Storytelling atau bercerita adalah metode yang hingga saat
ini menurut saya sangat ampuh untuk mengenalkan KM dan aktivitas pendukungnya.
Alasannya mudah. Semua orang suka cerita. Selain karena mudah dipahami, cerita
juga mampu memberikan efek emosional kepada pendengarnya.
Melalui storytelling, Anda
tidak “memaksa” pendengar mengikuti alur pikiran atau konsep. Tetapi mengajak
mereka terlibat langsung membangun pemahaman terhadap ide dengan bahasa mereka
sendiri. DengansStorytelling, Anda
tidak menjelaskan tetapi menciptakan penerimaan. Anda menciptakan hubungan
emosional.
Berikut contoh mudahnya. Statistika mengatakan bahwa persentase
kecelakaan pesawat terbang jauh lebih rendah dibandingkan dengan kecelakaan
mobil atau kendaraan lainnya. Setelah Anda mendengar data tersebut, seharusnya Anda
merasa aman naik pesawat terbang karena data memberikan bukti yang akurat dan
terpercaya. Tetapi kenyataan berbicara lain. Kita lebih khawatir berpergian
dengan pesawat terbang daripada menggunakan mobil.
Mengapa ini terjadi? Jawabannya karena itulah cara kerja otak kita.
Cerita tentang menakutkannya kecelakaan pesawat, teriakan dan frustasi
penumpang ketika mesin terbakar memberikan pengalaman yang melekat. Otak kita mengingat
pengalaman emosional lebih baik daripada angka. Maka ketika kita mendengar
berita kecelakaan pesawat terbang, semua keyakinan terhadap keamanan pesawat,
professionalitas krunya serta data-data menjadi tidak relevan. Kita mengingat
emosi, bukan data.
Kasus yang serupa juga terjadi pada sebagian besar usaha mengenalkan
inisiatif KM ke organisasi. Anda menceritakan data, manfaat yang didapatkan,
potensi pengembangan diri serta argument cerdas lainnya. Tetapi anggota
organisasi tidak begitu tertarik untuk terlibat lebih di KM. Jangan dulu
menyalahkan KM atau inisiatif yang tidak menarik. Mungkin kesalahannya ada di
bagaimana Anda mengenalkan KM ke organisasi.
Ketika saya baru pertama kali terjun di bidang KM, metode presentasi dan
mengenalkan KM yang dilakukan cenderung menggunakan konsep, istilah,
langkah-langkah dan diagram yang rumit. Kejadian yang sering terjadi adalah
peserta sosialisasi banyak terdiam dan tidak bereaksi ketika sesi pertanyaan
dibuka. Walaupun tanpa klarifikasi, saya tahu bahwa mereka kebingungan dengan
topik yang dibahas. Kelas yang hening tanpa suara dan diam tentram adalah
kondisi yang menakutkan bagi presenter manapun. Hasilnya, keterlibatan dan feedback pun menurun karena pendengar
sudah tidak tertarik lagi pada topik dan ide yang disampaikan.
Saya pun merubah metode. Slide presentasi dengan definisi, framework, diagram dan penjelasan rumit
saya hilangkan. Sebagai gantinya saya menggunakan gambar atau quotes sebagai stimulus cerita. Saya
tidak lagi menjelaskan mengapa KM penting tetapi lebih banyak bercerita pengalaman
pribadi tentang manfaat KM. Perlahan, metode ini berhasil. Setidaknya untuk
memberikan kesamaan pandangan dengan pendengar.
Terlepas dari manfaatnya, Storytelling
bukan pekerjaan yang mudah. Anda harus lebih banyak mempersiapkan bahan dan
meningkatkan kemampuan komunikasi. Berikut beberapa tips untuk mengenalkan KM
ke organisasi dengan menggunakan Storytelling
Gunakan pengalaman
Kejadian yang Anda alami secara langsung selalu menarik dan meyakinkan.
Melalui pengalaman, Anda memposisikan pendengar dalam keadaan yang serupa. Pendengar
lebih memahami manfaat knowledge sharing
ketika saya bercerita tentang kesuksesan project
pertama karena diskusi dengan konsultan di tim project lainnya. Pengalaman memberikan kesempatan pendengar Anda
untuk mendapatkan reaksi “Oh, saya juga pernah!”. Ketika reaksi tersebut
muncul, secara tidak langsung otak pendengar akan sejalan dengan Anda. Ketika
sinkronisasi ini terjadi, saat itulah ide Anda diterima.
Ketika menceritakan pengalaman, ada baiknya Anda memulai dengan kondisi
“gagal”. Semua orang suka cerita tentang “pahlawan” dan kesuksesannya. Tetapi
yang membuat cerita “pahlawan” selalu menarik adalah bagaimana mereka memulai
dari bawah dan mengubahnya menjadi kesuksesan. Sisi lain dari kondisi “gagal”
adalah memberikan keyakinan pada pendengar bahwa mereka pun bisa memulai dari
kondisi yang serupa dan tetap berhasil.
Libatkan Emosi
Ketika bercerita, saya akan berusaha pendengar dapat membayangkan
kondisi yang terjadi. Tujuannya adalah mereka ikut terlibat dalam cerita
tersebut. Ketika bercerita tentang mengejar deadline
project, maka saya ingin mereka juga dapat ikut membayangkan kepanikan yang
dialami. Bagaimana pusingnya dimarahi oleh atasan, bingungnya mencari sumber, komplain
dari petugas lapangan, hingga kondisi badan yang sudah kelelahan.
Kunci menciptakan keterlibatan emosi adalah antusiasme. Semangat dan passion Anda mengalir pada pendengar.
Jadi jangan lupakan modal awal tersebut. Anda juga perlu memperhatikan intonasi
suara, bahasa tubuh serta mimik wajah untuk memperkuat efek emosi.
Fokus pada Detail
Emosi hanya bisa terbangun jika pendengar dapat membayangkan kondisi Anda
dengan jelas. Lengkapi cerita Anda dengan aspek detail yang mendukung proses
imajinasi. Tips yang biasa saya gunakan adalah menggambarkan keadaan seperti cuaca (hujan, cerah, mendung), waktu (pagi, siang, malam), tempat
(nama jalan, bentuk bangunan, jumlah lantai) atau kondisi psikologis (lelah,
gembira, marah, panik).
Data dan angka juga dapat menjadi alternatif untuk teknik bercerita Anda.
Pendengar umumnya akan lebih percaya jika Anda berbicara angka dalam detail
seperti 97,6% daripada sekitar 90%. Tips lainnya adalah memastikan detail cukup
proporsional untuk mendukung cerita Anda. Ingat, tujuannya adalah memberikan insight bukan curhat.
Bijaksana dalam Bercerita
Storytelling seperti dua mata pisau. Jika tidak hati-hati, Anda
dapat kebablasan bercerita dan melupakan tujuan utama cerita itu sendiri. Untuk
itu, gunakan cerita sebagai pemancing ketertarikan pendengar, sembari tetap
mengaitkannya dengan tujuan utama Anda. John Medina, pengarang buku Brain Rules mengatakan bahwa otak
manusia umumnya tertarik pada hal baru seperti cerita, maksimal 30 menit sejak
kata pertama diucapkan. Setelah itu, perhatian akan berkurang dan hilang.
Pastikan ketertarikan pendengar tetap terjaga dengan menceritakan insight atau
makna dari cerita sebagai variasi. Dengan cara ini, Anda juga memastikan
pendengar tetap mendapatkan tujuan atau ide yang ingin disampaikan.
Teknik lain yang disarankan oleh Stephan Denning dalam bukunya The Springboard adalah meminta peserta untuk mengambil kesimpulan
dari cerita. Salah satunya adalah ketika Denning meminta pendapat rekan
kerjanya dari cerita seorang dokter di Zambia yang mendapatkan cara mengatasi
malaria melalui internet. Melalui cerita tersebut Denning berhasil membuat
rekannya sadar akan potensi sharing pengetahuan di organisasi mereka (World
Bank).
0 comments:
Post a Comment