Bayangkan Anda sedang berada dalam meeting bulanan yang agenda utamanya
adalah evaluasi penjualan bulanan. Di ujung meja duduk Supervisor yang baru
saja selesai melakukan pembukaan rapat dan mulai mengecek progress pencapaian
bawahannya. Anda melihat keseluruh ruangan. Ada rekan kerja yang duduk tegap,
wajah berbinar dan senyum simpul. Dia patut tenang karena targetnya sudah tercapai
dan proyeksi bulan depan pun sudah memenuhi persayaratan. Di sisi lain, ada
teman Anda yang keadaannya jauh berbeda. Dia tampak tertekan, mengusap dahinya
yang tidak keringatan dan tidak nyaman di kursinya. Anda juga tahu bahwa dia sedang
dalam masalah karena targetnya tidak tercapai bulan ini.
Ketika si rekan kerja yang mencapai target mendapat giliran presentasi,
dia melakukannya dengan percaya diri, mata berbinar dan suara jelas. Pertanyaan
juga dijawab dengan tegas dan jelas. Lain halnya ketika rekan yang gagal
mencapai target mempresentasikan pekerjaannya. Suaranya lemah, argumennya
berputar-putar, wajahnya stress dan pasrah terpancar dengan jelas di mukanya.
Supervisor tidak senang dengan target yang tidak tercapai dan mulai memarahi
rekan kerja Anda tersebut. Supervisor tersebut mulai membandingkan antara rekan
kerja yang berhasil dan yang tidak berhasil. Tidak hanya itu, supervisor pun
memberikan penghargaan dan pujian bagi rekan kerja yang berhasil dan penekanan
lebih tegas kepada yang gagal agar mencapai target bulan depan.
Keadaan meeting tersebut pastilah familiar diantara kita. Evaluasi yang
berujung pada penghargaan bagi yang berhasil dan teguran bagi yang gagal adalah
bentuk paling dasar dari konsep reward
and punishment di organisasi bisnis. Melalui tekanan, persaingan,
penghargaan dan hukuman, Anda sebagai aset perusahaan diharapkan dapat
menghasilkan kinerja terbaik bagi peningkatan profit perusahaan. Kompetisi
memang masih menjadi metode yang efektif bagi perusahaan untuk meningkatkan kinerja
karyawannya. Tetapi konsep kompetisi yang diiringi dengan reward and punishment menjadi tidak efektif ketika digunakan dalam
kolaborasi dan proses belajar.
Dalam berkolaborasi Anda memerlukan suasana yang nyaman untuk berbagi
dan berkomunikasi satu sama lainnya. Keadaan ini juga yang Anda butuhkan jika
ingin komunitas yang dibangun tetap bertahan. Sebuah CoP adalah tempat
berkolaborasi dan menciptakan inovasi melalui sharing pengetahuan antara anggotanya. Sebagai inisiatif informal,
CoP sangat bergantung kepada kontribusi anggotanya berbagi pengetahuan yang
sifatnya advance dan innovative.
Pengetahuan advance dan innovative tersebut berupa pengalaman,
ide, saran, best practice yang tidak
ada dalam buku atau SOP tetapi melekat dalam kepala pemiliknya. Ketika
berbicara tentang sharing pengetahuan
tersebut, maka Anda tidak bisa melepaskan dari aspek manusia yang memiliki
pengetahuan tersebut. Agar dapat membagi pengetahuan yang ada dikepalanya, Anda
perlu menaruh perhatian khusus untuk menciptakan suasana yang kondusif bagi para
anggota komunitas.
Sekarang, mari kita ganti masalah pribadi dan sensitive tersebut menjadi
pengetahuan yang Anda pelajari dengan susah payah, pengalaman yang sudah
didapat bertahun-tahun atau pelajaran-pelajaran berharga dalam melakukan
pekerjaan. Meeting evaluasi diganti dengan komunitas yang baru saja Anda bangun
dengan anggota yang saling berkompetisi. Tidak terlalu jauh berbeda bukan ? Anda
tidak mungkin bisa berkolaborasi dalam kondisi tertekan atau ada supervisor
yang selalu menciptakan kompetisi. Dalam keadaan seperti itu, bahkan karyawan
yang sudah aman posisinya juga akan tutup mulut karena takut kecipratan marah sang
supervisor. Keadaan inilah yang mau tidak mau akan Anda temui ketika memulai
komunitas. Kondisi ini juga yang menjadi tantangan awal dalam proses
pendewasaan komunitas.
Pertanyaannya sekarang adalah bagaimana menciptakan kepercayaan (trust) dalam komunitas. Mari kembali
lagi kepada sesi curhat antara Anda dengan sahabat. Salah satu alasan mengapa Anda
bisa begitu percaya pada sahabat ialah karena keduanya berada pada posisi yang
sama, sama-sama percaya, sama-sama tidak memperdulikan status social, atasan
atau bawahan, kaya atau miskin, tidak menghakimi atau mengkritik, berada dalam
posisi netral yang siap menerima semua curhatan. Equality atau kesetaraan
adalah salah satu cara untuk meningkatkan kepercayaan diantara manusia. Hanya
dengan menempatkan diri Anda dalam posisi orang lain, berfikir terbuka dan
selalu dalam status quo, Anda dapat menciptakan kepercayaan yang berujung
kepada lancarnya proses komunikasi.
Lalu bagaimana menjalankan komunitas seperti CoP dalam perusahaan yang
kental dengan budaya formal tersebut ? Kita kembali sebentar ke era koboi di
Amerika dimana setiap orang memiliki senjata dan tembak menembak adalah hal
yang biasa. Pada masa itu, jumlah sheriff
minimal yang harus ada di tiap kota harus sama dengan jumlah bar atau tempat
berkumpul. Setidaknya satu orang sheriff
memiliki meja khusus di pintu masuk bar dan bertugas memastikan siapapun yang
masuk ke bar harus meletakkan pistolnya di meja tersebut. Hal ini untuk menjaga
kondisi bar sebagai tempat aman bagi seluruh pengunjungnya. Dengan cara ini,
walaupun dunia koboi sering diidentikkan dengan tembak menembak dan pembunuhan,
setidaknya mereka memiliki tempat aman untuk bersosialisasi dengan rasa aman.
Bar adalah CoP, tempat yang aman untuk mengembangkan diri dan dijamin
tidak ada kompetisi, senioritas, birokrasi atau sejenisnya. Pistol adalah
status dan kekuatan dari organisasi yang melekat pada individu sedangkan
sheriff adalah champion dan core member nya. Siapapun yang masuk
dalam “bar CoP” haruslah meletakkan “pistol status” nya dan menempatkan dirinya
sebagai individu yang setara sesama anggota. Peraturan tidak ada pistol juga
bisa diperluas sesuai dengan kesepakatan yang sudah disepakati bersama. Hanya
dengan cara itu, equality dapat
tercipta, tingkat kepercayaan meningkat dan proses komunikasi berjalan lancar.
Dampaknya, sharing pengetahuan advance dan innovative dapat terjadi secara maksimal.
Peran “sheriff CoP” yaitu champion
dan core member sangat krusial dalam
keadaan ini. Merekalah yang harus selalu mengingatkan pentingnya kesetaraan,
terbuka pada ide baru, tidak menghakimi dan norma-norma yang berlaku lainnya. Champion dan core member bertanggung jawab selama sesi CoP untuk mengingatkan
pentingnya kesetaraan dalam diskusi. Itu juga mengapa setidaknya salah satu
dari champion dan core member ialah individu yang memiliki
kekuatan formal tersebut.
Equal but not alike
Ok, this maybe confuse you lil
bit. Bagaimana bisa setara
tapi tidak sama ? Tadi kita berbicara tentang pentingnya melepaskan semua
atribut dan kekuatan yang melekat dari organisasi selama berada di CoP. Pola
pikir tersebut dilakukan agar suasana diskusi menjadi kondusif karena semua
anggota berada di posisi yang sama dan terbuka untuk sharing pengetahuan. Akan tetapi, pada kenyataannya, selalu saja
ditemukan individu-individu yang dianggap “lebih”. Bentuknya bisa lebih
dihormati, lebih didengar, lebih dipercaya ucapannya atau lebih dikenal
dibandingkan anggota lainnya.
Ini yang dimaksud dengan setara tetapi tidak sama. Beberapa orang akan
lebih dipandang sebagai individu yang lebih kompeten. Yang menjadikan mereka
berbeda adalah kompetensi, pengetahuan, tingkat partisipasi, serta passion nya
terhadap komunitas. Aspek-aspek tersebut berpengaruh terhadap reputasi seorang
anggota. Dalam sebuah komunitas, reputasi adalah segalanya.
Beberapa dari kita mungkin bertanya, sepenting itukah reputasi ? Well, berdasarkan survey dari APQC,
diantara tujuan utama seseorang mengikuti komunitas ialah untuk mengembangkan kompetensi
dan aktualisasi diri. Pertanyaannya adalah, bagaimana kita bisa mengembangkan
kompetensi jika orang lain tidak nyaman sharing
? Atau memiliki maknakah jika ketika kita sharing
orang lain menganggap materi kita tidak dapat dipercaya ? Anda membutuhkan
reputasi untuk bisa sharing karena
reputasi juga memberikan kepercayaan bagi anggota lain untuk membagi
pengetahuan yang dimilikinya.
Reputasi selain membuat anggota lain percaya pada Anda juga memberikan
penghargaan terhadap prestasi yang sudah dicapai. Ada istilah, tepukan dibahu
lebih bermakna dari gaji atau bonus. Benar, bahwa kita butuh uang untuk
kebutuhan, tetapi uang pada tahap tertentu tidak menjadi berarti lagi. Anda
butuh dihargai, dipuji, dipandang, dan lebih penting mengaktualisasikan diri.
Terkadang, dalam organisasi yang besar atau lingkungan yang terlalu kaku,
prestasi yang Anda capai menjadi tidak terlalu berarti atau tidak dilihat oleh
orang lain. Ketika hal ini terjadi, aktualisasi diri menjadi tidak tercapai, Anda
tidak merasa dihargai dan akhirnya, pekerjaan hanya menjadi rutinitas yang
tidak bermakna. Melalui komunitas, aktualisasi diri dan penghargaan tersebut
dapat terjadi dan dapat terjadi dengan cepat.
0 comments:
Post a Comment