Apa yang kita tahu tentang Knowledge Management ?

Binatang apa knowledge management itu? Satu hal yang pasti. KM menarik, menyenangkan, berbagi dan paling penting, memberikan nilai tambah.

Apa yang paling penting di organisasi?

Jika kita terlibat di organisasi, apa aset yang paling penting? Fasilitas, komputer, meja atau orang-orang yang berkompetensi di bidangnya? Temukan jawabannya disini

Apakah yang diatas selalu paling hebat?

Dalam organisasi formal yang terdapat atasan, rekan, dan bawahan, terkadang ada beberapa orang yang lebih banyak disukai dan dicari dibandingkan orang lain. Anehnya, orang itu tidak selalu atasan. Terkadang, dia hanya orang biasa. Network Analysis membantu kita mengidentifikasi mereka

Butuh referensi tentang Knowledge Management?

"Ilmu itu hanya milik Tuhan", kata seorang bijak. Jadi, kenapa harus menyimpannya untuk diri sendiri ? Lets share !

About Me

Ok, this section is not important. Tapi jika anda punya semangat dan ketertarikan yang besar dibidang KM, maka kita bisa lebih mengenal.

Wednesday, October 31, 2012

Merawat CoP Part I : Conduct Core Planning (Perencanaan Inti)



Pernah dengar istilah ATM nya anak SMK ? Yup, kata tersebut berarti Amati, Tiru, Modifikasi. Pendekatan tersebut sangat sering digunakan, tidak hanya di pendidikan tetapi juga dunia bisnis. Donny Pramono, founder Sour Sally mengatakan hal yang tidak jauh berbeda. “Never reinventing the wheel” sebutnya. Hal yang sama akan kita lakukan ketika memulai CoP.

Conduct Core Planning atau Perencanaan Inti adalah tahapan awal dimana identitas tersebut ditentukan. Mengacu pada konsep ATM, yang kita akan lakukan pertama ialah mengamati ciri-ciri komunitas yang sudah mapan, menirunya dalam bentuk Conduct Core Planning serta melakukan modifikasi sesuai dengan kebutuhan komunitas.

Guide ini dibuat melalui pengamatan terhadap bentuk komunitas yang sudah mapan, sukses, dan memiliki tingkat militansi yang tinggi. Sebagai awalan, kami mengacu pada CoP Practicioner Guide milik NAVSEA kemudian kami membawanya ke tingkatan yang lebih tinggi lagi. Yang kami lakukan ialah mengamati komunitas yang sudah dewasa, menguji konsep dan ide dari berbagai sumber, mengevaluasi metode dan bertanya lebih banyak lagi pada anggota komunitas tersebut. Pada akhirnya kami menemukan bahwa ada beberapa aspek yang selalu ada pada sebuah komunitas yang sudah mature.

Paling utama ialah komunitas yang sudah mapan memilki identitas yang jelas. Identitas tersebut diketahui dan dipahami oleh seluruh anggota. Identitas tersebut berupa kejelasan tujuan komunitas, faktor apa yang memberikan nilai lebih, topik diskusi apa yang seharusnya dibicarakan, etika dan aturan main yang harus dihormati, bagaimana seharusnya berinteraksi, cara menanggapi pertanyaan dan jawaban, penghormatan atas aturan, dan sebagainya.

Untuk mempermudahnya, kami menentukan 4 (empat) identitas yang harus ditetapkan, yaitu (1) Purpose (Tujuan); (2) Knowledge Focus (Pengetahuan yang menjadi Fokus); (3) Success Criteria (Kriteria Sukses); (4) Value and Norms (Panduan dan Aturan Main yang berlaku). Lets lay it one at a time.

Purpose (Tujuan)
Bagi semua inisiatif, baik pekerjaan atau personal, tujuan adalah kunci keberhasilan. Semakin jelas, semakin detail, semakin terukur tujuannya, maka semakin besar juga tingkat bertahan hidup komunitas tersebut. Tujuan juga diharapkan dapat menjawab pertanyaan tentang bagaimana cara menterjemahkan konsep ‘komunitas’ agar bermanfaat bagi organisasi dan para anggotanya serta bagaimana cara memfasilitasi anggota dengan beragam latar belakang dan lokasi menjadi sumber pengetahuan yang relevan yang bisa digunakan oleh komunitas

Yang juga tidak boleh dilupakan ialah bahwa tujuan komunitas harus memiliki nilai tambah bagi anggotanya. “Apa manfaatnya bagi saya ?”. Intinya, jika ada seseorang diluar sana mendengar tentang komunitas Anda, dia haruslah tertarik ketika mendengar pernyataan tujuan komunitas tersebut. Jika Anda berhasil membuatnya tertarik dan ikut bergabung, maka tujuan Anda sudah pada jalur yang benar.

Beberapa CoP yang kami bantu inisiasinya menyatakan tujuan komunitas mereka dalam beberapa kalimat seperti meningkatkan pengetahuan mengenai topik tertentu; pemecahan masalah praktis; mendapatkan sertifikat atau keahlian; mengaplikasikan teori atau meningkatkan pemahaman. Tujuan CoP yang Anda bentuk bisa saja sama atau berbeda. Tergantung arahan dan kebutuhan organisasi serta anggotanya.

Pertanyaan yang kerap muncul ialah tentang cara kita menerima semua ide dan memenuhi harapan tujuan semua orang ? Tentu saja kita tidak bisa melakukan itu. Tetapi juga bukan berarti kita tidak perlu menentukan tujuan tersebut. Ingat bahwa tujuan Sponsored CoP ialah membantu terbentuknya komunitas. Nantinya pada sesi CoP yang telah berjalan, tujuan tersebut dapat di evaluasi kembali oleh anggota komunitas dan jika merasa tujuan tersebut tidak sesuai dengan kebutuhan maka tujuan dapat diubah. Tentu saja tujuan baru tetap harus pada jalurnya, yaitu sesuai dengan pengetahuan penting.

Knowledge Focus (Fokus Area Pengetahuan)
Fokus area pengetahuan diibaratkan seperti sebuah gawang dalam permainan sepak bola. Apapun caranya, bagaimana pun metodenya, seluruh anggota tahu bahwa bola harus masuk ke gawang. Sama seperti knowledge focus. Apapun topik pembahasan, masalah yang ingin diselesaikan, pengetahuan yang akan ditingkatkan, maka pada akhirnya haruslah dihubungkan dengan knowledge focus. Sama seperti sepeda yang dibawa ke komunitas fotografi. Yang dibahas bukan setting sepeda tetapi teknik fotografi yang sesuai untuk memfoto sepeda tersebut.

Cara yang paling mudah untuk menentukan knowledge focus ialah dengan mengacu pada hasil pemetaan pengetahuan (knowledge mapping). Jika organisasi Anda belum melakukan knowledge mapping, maka cobalah langkah singkat ini. Anda dapat memulai dengan mengidentifikasi proses bisnis apa yang paling penting bagi organisasi sehingga jika proses bisnis tersebut tidak dilakukan, maka bisnis akan berhenti atau terganggu. Kemudian dari proses bisnis penting tersebut, Anda identifikasi aktivitas apa yang dibutuhkan untuk menyelesaikan proses bisnis tersebut. Langkah terakhir, tentukan pengetahuan apa yang dibutuhkan untuk melaksanakan aktivitas tersebut. Voila, you have your knowledge focus now !

Untuk membantu CoP yang baru terbentuk, sebaiknya Anda membuat beberapa topik turunan dari knowledge focus. Ini akan membantu komunitas dalam sesi sesi awal mereka. Sebagai entitas yang baru saja lahir, anggota komunitas masih memerlukan Bantuan hingga mereka cukup nyaman menentukan topik yang lebih mereka butuhkan. Sebagai contoh, jika knowledge focus yang ditetapkan ialah marketing, maka topik yang bisa diusulkan diantaranya, “Menangani Complain dari Pelanggan”; “Menciptakan Customer Retention”; “How to Marry Your Customer” dan sebagainya. Cara penentuan topik diskusi akan kita bahas dalam artikel lainnya.

Success Criteria (Kriteria Sukses)
Cara yang paling mudah menggambarkan success criteria adalah hasil akhir yang ingin kita capai ketika sesi CoP selesai. Hasil akhir tersebut bisa berupa jumlah peserta yang terlibat, kualitas interaksi dan diskusi, pengetahuan yang bertambah, atau masalah yang berhasil diselesaikan. Kriteria sukses sangat tergantung pada kebutuhan dan harapan anggota. Pada akhir sesi, champion atau anggota komunitas lainnya melakukan sesi diskusi singkat untuk mengukur apakah sesi yang sudah berjalan sudah sesuai dengan success criteria atau perlu peningkatan.

Terkadang, success criteria juga menjadi titipan manajemen untuk mengevaluasi pelaksanaan CoP. Well, pada akhirnya Sponsored CoP merupakan inisiatif manajemen dan mereka berhak untuk mendapatkan bukti keberhasilan dari CoP tersebut. Saran saya, jangan menetapkan target pekerjaan pada CoP. Ingat bahwa CoP bertujuan untuk memberikan sarana sharing, arena praktek ide dan inovasi serta mengembangkan pengetahuan, bukan untuk mempercepat pencapaian target atau menyelesaikan masalah di meeting. Knowledge workers need refreshing place where they could mingle and socialize. Kita berharap mereka bisa memenuhi kebutuhan sosial tersebut dengan aktivitas positif seperti sharing dan belajar.

Value and Norms (Panduan dan Aturan Main yang berlaku)
Jika knowledge focus adalah gawang maka values and norms adalah peraturan dan kode etiknya. Seinformal apapun sebuah organisasi, aturan adalah hal yang wajib ada. Begitupun dalam CoP. Hanya saja dalam CoP, aturannya sedikit berbeda dengan organisasi formal. Dalam komunitas, aturan merupakan hasil kesepakatan antara anggota komunitas. Jika dianalogikan dengan sepakbola, maka values adalah peraturan sedangkan norms adalah etika yang berlaku. Value and norms singkatnya adalah hal-hal yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan (Do and Don’t).

Beberapa CoP yang kami bantu, merumuskan aturan mereka dalam kalimat seperti pelaksanaan tepat waktu, respect to others, No SARA, equality, keterbukaan (openness), no gossip, think positive, dan sebagainya. Value and norms ini akan banyak berguna bagi anggota komunitas selama diskusi berlangsung dan sangat penting untuk diketahui oleh seluruh anggota agar proses diskusi tetap berjalan informal dan fun.

Kita sudah tahu komponen yang perlu ditentukan dalam Conduct Core Planning. Pertanyaannya sekarang, siapa yang harus terlibat dalam Conduct Core Planning ? Ingat bahwa Sponsored CoP bukanlah organisasi yang Anda bentuk dan serahkan ke karyawan. Jika Anda lakukan itu, saya jamin komunitas akan mati dalam hitungan bulan, bahkan hari. Sebuah komunitas hanya menjadi komunitas jika memiliki anggota dan anggota hanya akan ada jika mereka dilibatkan sejak awal pembentukannya.

Di lain pihak, kita juga tidak mungkin mengumpulkan semua anggota untuk memulai. Ada keterbatasan waktu, tenaga dan perbedaan kepentingan yang dapat menghambat terbentuknya komunitas. Untuk itulah kita memerlukan beberapa pihak yang dapat mendukung CoP sekaligus dapat mewakili kepentingan komunitas. Merekalah The Man Behind The Curtain, para elite member, agent of change, core team yang mengawal CoP menjalani masa-masa awalnya. Kita akan bahas ini di tulisan selanjutnya.

Tuesday, October 30, 2012

Ngobrol tentang Community of Practice (CoP) Part II : Memulai dan Merawat CoP



Kita sudah tahu pentingnya komunitas, bentuk komunitas yang seharusnya dikembangkan, perbedaan komunitas dengan task force serta bagaimana menghubungkan komunitas dengan kebutuhan bisnis, maka pertanyaan selanjutnya tentu saja bagaimana memulai komunitas tersebut.

Sebelum kita melangkah lebih jauh, satu hal yang perlu saya luruskan. Tujuan akhir keseluruhan artikel ini bukanlah tentang bagaimana membuat komunitas. Tidak, memulai komunitas adalah hal yang sangat mudah. Cukup kumpulkan beberapa orang, buat pertemuan, pilih topik, tunjuk pembicara yang berkompeten, buat acara yang menarik, pilih nama yang kira-kira sesuai lalu buat sesuatu (catatan, video, newsletter) agar hasil kumpul komunitas bisa dilihat oleh orang lain, maka Anda telah sukses membuat suatu komunitas. Mudah kan ?

Do not mistaken my friend. Tantangan kita bukan membuat komunitas tetapi memastikan agar komunitas tetap berjalan, diskusi dan sharing memberikan hasil sekaligus menjaga suasana tetap informal dan fun. Yup, keeping them is the name of the game. Tidak perlu banyak data untuk mengatakan bahwa banyak komunitas yang tanggal pembentukannya sama dengan tanggal kematiannya. Tujuan kita bukanlah membentuk komunitas tetapi mempertahankannya hingga mencapai tingkat kedewasaan. NAVY Seal bahkan mengatakan suatu komunitas baru benar-benar terbentuk ketika umurnya sudah mencapai satu tahun.

Bayangkan, satu tahun dan kita baru bisa mendapatkan hasil yang diinginkan. Itulah mengapa hampir seluruh referensi tentang komunitas dan CoP tidak menggunakan kata “creating” atau “membuat” dalam panduannya tetapi “nurturing” dan “sustaining” atau “merawat” dan “menjaga” ketika mengacu pada komunitas dan CoP

Memang pada akhirnya keberhasilan komunitas sangat tergantung pada kondisi dan lingkungan anggota komunitas tersebut. Jika kebutuhan terhadap komunitas sudah ada pada masing-masing anggota, kesamaan minat sudah terbentuk serta tingkat pengetahuan sudah merata maka komunitas akan lebih cepat memberikan nilai tambah bagi organisasi.

Sebelum membahas bagaimana memulai CoP, saya ingin kita melihat lagi tujuan awal CoP. Seperti sudah kita bahas, CoP sangat lah berguna bagi organisasi dan seterusnya. Masalahnya, tidak seluruh anggota organisasi memiliki kesadaran yang sama sehingga mereka tidak begitu tertarik untuk melakukan sharing. Atau pada kasus lainnya, anggota ingin melakukan sharing tetapi tidak ada media yang tersedia. Kebutuhan ini yang kemudian memunculkan sebuah solusi menarik, sebuah bentuk komunitas sharing informal yang diawali dan didukung oleh top management. Inilah yang dikenal sebagai Sponsored CoP.

Tujuan Sponsored CoP menurut Wenger bukan pada membuat media atau forum yang formal dan penuh prosedur tetapi menguatkan posisi komunitas dalam bentuk yang paling cocok, yaitu sebagai entitas informal. Kata informal adalah kata kuncinya karena tujuan Sponsored CoP bukan membuat forum-forum meeting atau task force baru yang memaksa karyawan terlibat. Tujuannya lebih untuk menyediakan wadah yang memungkinkan sharing secara alami dan menyenangkan sekaligus tetap fokus pada pengetahuan penting bagi organisasi. Singkatnya, syarat utama sebuah Sponsored CoP dan komunitas, adalah informal, fun dan value based.

Ciri komunitas dikatakan informal sangat mudah, yaitu ketika identitas keseharian seperti jabatan, umur, divisi dan sebagainya dilepaskan. Semua setara, hanya tingkat pengetahuan yang membedakan statusnya. Informal menjadi hal penting khususnya bagi manajemen. Terkadang kita merasa dengan kekuatan yang kita miliki, komunitas akan berjalan dengan lebih tertib, lancar dan sukses. Sayangnya ini salah. Kami beberapa kali bahkan menyarankan agar atasan tidak ikut di sesi CoP karena ketika mereka hadir, anggota komunitas justru takut untuk berbicara. Maka demi kelangsungan komunitas, untuk sementara atasan tersebut kami larang untuk datang.

Bagaimana kriteria fun (menyenangkan)? Apakah ada tawa ? Atau banyak bercanda ? Jika itu jawabannya, kami pasti sudah sejak lama bawa badut ke komunitas (Ok, that’s kidding, do not take it seriously). Sebuah komunitas dikatakan fun ketika anggotanya merasa aman dan nyaman mengeluarkan ide dan pendapatnya. Tidak ada yang ide dan pendapat yang salah.  Semua benar, hanya penempatannya yang perlu dilihat. Ini yang disebut sebagai fertile ground for innovation. Di CoP lah akan muncul ide-ide segar tentang bagaimana seharusnya target dan pekerjaan diselesaikan dengan lebih efektif.

Syarat dasar Sponsored CoP ialah value based artinya apapun yang didiskusikan dalam komunitas tersebut, haruslah sesuai dengan kebutuhan organisasi. Value based tidak hanya penting bagi organisasi agar komunitas tidak mensia-siakan sumberdaya perusahaan, tetapi juga penting bagi anggota itu sendiri. Walaupun CoP sifatnya informal dan fun, tetapi jika tidak ada value (nilai tambah) yang didapatkan, maka pada akhirnya anggotanya akan pergi. “Buat apa saya datang ? Toh itu hanya kumpul dan ngobrol biasa. Lebih baik saya kerja atau pulang kerumah”.

Kalimat tersebut, mau atau tidak mau memaksa kita untuk selalu menempatkan value based sebagai prioritas utama dalam CoP. Ibaratnya, value based adalah angka 1 sedangkan informal dan fun adalah angka 0. Semakin banyak angka 0 maka nilainya semakin besar. 1 menjadi 10 lalu menjadi 100 dan seterusnya. Tetapi jika angka 1 tidak ada, sebanyak apapun angka 0, nilainya akan tetap 0. Inilah tantangan sebenarnya dari Sponsored CoP, yaitu bagaimana kita mempertahankan angka 1 (value based) dengan tetap meningkatkan nilainya melalui angka 0 (informal dan fun).

Berdasarkan pengalaman, kunci sukses atau tidaknya sebuah CoP sangat tergantung bagaimana persiapan sebelum melaksanakan sesi pertamanya. Sesi awal CoP sama seperti proses kelahiran bayi. Sebelum proses kelahiran, anggota inti (core member) harus mempersiapkan segala sesuatunya sehingga ketika “bayi” tersebut lahir, dia dapat bertahan hidup.

Victory loves preparation. Begitupun CoP. Begitu pentingnya sesi awal CoP, tim kami memerlukan sesi workshop tersendiri untuk memastikan sesi awal berjalan. Begitupun ketika sesi awal dilaksanakan bahkan hingga ke 3 sesi awal, sebisa mungkin kami memantau proses berjalannya CoP. “Bayi” yang baru lahir tentu saja tidak bisa langsung berdiri dan merawat dirinya sendiri, bukan?  

Kembali ke persiapan sebelum sesi pertama CoP, secara singkat ada 3 tahapan yang perlu dilakukan, yaitu (1) PersiapanPerencanaan Inti (Conduct CorePlanning); (2) Mempersiapkan Sesi Awal (Prepare Initial Workshop); serta (3) Melaksanakan Sesi Awal (Launch Initial Workshop). Pembahasan masing-masing tahapan tersebut akan disajikan dalam beberapa artikel terpisah. Di artikel pertama, saya akan lebih banyak membahas Conduct Core Planning, tahapan penting untuk menetukan identitas komunitas. Artikel selanjutnya akan banyak berbicara tentang The Man Behind The Curtain, individu-individu yang menentukan kesuksesan CoP. Terakhir, saya akan membahas tentang bagaimana melaksanakan sesi awal dan lebih penting, bagaimana mempertahankan kelangsungan CoP hingga mencapai tingkat kedewasaannya. 

Wednesday, October 3, 2012

Ngobrol tentang Community of Practice (CoP) Part 1



Komunitas seperti apa yang harus dikembangkan ? Apa perbedaan komunitas dengan gugus kerja (task force) dan meeting ? Bagaimana mengaitkan komunitas dengan kebutuhan organisasi ? Pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah bahan obrolan kita di artikel kali ini. Lets lay it down one at a time.

Komunitas seperti apa yang harus dikembangkan ?
Bisnis memerlukan komunitas. Kita sudah membahas alasan tersebut di artikel sebelumnya. Tetapi komunitas seperti apa ? Komunitas arisan bulanan ? Para bikers dan goweser ? Atau kumpul-kumpul ahli hisap alias perokok di warung kopi lantai basement kantor ? Jangan salah, contoh-contoh tersebut adalah bentuk komunitas juga. Kita menyebut komunitas hobi tersebut sebagai Community of Interest (CoI). Komunitas sosial yang cenderung terkait erat dengan pertemanan dan kesamaan minat.

Bagi bisnis, komunitas tersebut tidak banyak berguna selain untuk memberikan apresiasi hobi karyawan dan memperet hubungan sosial. Tapi dampaknya untuk bisnis ? Peningkatan nilai tambah dan penciptaan inovasi ? Seperti kita tahu, bisnis selalu menuntut profit dan profit hanya bisa dihasilkan melalui nilai tambah. Oleh karena itu, komunitas yang dikembangkan di bisnis haruslah memiliki hasil akhir berupa peningkatan nilai tambah dan inovasi. 

Lalu komunitas apa yang harus dikembangkan ? Salah satu solusinya apa yang kita sebut sebagai Community of Practice (CoP). Seperti namanya, CoP terdiri dari para praktisi dan individu yang memiliki sesuatu untuk dipraktekkan. Etienne Wenger, salah seorang praktisi komunitas yang dikenal sebagai Bapak CoP memberikan definisi yang lebih jelas, yaitu

Communities of practice (CoP) are groups of people who share a concern or a passion for something they do and learn how to do it better as they interact regularly”.

Menurut Wenger dasar dari semua komunitas, khususnya CoP, ialah kebutuhan untuk belajar dan kesamaan minat terhadap suatu permasalahan. Tanpa keinginan untuk belajar dari diri sendiri dan kesamaan minat anggotanya, sebuah komunitas tidak akan berlangsung lama. Bahasa mudahnya ialah komunitas harus memiliki sesuatu yang menarik orang lain diluar anggota, sesuatu yang dapat bermanfaat bagi mereka dan tidak hanya sekedar berkumpul atau bersosialisasi. Kesamaan minat ini bisa berupa profesi, kompetensi, pengetahuan, spesialisasi, hubungan social, atau pengembangan jaringan. Roan Yong dalam bukunya Social Collaboration mengatakan, “a smarter way to get sustained collaboration is, to align individual’s interest with the bigger objective”. Pada akhirnya, kunci dari komunitas yang terus tumbuh dan berkembang ialah pada keselarasan minat anggotanya untuk mencapai tujuan yang lebih besar. Dan itulah PR besar kita para KMers

Topik yang menarik lainnya ialah bagaimana sebenarnya sebuah CoP berjalan dan berinteraksi. Untuk menjelaskan lebih detail interaksi CoP, saya mengutip definisi dari Wikipedia.

“The process of social learning that occurs when people who have a common interest in some subject or problem collaborate over an extended period to share ideas, find solutions, and build innovations.” 

CoP adalah sebuah proses belajar dengan konsep sosial. Bingung ? Berikut contoh sederhananya. Anda pasti pernah belajar kelompok. Biasanya kita belajar kelompok ketika ada PR yang sangat sulit atau ketika mau ujian. Kenapa kita belajar kelompok ? Untuk kasus ketika mau ujian, kita belajar kelompok karena tidak mengerti apa yang diajarkan dosen di kelas. Dengan belajar kelompok, teman-teman yang lain akan menjelaskan materi-materi yang tidak dimengerti dan entah bagaimana pelajaran yang tampaknya susah di kelas, menjadi mudah. Ketika belajar kelompok, tidak ada satu orang yang secara khusus menjadi guru. Semua ikut serta, dan saling membantu menjelaskan satu sama lain. Kita juga tidak malu untuk secara spontan bertanya dan minta penjelasan lebih jika ada yang tidak dimengerti. Suasana belajar pun lebih menyenangkan karena kita bersama teman-teman yang sudah dikenal dengan baik.

Inilah maksud dari belajar secara sosial. Alasan mengapa kita bisa dengan nyaman bertanya tanpa takut atau meminta penjelasan yang lebih lambat karena ada kedekatan sosial dan emosi antara anggota kelompok. Kita bisa belajar dengan cepat dan mau saling berbagi ilmu karena tingkat kepercayaan yang tinggi antara satu sama lain. Selain itu, kita juga merasa ada kesamaan derajat. Sama-sama siswa yang berusaha mendapatkan nilai bagus di ujian nanti, bukan guru yang posisinya lebih tinggi dan biasanya ditakuti. Selain itu, interaksi sosial yang baik selama proses belajar kelompok juga menentukan keberhasilan belajar tersebut. Bayangkan jika ada satu orang anggota yang terlalu mendominasi dan menjadi “guru galak” baru. Belajar kelompok yang awalnya menyenangkan akan berubah menjadi kelas yang membosankan dan tidak efektif. Atau ada salah seorang anggota karena malas malah mengajak yang lain jalan-jalan ke mall daripada belajar. Fokus yang awalnya untuk mendapatkan nilai bagus di ujian, menjadi terpecah oleh godaan film bioskop terbaru. 

Hal yang sama dengan CoP. Keberhasilan sebuah komunitas sangat tergantung terhadap hubungan sosial antar anggotanya yang dibangun atas tingkat kepercayaan, kesamaan tujuan dan minat, serta kesetaraan (equality) antara masing-masing anggotanya. Hanya jika syarat tersebut terpenuhi, CoP dapat berjalan dengan baik, terus berlanjut, dan memberikan nilai tambah bagi anggotanya.

Apa perbedaan komunitas dengan gugus kerja (task force) dan meeting ?
Pertanyaan ini sering sekali saya dengar dari klien kami. Sebagai sebuah organisasi berbasis profit, bisnis sudah memiliki mekanisme untuk menyelesaikan masalah dan menciptakan inovasi. Bentuknya bisa spontanitas seperti meeting atau struktur fungsional organisasi seperti departemen dan gugus kerja (task force). Komunitas membawa itu semua ke tingkatan yang lebih tinggi. 

Banyak sumber yang menerangkan tentang perbedaaan komunitas, dalam hal ini CoP dengan struktur fungsional. Saya mengambil salah satunya menurut David Gurteen :


Perbedaan-perbedaan tersebut berdampak pada perbedaan interaksi antara CoP dan Task Force. Karena didasarkan pada suasana informal, santai, tidak adanya keterikatan dan tingkat kepercayaan anggota yang tinggi, kualitas pengetahuan yang dibagi juga berbeda. Sama seperti kerja kelompok dan kelas yang menegangkan, kita seringkali merasa takut untuk berbicara dan mengeluarkan isi pikiran dalam forum yang sifatnya formal dan terstruktur seperti meeting atau task force. Ada ketakutan akan berbuat salah, kehilangan “muka” dihadapan atasan, ketakutan akan mempermalukan diri sendiri, ketakutan akan dihakimi oleh rekan kerja serta pikiran negatif lainnya.

Inilah yang membuat ide, kreatifitas dan inovasi terhambat. Hal ini yang disadari oleh banyak praktisi manajemen dan mereka pun mengembangkan apa yang kita biasa sebut sebagai team engagement. Tujuannya jelas, meningkatkan kepercayaan (trust) agar ketakutan-ketakutan tersebut dapat diminimalisir. Akan tetapi, walaupun team engagement sudah sangat baik sekalipun, ada alasan lain mengapa struktur fungsional tidak bisa mengalahkan komunitas. Bagaimanapun juga, task force dan sejenisnya dibuat dengan perspektif formalitas dan dalam lingkup organisasi. Task force memiliki keuntungan lebih dalam hal ini karena adanya alokasi sumberdaya yang bisa berupa data, kekuatan untuk mengambil keputusan, mekanisme terstruktur dan organisasi yang jelas. Tetapi hal ini pula yang menyebabkan task force, bahkan dengan tingkat team engagement tertinggi pun tidak bisa mengalahkan komunitas. Segala sesuatu yang dibentuk dengan pendekatan dan pola pikir formal akan menghasilkan kekakuan dan interaksi yang menuntut struktur serta hasil yang bisa dipertanggung jawabkan. 

Pada akhirnya, interaksi yang terjalin pun akan menimbulkan ketakutan dan tekanan-tekanan bagi anggotanya yagn menghambat proses belajar dan penciptaan nilai tambah. Ini mengapa sebelum memulai komunitas kita perlu melihat tujuan yang akan dicapai. Jika tujuannya untuk menyelesaikan pekerjaan dan mencapai target, maka bentuklah task force dan maksimalkan team engagement di dalamnya. Tetapi pilihlah komunitas jika tujuannya untuk meningkatkan pengetahuan, kompetensi dan efektifitas pelaksanaan pekerjaan. Komunitas hanya cocok digunakan jika anda tidak mengharapkan hasil (produk atau jasa) secara cepat. Komunitas bisa memberikan hasil secara cepat hanya jika sudah dewasa dan untuk mencapai tingkat kedewasaan tersebut membutuhkan waktu dan investasi yang tidak sedikit.  

Keunggulan komunitas seperti CoP juga terletak pada fanatisme anggotanya. Komunitas yang sudah dewasa akan memiliki anggota yang sangat berdedikasi. Mereka terikat dan rela melakukan apa saja bagi komunitasnya. Bahkan pada level tertinggi dan bagi beberapa orang, komunitas menjadi lebih penting dari pekerjaan itu sendiri. Anda mungkin sering melihat ada beberapa rekan kerja yang tetap datang ke kantor lama mereka hanya sekedar untuk berkumpul dengan komunitasnya. Mereka tidak datang untuk bertemu dengan mantan bos atau mantan bawahan. Mereka datang karena keterikatannya pada komunitas.

Fenomena ini sebenarnya bisa dijelaskan dari motif pembentukan komunitas. Sebagai sebuah inisiatif, anggota komunitas memilki motif yang berbeda dari task force atau struktur fungsional lainnya. Komunitas terbentuk karena adanya kebutuhan pada aktualisasi diri dan penghargaan. Ingat Teori Kebutuhan Manusia Abraham Maslow ? Yup, aktualisasi diri ada pada tingkat pertama, jauh diatas kebutuhan fisik seperti uang dan sejenisnya. Ada buku menarik dari Dan Pink berjudul Drive. Buku tersebut menjelaskan bahwa ternyata uang pada tahapan tertentu bukan yang mendorong kita untuk melakukan sesuatu. Jika membaca buku dirasa terlalu lama, ada sebuah video di YouTube yang menjelaskan intisari buku tersebut. Silahkan lihat disini

Bagaimana mengaitkan komunitas dengan kebutuhan organisasi ?
Pertanyaan ini membuat kita kembali ke jenis komunitas yang dibahas sebelumnya. Secara umum, komunitas dibagi menjadi dua, yaitu komunitas yang berdasarkan minat dan hobi (Community of Interest) dan komunitas yang dibangun karena kebutuhan terhadap peningkatan kompetensi dan pengetahuan (Community of Practice). Sebenarnya kedua jenis komunitas ini memiliki dasar sama, yaitu kesamaan minat dan kesukaan (preferences). Yang membedakannya ialah dampaknya pada pekerjaan. Anggota Community of Interest (CoI) memiliki kesamaan minat pada sesuatu yang tidak ada hubungannya dengan pekerjaan. Biasanya berupa hobi, kebutuhan sosial atau spiritualitas, seperti sepeda, fotografi, dan sejenisnya. Community of Practice lebih fokus pada topik-topik yang berkaitan dengan pekerjaan dan bagaimana melakukan pekerjaan dengan lebih baik lagi. Oleh kerena itu, sebuah komunitas digolongkan sebagai CoI atau CoP sangat tergantung pada bisnis apa yang dikerjakan oleh anggota komunitas tersebut.

Seperti ini mudahnya. Komunitas fotografi bagi akan menjadi CoI ketika anggotanya ialah karyawan bank tetapi menjadi CoP ketika anggotanya adalah karyawan perusahaan pembuat kamera atau distributornya. Topik diskusi adalah faktor kritis dalam mengaitkan komunitas dengan kebutuhan organisasi. Apapun diskusi dan sharing pengetahuan yang terjadi dalam komunitas tersebut harus mengacu pada topik diskusi yang sudah ditentukan oleh komunitas sebelumnya. Di komunitas fotografi misalnya. Walaupun ada sepeda yang dibawa ke komunitas, anggotanya tidak akan membahas setting sepeda apa yang cocok untuk downhill tapi angle dan teknik fotografi yang dapat menghasilkan foto sepeda paling menarik.

Sebagai manajemen, ada 3 peran organisasi yang paling penting, yaitu mengidentifikasi pengetahuan penting yang dibutuhkan untuk meningkatkan kinerja dan menghasilkan nilai tambah. Selanjutnya organisasi mendukung pengembangan CoP yang fokus membahas pengetahuan penting tersebut. Tidak lupa organisasi bisnis perlu  memantau apakah topik diskusi sejalan dengan pengetahuan penting.

Nilai tambah anda dan organisasi ialah pada bagaimana menciptakan CoP yang siap menjalankan diskusi tersebut. Walaupun banyak orang menganggap membuat komunitas seperti CoP adalah hal yang mudah, believe me that’s the hardest way to execute. Anda bisa menciptakan sistem, membuat prosedur dan instruksi kerja bahkan membangun sistem IT yang sangat canggih tetapi anda tidak bisa mengatur manusia. Jika membuat sistem, prosedur dan teknologi anda memiliki start date dan end date maka ketika berhubungan dengan manusia yang terjadi adalah ada start date selanjutnya is dead :).

Tantangannya kini menjadi bertambah. Bagaimana sebuah organisasi bisnis yang formal dan penuh dengan target mengembangkan komunitas seperti CoP dengan sifat yang sangat bertolak belakang. Wenger menyebutnya sebagai Sponsored CoP. Kuncinya ialah pada bagaimana anda memandang CoP tersebut. Wenger menyebutkan pandangannya dalam hal ini. “The work of organizational supporting is not to formalize them by making them follow procedures or meet efficiency goals, but rather to strengthen them as informal entities”.

Saya akan lebih banyak membahas tentang Sponsored CoP dan bagaimana memulainya di artikel selanjutnya.


Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...