Ketika pondasi KM dan CoP telah berjalan, banyak praktisi yang merasa butuh aktivitas baru lain sebagai program kerjanya. Berikut ini beberapa alternatif aktivitas KM dan best practice implementasi yang dapat Anda terapkan di organisasi:
1. KM Assessment
Umumnya,
KM Assessment dilakukan sebelum menyusun dasar/pondasi KM (
framework, strategi,
roadmap), tetapi sebenarnya
KM Assessment perlu dilakukan sebelum melaksanakan aktifitas KM lainnya. Tujuannya ialah untuk mengetahui bagaimana kondisi KM di organisasi, terutama untuk mengetahui apa yang sudah berjalan dan apa yang belum berjalan. Melalui
KM Assessment, Anda dapat menilai kondisi perusahaan saat ini, sehingga aktivitas selanjutnya dapat berfokus menguatkan komponen KM yang sudah baik atau melengkapi komponen yang belum ada.
Assessment dilakukan dengan cara melakukan evaluasi terhadap 4 komponen utama aliran pengetahuan, yaitu Komunikasi, Dokumentasi, Pengelolaan dokumentasi, serta Akses dan Publikasi. Komponen lainnya ialah aspek Tata kelola (Governance) yang memastikan 4 komponen lainnya berjalan secara sistematis. Assessment dapat dilakukan dengan interview, Focus Group Discussion atau survey. Berdasarkan komponen yang disebutkan sebelumnya, dapat disusun indikator turunan dengan range penilaian berdasarkan rangking (1-5) untuk tiap indikatornya.
Bingung menentukan indikator? Anda dapat juga menggunakan
KM Maturity Survey dari Knoco. Hanya menjawab 10 pertanyaan dan hasilnya langsung Anda dapatkan.
2. Identifikasi Pengetahuan Kritikal (Critical Knowledge)
Nick Milton,
principal consultant dari
Knoco, pernah berkata “Bagaimana Anda dapat mengelola (
manage) pengetahuan (
knowledge) tanpa mengetahui pengetahuan kritikal (
critical knowledge) di organisasi?”
Jawaban dari pertanyaan tersebut kerap kali dilupakan oleh praktisi KM. Umumnya kita lebih fokus pada aktivitas KM yang terlihat seperti membuat strategi, panduan, atau CoP. Akan tetapi kita melupakan pengetahuan apa yang perlu dikelola dan menjadi prioritas. Tanpa melakukan identifikasi pengetahuan kritikal, kegiatan KM tidak akan memberikan dampak yang nyata. Hasil dari identifikasi pengetahuan kritikal juga dapat menjadi dasar bagi aktivitas KM lainnya, seperti Knowledge Capture atau Penentuan Subject Matter Expert (SME).
Penentuan pengetahuan kritikal dapat dilakukan dengan beberapa teknik. Salah satunya adalah
Knowledge Mapping. Teknik ini menentukan pengetahuan kritikal yang dibutuhkan pada proses bisnis dan aktivitas kritikal di organisasi. Teknik lain yang dapat digunakan adalah
Knowledge Scan. Sedikit berbeda dari
Knowledge Mapping, Knowledge Scan mengidentifikasi pengetahuan kritikal dengan mengetahui 3 indikator tingkat resiko, yaitu resiko karena tidak dikelola, resiko karena hilangnya personil, dan resiko jika tidak segera dimiliki. Hasil dari
Knowledge Scan akan lebih komprehensif karena memberikan daftar pengetahuan kritikal, prioritas pengelolaan dan aktivitas KM yang sesuai bagi tiap pengetahuan.
3. Knowledge Capture
Terlepas dari konsep KM yang fokus pada intangible asset, praktisi KM umumnya fokus pada tangible asset. Hal ini wajar karena organisasi membutuhkan evidence (bukti) dari pelaksanaan KM. Knowledge Capture dapat mentransformasi intangible asset seperti pengalaman, menjadi tangible asset dalam bentuk dokumen. Inti dari Knowledge Capture adalah mendokumentasikan pengetahuan yang ada di kepala karyawan (umumnya senior) dalam bentuk fisik (tulisan, gambar, video, rekaman suara). Tujuan dan manfaatnya ialah untuk mengurangi hilangnya pengetahuan yang sudah diinvestasikan pada karyawan dan mempercepat penyebaran pengetahuan
Banyak sekali metode yang dapat digunakan untuk Knowledge Capture, tapi umumnya menggunakan interview dan hasilnya dituliskan dalam dokumen. Best practice dalam melaksanakan Knowledge Capture adalah dengan menugaskan karyawan junior (biasanya dari program officer development) untuk bertanya dan shadowing kepada karyawan senior. Hasil dari proses ini selanjutnya dituliskan dalam bentuk artikel, tulisan ataupun Question and Answer (Q&A) yang selanjutnya divalidasi ulang oleh karyawan senior.
Teknik Knowledge Capture lain yang dapat digunakan ialah dengan meminta bantuan pihak ketiga seperti konsultan. Teknik ini dapat dijadikan pilot project awal untuk mencari bentuk yang cocok sebelum pelaksanaan Knowledge Capture oleh karyawan junior. Best practice dari proses Knowledge Capture dimulai dari memilih topik pengetahuan kritikal dan SME yang akan diinterview, menentukan cakupan (scope) dan daftar isi, menentukan format (artikel, biografi, Q&A), mempersiapkan daftar pertanyaan, dan dokumentasi yang fokus pada pengalaman dan best practice dari karyawan senior.
4. Internal KM Award
Sama seperti inisiatif lain di organisasi, KM perlu menekankan pada penghargaan. Hal ini untuk memberikan pernyataan sikap dan dukungan organisasi terhadap aktivitas KM. Salah satu bentuk penghargaan tersebut dapat berupa KM Award. Bentuk KM Award di internal perusahaan biasanya dilakukan untuk aktivitas KM yang sudah berjalan dan memiliki hasil/bukti.
Tahapan KM Award dari best practice berbagai industri dimulai dengan menyusun indikator dan kriteria award. Kriteria yang dapat digunakan diantaranya, inovasi, pembelajaran, pelaksanaan CoP, atau partisipasi di aktivitas KM. Tahapan selanjutnya adalah melakukan sosialisasi dan mengumpulkan bukti. Bentuk bukti dapat berupa artikel, case studies, poster, dokumen pembelajaran, atau data terkait aktivitas KM. Berdasarkan bukti tersebut, tim yang sudah ditunjuk akan melakukan penilaian dari masing-masing indikator. Tahapan terakhir ialah melakukan pengumuman pemenang KM Award.
Pengumuman KM Award sebaiknya dilakukan dengan metode yang memastikan karyawan pemenang diketahui oleh seluruh organisasi. Metode yang umumnya digunakan diantaranya melalui event khusus berskala organisasi dan pengumuman di saluran media internal (majalah, website, poster, dsb). Salah satu aspek penting dalam KM Award ialah keterlibatan aktif dari Senior Management sebagai bentuk apresiasi dan dukungan bagi KM
5. Teknologi Pendukung KM (KM System)
Teknologi saja tidak dapat mensukseskan KM, tapi aktivitas KM sekecil apapun, pasti membutuhkan teknologi. Oleh karena itu, pembangunan teknologi pendukung KM menjadi salah satu aktivitas pilihan oleh praktisi KM. Melalui
KM System, aktivitas KM dapat diperluas jangkauan dan aplikasinya.
Tahapan penting dalam membangun teknologi pendukung KM adalah penentuan aktivitas KM yang akan dibantu. Banyak praktisi KM yang melewatkan tahapan ini dan langsung melakukan pemilihan fitur atau teknologi. Resiko yang akan terjadi jika tahapan penentuan aktivitas KM tidak dilakukan adalah KM System yang tidak dapat digunakan oleh karyawan. Perlu diingat bahwa teknologi ditentukan berdasarkan proses KM, dan bukan sebaliknya.
Setelah jelas bentuk aktivitas KM yang akan dibantu, selanjutnya adalah pemilihan fitur dan teknologinya. Best practice dalam pemilihan teknologi adalah melakukan integrasi dengan sistem yang sudah ada sebelumnya. Terkait hal ini, banyak organisasi memilih teknologi portal sebagai solusinya. KM System menjadi tampilan awal dari beberapa sistem lain yang mendukung KM seperti forum, document repository, search engine atau internal LinkedIn.