KMPlus. Semua
terlihat kebetulan dan tidak direncanakan tetapi itulah kekuatan sebuah social network. Inilah potensi
sebenarnya dari social network.
Informasi dan pengetahuan sebenarnya kita dapatkan dari network itu sendiri. Bukan dari yang kita ketahui atau orang lain
ketahui. No one knows everything, everyone knows
something while all knowledge resides in humanity. Potensi yang besar
tersebut hanya dapat terjadi jika social
network saling berhubungan. Bayangkan jika saya tidak berdiskusi dengan
teman saya tersebut dan dia juga tidak ngobrol via YM dengan teman SMUnya. Saya
pasti masih terjebak dalam dunia marketing
entah untuk berapa tahun lagi.
Kasus yang sama juga terjadi di organisasi formal dan terstruktur
seperti perusahaan. Terkadang kita tidak menyadari bahwa orang yang terletak
beberapa kubikal dari kita bisa jadi jalan keluar dari permasalahan pekerjaan
yang sudah lama kita cari-cari. Sepele mungkin, tetapi jika berbicara dalam
konteks perusahaan, keterlambatan penyelesaian masalah bisa berdampak pada
kerugian bahkan kehilangan bisnis. Hal ini terjadi pada perusahaan tempat
senior saya bekerja sebelumnya. Perusahaan tersebut adalah salah satu operator
yang cukup ternama di Indonesia. Saat itu timnya sedang kebingungan mengatasi
masalah interkoneksi jaringan yang berdampak pada voice call yang terus terputus. Masalah ini sudah sudah sedemikian rumit
sehingga tim memutuskan meminta bantuan salah satu vendor. Sayangnya vendor
juga tidak bisa banyak membantu tetapi mereka tahu siapa orang yang bisa
menyelesaikan masalah tersebut. Anda tahu siapa orang tersebut ? Dia ada di
perusahaan yang sama, lantai yang sama, hanya berbeda divisi, duduk tidak lebih
10 kubikal dari tim tersebut.
Hal serupa juga terjadi pada perusahaan sekelas Sempra Energy yang
memiliki revenue mencapai 12 milyar
USD. Pada satu titik, penjualan mereka menurun dan divisi marketing disalahkan karena tidak tercapainya target. Manajemen pun
memutuskan pendekatan social network analysis sebagai salah satu alat untuk
mengidentifikasi masalah. Mereka menemukan bahwa ternyata marketing yang selalu berhubungan dengan pelanggan kurang mampu
memberikan penjelasan teknis dan problem
solving yang dibutuhkan sehingga solusi pun tidak tepat dan pelanggan mulai
berpindah. Marketing sebagai front liner
diketahui terpisah dari para researcher
dan programmer, pihak yang mengerti
kebutuhan pelanggan dan solusinya secara menyeluruh. Hasil analisis juga
memperlihatkan bahwa researcher dan programmer sebagian besar terpisah dari social network untuk penyelesaian
pekerjaan. Jika ada, hanya beberapa orang dengan jabatan tinggi yang terus
menerus diakses oleh marketing dan divisi lainnya sehingga terjadi penyumbatan (bottleneck) informasi. Sebagai sebuah
perusahaan yang menekankan pada solusi, hal ini adalah masalah besar. Manajemen
pun melakukan beberapa langkah strategis diantaranya menguatkan kolaborasi
antara marketing dan researcher serta programmer. Hasilnya, revenue
kembali meningkat dan isolasi atas researcher
dan programmer menurun.
Network dalam Perspektif Social Network Analysis
Bagaimana cara memanfaatkan network
? Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka kita sebaiknya mengetahui komponen network dalam social network analysis.
Network didefinisikan sebagai sekumpulan actor/nodes yang dihubungkan oleh ties/links. Actor/nodes adalah kita, individu yang terlibat dalam sebuah network dan ties/links adalah hubungan dan interaksi yang terjadi antara kita
dengan individu lainnya dalam sebuah network
(jaringan). Nodes juga dapat berupa departemen,
stakeholder (customer, regulator, vendor), atau organisasi lain. Tergantung
bagaimana kita hendak melakukan analisis. Ties
(hubungan) juga berbeda-beda tergantung tujuan dan kebutuhan. Bisa berupa
tugas, saran, keahlian, informasi strategis, prosedur, hingga kedekatan
emosional (pertemanan atau percintaan).
Social Network Analysis (SNA) berpendapat bahwa hubungan
antar nodes sesuatu yang penting. Fokus
SNA untuk mengetahui actor/nodes yang
terlibat dan bagaimana hubungan terjadi. Dengan siapa actor terhubung, seberapa
kuat hubungan terjadi, seperti apa hubungan terjadi, apakah hubungan terjadi
satu arah atau dua arah, bagamana hubungan difasilitasi, melalui media apa
hubungan terjadi hingga ke aplikasi lainnya seperti siapa yang memiliki
hubungan (ties) paling banyak, siapa
yang terisolasi dalam networks,
bagaimana jarak (gap) dan rentang (length) antar masing-masing nodes, dimana terjadi bottleneck, siapa yang menjadi key player dan sebagainya.
Yang menarik dari SNA ialah kemampuannya menterjemahkan network dan dinamika didalamnya menjadi
bentuk yang terukur dan dapat dipertanggung jawabkan.Hal tersebut karena ilmu
dasar SNA adalah statistika. Jacob Levy Moreno pada awal tahun 1930 tercatat
sebagai praktisi yang pertama kali menggunakan istilah social network analysis dalam papernya. Pada awalnya SNA adalah
kumpulan data statistika yang diolah sedemikian rupa sehingga terlihat hubungan
antara satu data dan lainnya. Kemudian berkembang menjadi cabang ilmu
statistika baru yang disebut sebagai sociology
statistic. Cabang ilmu yang tidak hanya mengedepankan data sebagai acuan
tetapi menggunakan ilmu-ilmu social, khususnya psikologi dan sosiologi untuk
melihat kaitan dan menginterpretasikan data tersebut.
Kemampuan SNA dalam memberikan bukti konkrit ini yang kemudian menarik
banyak pihak untuk menggunakannya secara luas. Fleksibilitas SNA dalam
menganalisis bentuk hubungan membuat aplikasi SNA digunakan tidak hanya di
organisasi yang mencintai data seperti bisnis, tetapi juga pada dunia militer,
kepolisian, pendidikan, counter terrorism,
bahkan politik.
Data dasar SNA sebagian besar didapatkan dari hasil survey terhadap
anggota network. Pertanyaan yang
diberikan didesain untuk mengetahui bagaimana hubungan terjadi, dengan siapa
hubungan dilakukan, seberapa besar kekuatan hubungan antara nodes/actor, hingga media yang
digunakan. Aspek lainnya dapat digunakan tergantung kepada bagaimana hasil
akhir yang ingin diketahui seperti bagaimana hubungan terjadi dalam penyebaran
berita, penciptaan inovasi, penyelesaian pekerjaan, diskusi peningkatan
kompetensi dan lainnya. Hasil survey kemudian dianalisis menggunakan tools dan perhitungan matematika. Tenang
saja, tools yang ada tersedia gratis
dan memiliki komunitas yang selalu siap membantu jika kita menemukan masalah. Saya
akan membahas tools ini di artikel
terpisah.
Kunci dari SNA sebenarnya bukan dari analisis tersebut tetapi dari
bagaimana kita melihat dan mengambil kesimpulan dari hasil analisis. Disinilah
aspek sosial dan pengetahuan terhadap karakteristik network berperan penting. Interpretasi yang didapatkan sangat
tergantung pada bagaimana kita melihat data tersebut sebagai suatu kesatuan
ataupun bagian-bagian terpisah. Pada akhirnya rekomendasi terhadap perbaikan
untuk menjawab permasalahan awal adalah nilai tambah yang bisa memberikan
perbedaan. Sejujurnya, sebagian besar praktisi SNA memiliki kekurangan dalam
aspek interpretasi dan rekomendasi. Wajar saja mengingat praktisi SNA sebagian
besar ialah akademisi yang kurang memahami bagaimana mengaplikasikan
rekomendasi SNA agar memberikan nilai tambah. Ini juga mengapa SNA kemudian
memiliki cabang baru yang lebih berfokus pada aplikasi di organisasi formal dan
informal seperti bisnis, yaitu Organizational
Network Analysis (ONA).
Cabang SNA inilah yang lebih banyak saya tekuni mengingat profesi saya
sebagai konsultan dalam bidang Knowledge Management. Aplikasi ONA dalam KM
lebih banyak untuk optimalisasi aliran pengetahuan dengan cara mengetahui
hambatan dan isolasi pengetahuan, individu yang memiliki kompetensi (Subject Matter Experts) serta
meningkatkan kolaborasi antara individu. Kita akan membahas aplikasi ONA dalam
organisasi dan bisnis pada artikel selanjutnya.
0 comments:
Post a Comment