Thursday, July 25, 2013

Kesulitan mengenalkan KM? Gunakan Storytelling!



Storytelling atau bercerita adalah metode yang hingga saat ini menurut saya sangat ampuh untuk mengenalkan KM dan aktivitas pendukungnya. Alasannya mudah. Semua orang suka cerita. Selain karena mudah dipahami, cerita juga mampu memberikan efek emosional kepada pendengarnya.

Melalui storytelling, Anda tidak “memaksa” pendengar mengikuti alur pikiran atau konsep. Tetapi mengajak mereka terlibat langsung membangun pemahaman terhadap ide dengan bahasa mereka sendiri. DengansStorytelling, Anda tidak menjelaskan tetapi menciptakan penerimaan. Anda menciptakan hubungan emosional.

Berikut contoh mudahnya. Statistika mengatakan bahwa persentase kecelakaan pesawat terbang jauh lebih rendah dibandingkan dengan kecelakaan mobil atau kendaraan lainnya. Setelah Anda mendengar data tersebut, seharusnya Anda merasa aman naik pesawat terbang karena data memberikan bukti yang akurat dan terpercaya. Tetapi kenyataan berbicara lain. Kita lebih khawatir berpergian dengan pesawat terbang daripada menggunakan mobil.

Mengapa ini terjadi? Jawabannya karena itulah cara kerja otak kita. Cerita tentang menakutkannya kecelakaan pesawat, teriakan dan frustasi penumpang ketika mesin terbakar memberikan pengalaman yang melekat. Otak kita mengingat pengalaman emosional lebih baik daripada angka. Maka ketika kita mendengar berita kecelakaan pesawat terbang, semua keyakinan terhadap keamanan pesawat, professionalitas krunya serta data-data menjadi tidak relevan. Kita mengingat emosi, bukan data.   
  
Kasus yang serupa juga terjadi pada sebagian besar usaha mengenalkan inisiatif KM ke organisasi. Anda menceritakan data, manfaat yang didapatkan, potensi pengembangan diri serta argument cerdas lainnya. Tetapi anggota organisasi tidak begitu tertarik untuk terlibat lebih di KM. Jangan dulu menyalahkan KM atau inisiatif yang tidak menarik. Mungkin kesalahannya ada di bagaimana Anda mengenalkan KM ke organisasi.

Ketika saya baru pertama kali terjun di bidang KM, metode presentasi dan mengenalkan KM yang dilakukan cenderung menggunakan konsep, istilah, langkah-langkah dan diagram yang rumit. Kejadian yang sering terjadi adalah peserta sosialisasi banyak terdiam dan tidak bereaksi ketika sesi pertanyaan dibuka. Walaupun tanpa klarifikasi, saya tahu bahwa mereka kebingungan dengan topik yang dibahas. Kelas yang hening tanpa suara dan diam tentram adalah kondisi yang menakutkan bagi presenter manapun. Hasilnya, keterlibatan dan feedback pun menurun karena pendengar sudah tidak tertarik lagi pada topik dan ide yang disampaikan.

Saya pun merubah metode. Slide presentasi dengan definisi, framework, diagram dan penjelasan rumit saya hilangkan. Sebagai gantinya saya menggunakan gambar atau quotes sebagai stimulus cerita. Saya tidak lagi menjelaskan mengapa KM penting tetapi lebih banyak bercerita pengalaman pribadi tentang manfaat KM. Perlahan, metode ini berhasil. Setidaknya untuk memberikan kesamaan pandangan dengan pendengar.

Terlepas dari manfaatnya, Storytelling bukan pekerjaan yang mudah. Anda harus lebih banyak mempersiapkan bahan dan meningkatkan kemampuan komunikasi. Berikut beberapa tips untuk mengenalkan KM ke organisasi dengan menggunakan Storytelling

Gunakan pengalaman
Kejadian yang Anda alami secara langsung selalu menarik dan meyakinkan. Melalui pengalaman, Anda memposisikan pendengar dalam keadaan yang serupa. Pendengar lebih memahami manfaat knowledge sharing ketika saya bercerita tentang kesuksesan project pertama karena diskusi dengan konsultan di tim project lainnya. Pengalaman memberikan kesempatan pendengar Anda untuk mendapatkan reaksi “Oh, saya juga pernah!”. Ketika reaksi tersebut muncul, secara tidak langsung otak pendengar akan sejalan dengan Anda. Ketika sinkronisasi ini terjadi, saat itulah ide Anda diterima.

Ketika menceritakan pengalaman, ada baiknya Anda memulai dengan kondisi “gagal”. Semua orang suka cerita tentang “pahlawan” dan kesuksesannya. Tetapi yang membuat cerita “pahlawan” selalu menarik adalah bagaimana mereka memulai dari bawah dan mengubahnya menjadi kesuksesan. Sisi lain dari kondisi “gagal” adalah memberikan keyakinan pada pendengar bahwa mereka pun bisa memulai dari kondisi yang serupa dan tetap berhasil.

Libatkan Emosi
Ketika bercerita, saya akan berusaha pendengar dapat membayangkan kondisi yang terjadi. Tujuannya adalah mereka ikut terlibat dalam cerita tersebut. Ketika bercerita tentang mengejar deadline project, maka saya ingin mereka juga dapat ikut membayangkan kepanikan yang dialami. Bagaimana pusingnya dimarahi oleh atasan, bingungnya mencari sumber, komplain dari petugas lapangan, hingga kondisi badan yang sudah kelelahan.

Kunci menciptakan keterlibatan emosi adalah antusiasme. Semangat dan passion Anda mengalir pada pendengar. Jadi jangan lupakan modal awal tersebut. Anda juga perlu memperhatikan intonasi suara, bahasa tubuh serta mimik wajah untuk memperkuat efek emosi.

Fokus pada Detail
Emosi hanya bisa terbangun jika pendengar dapat membayangkan kondisi Anda dengan jelas. Lengkapi cerita Anda dengan aspek detail yang mendukung proses imajinasi. Tips yang biasa saya gunakan adalah menggambarkan keadaan seperti cuaca (hujan, cerah, mendung), waktu (pagi, siang, malam), tempat (nama jalan, bentuk bangunan, jumlah lantai) atau kondisi psikologis (lelah, gembira, marah, panik).

Data dan angka juga dapat menjadi alternatif untuk teknik bercerita Anda. Pendengar umumnya akan lebih percaya jika Anda berbicara angka dalam detail seperti 97,6% daripada sekitar 90%. Tips lainnya adalah memastikan detail cukup proporsional untuk mendukung cerita Anda. Ingat, tujuannya adalah memberikan insight bukan curhat.

Bijaksana dalam Bercerita
Storytelling seperti dua mata pisau. Jika tidak hati-hati, Anda dapat kebablasan bercerita dan melupakan tujuan utama cerita itu sendiri. Untuk itu, gunakan cerita sebagai pemancing ketertarikan pendengar, sembari tetap mengaitkannya dengan tujuan utama Anda. John Medina, pengarang buku Brain Rules mengatakan bahwa otak manusia umumnya tertarik pada hal baru seperti cerita, maksimal 30 menit sejak kata pertama diucapkan. Setelah itu, perhatian akan berkurang dan hilang. Pastikan ketertarikan pendengar tetap terjaga dengan menceritakan insight atau makna dari cerita sebagai variasi. Dengan cara ini, Anda juga memastikan pendengar tetap mendapatkan tujuan atau ide yang ingin disampaikan.

Teknik lain yang disarankan oleh Stephan Denning dalam bukunya The Springboard adalah  meminta peserta untuk mengambil kesimpulan dari cerita. Salah satunya adalah ketika Denning meminta pendapat rekan kerjanya dari cerita seorang dokter di Zambia yang mendapatkan cara mengatasi malaria melalui internet. Melalui cerita tersebut Denning berhasil membuat rekannya sadar akan potensi sharing pengetahuan di organisasi mereka (World Bank).    
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Sekarang, giliran Anda ikut terlibat dalam cerita ini. Tips mana yang menurut Anda paling penting? Seberapa efektif teknik bercerita dalam kesuksesan KM Anda? Apa pengalaman Anda dalam menggunakan teknik bercerita? Silahkan berikan pendapat Anda melalui kolom Comments dibawah dan  mohon sebarkan tulisan ini melalui jaringan Anda. 

0 comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...