Tuesday, May 15, 2012

Knowledge Management : Sebuah sharing


Binatang apa Knowledge Management itu ? Hal tersebut yang mungkin anda pikirkan ketika mendengar tentang Knowledge Management (KM). Well, you are not the one who mistaken with that. KM memang belum banyak dikenal di Indonesia. Walau di dunia internasional, pendekatan KM sudah banyak digunakan dan lebih penting lagi, dibuktikan kemampuannya. KM lebih banyak digunakan oleh perusahaan untuk mengelola pengetahuan yang ada di organisasinya. Walau pendekatan KM juga banyak digunakan pada Universitas sebagai media pembelajaran yang efektif. Pengelolaan pengetahuan menjadi penting karena perusahaan sebagai sebuah organisasi sudah banyak menginvestasikan uang bagi karyawan, baik itu training, perjalanan dinas, bahkan berupa pengalaman kerja. Tentu saja, sebagai organisasi yang menekankan pada laba, mereka tidak mau investasi itu hilang begitu saja ketika karyawan tersebut tidak bisa menjalankan tugasnya. Bisa jadi karena dipindahkan ke biro lain, sedang sakit, naik jabatan atau yang paling sering terjadi ialah keluar dari perusahaan.

Tak kenal maka tak sayang. Maka sebagai awalan, mari kita bahas sedikit binatang yang bernama Knowledge Management ini :). Sebagai tambahan, Anda juga bisa mendapatkan pemahaman tentang sejarah singkat KM di sini


Let's begin. 

Banyak orang mensalah artikan KM sebagai sebuah ilmu yang kaku dan terstruktur, lengkap dengan hipotesis, metode, tools dan inisiatif yang sudah baku. Mereka terpaku pada kenyataan bahwa KM ialah pengelolaan pengetahuan dan mengelola pengetahuan berarti mengelola dokumen, melakukan analisis kebutuhan training, membuat sistem informasi kompleks untuk menyimpan pengetahuan, hingga membuat serangkaian prosedur dan form penyimpanan pengetahuan. Dan itu tidak salah, karena itulah KM 1.0.

Di awal 80, ketika KM pertama kali mulai diaplikasikan oleh perusahaan, mereka memfokuskan pada penyimpanan dokumen, yang sekali lagi diasosiasikan dengan pengetahuan. Maka perusahaan IT adalah pihak yang menuai keuntungan paling besar. Bermacam-macam sistem informasi dibuat dan dipatenkan serta diaplikasikan di perusahaan-perusahaan dunia.  Saya punya cerita menarik tentang KM 1.0 ini.

Salah seorang principal consultant di perusahaan tempat saya bekerja, pernah bekerja di Oracle sebagai IT help desk. Suatu ketika, beliau mendapat complain oleh kliennya yang marah-marah karena program IT yang dibeli dari perusahaan tidak bisa berjalan dengan baik. Pagi itu, 3 jam sebelum meeting dengan klien, beliau masuk ke ruang server dan memeriksa log program, kabel-kabel, server, bahkan suhu ruangan untuk mengetahui kesalahan apa yang mungkin terjadi. Beliau tidak menemukan apapun. Ketika meeting, permasalahannya baru diketahui. Menurut klien, IT system yang dibeli dengan harga mahal itu tidak berfungsi karena tidak ada isinya dan tidak ada karyawan yang mau menggunakannya.

Itulah yang terjadi ketika anda memperlakukan pengetahuan sama seperti anda memperlakukan dokumen, notulen, data perusahaan, risalah rapat, atau prosedur kerja. Pengetahuan bukan benda yang bisa kita sentuh dan lihat. Pengetahuan bukan sesuatu yang bisa anda paksa dan buat. Knowledge is action. Itu kata Einstein. Dokumen, notulen bahkan buku sekalipun, bukan pengetahuan dalam arti yang sebenarnya. Ketika kita berbicara tentang pengetahuan di perusahaan, maka yang menjadi titik sentralnya bukan apa yang ada di dokumen, tetapi apa yang ada di kepala masing-masing karyawan. Dalam bahasa ilmiah, mereka menyebutnya sebagai tacit knowledge. Dokumen, buku dan notulen ialah explicit knowledge. Secara mudah, explicit knowledge adalah tacit knowledge yang sudah dibuat dalam bentuk tertulis atau bisa digunakan siapa saja. Tapi yang menarik ialah bahwa sebuah penelitian yang menyebutkan bahwa explicit knowledge maksimal hanya bisa merangkum 30 % dari tacit knowledge. Lalu sisanya? Its reside in peoples head as experience, wisdom, best practice, lesson learnt and so on.

Itulah mengapa KM 1.0 gagal dan menjadi tidak menarik lagi. Mereka memfokuskan pada explicit knowledge, sesuatu yang hanya men-capture 30 % dari kemampuan seseorang. Dan apa yang bisa anda lakukan dengan 30 %?? Dengan hitungan kasar, perusahaan hanya mendapatkan 30% dari apa yang sudah dinvestasikan pada karyawan. Itupun dengan asumsi, 100% pelatihan, masa kerja, pengalaman dan lainnya yang sudah perusahaan invenstasikan bisa diserap. Bagaimana kalau hanya bisa diserap 50% nya saja? Well, we all could count how much wasted it is.

Pertanyaan selanjutnya ialah bagaimana mengambil pengetahuan yang ada di kepala karyawan tersebut? Membedah otaknya? Mengambil memorinya? (Ok that’s joke. No one ever do that to your workers !). Jawabannya ialah KM 2.0. Ketika para ahli IT menyadari bahwa program dan rangkaian kode kebanggaan mereka tidak berhasil maka mereka mulai mencari pendekatan lainnya. Itulah ketika beberapa orang pioneer KM 1.0 menyampaikan ide tentang knowledge sharing yang kemudian menjadi dasar dari KM 2.0.

KM 2.0 merubah secara drastis ide tentang KM 1.0. Mereka tidak lagi menganggap pengetahuan sebagai benda mati yang hanya mengisi database perusahaan. KM 2.0 melihat pengetahuan sebagai sesuatu yang terikat dengan pemiliknya, yaitu manusia. Maka pendekatannya bukan lagi mengatur dan menyimpan data tetapi mengajak manusia, sebagai pemilik pengetahuan untuk mengalirkan pengetahuan tersebut. Ya, mengalirkan. Kata yang paling tepat rasanya untuk KM. Pengetahuan, sama seperti air, dia akan mengikuti bentuk dan tempat yang disediakan. Jika kita membentuk tempat berupa dokumen dan tulisan maka pengetahuan akan menyesuaikan dengan bentuk tersebut, tetapi jika pengetahuan dialirkan dalam bentuk sharing, maka pengetahuan akan berjalan dan bertambah seiring dengan menyatunya pengetahuan lainnya. Jika kita membatasi pada database, tulisan, file, prosedur atau form maka hanya sebesar itulah pengetahuan tersebut akan tersimpan. Tetapi jika pengetahuan tersebut mengalir, maka akan ada pengetahuan-pengetahuan lain yang menyatu dan mencari tempat yang jauh lebih besar. Tempatnya bisa berupa budaya perusahaan, peningkatan kemampuan karyawan, penurunan kebutuhan traning hingga tujuan utama dari KM sejak awal, yaitu peningkatan bisnis.

Inisiatif sharing atau berbagi ini yang pada akhirnya membuat saya jatuh cinta dengan KM. Manusia adalah makhluk social yang membutuhkan interaksi. Hal yang menarik ialah kita punya gen berbagi di dalam diri kita. Lihat saja sekeliling, pasti anda akan melihat satu kegiatan yang paling popular di negeri, bahkan dunia ini, yaitu mengobrol. Ya, dengan mengobrol kita sebenarnya telah berbagi pengetahuan dengan orang lain. Walau pada perspektif KM, sharing pengetahuan juga perlu diarahkan karena jika sekali lagi kita analogikan pengetahuan ialah air, maka air akan mengalir dan mengalirnya bisa mencapai laut atau saluran pembuangan air. Jika tidak diarahkan, pengetahuan sebagus apapun bisa menjadi tidak berguna malah bisa berakibat buruk bagi orang lain dan perusahaan. Itulah fungsi KM sesungguhnya, yaitu mengalirkan pengetahuan menuju muara yang berguna bagi pribadi dan organisasinya .  

Sharing ialah alasan utama saya mencintai KM. Alasannya simple karena dengan sharing kita bisa mendapatkan pengetahuan baru sekaligus meningkatkan pemahaman atas pengetahuan yang sudah dimiliki. Walt Disney yang terkenal dengan Storyboard dan metode berceritanya telah memanfaatkan sharing sebagai tools utama. Dengan metode bercerita, Disney mengembangkan pelatihan dan transfer pengetahuan kepada cast member, sebutan bagi karyawan Disney Company, untuk memastikan standard dan budaya hospitality tetap terjaga di seluruh atraksi dan produknya. Disney menerapkan pendekatan pada setiap pelatihan dan pengembangan karyawan baru harus selalu diikuti dengan keterlibatan cast member yang sudah berpengalaman. Tiap cast member akan bercerita tentang pemahaman dan pengalamannya dalam menghadapi pelanggan. Melalui metode ini, Disney mendapatkan dua keuntungan, satu tetap terjaganya standar dan budaya yang sudah dikembangkan pada cast member dan kedua yaitu mempercepat kesiapan calon cast member melalui kasus-kasus aplikatif di lapangan.

Contoh yang terkenal lainnya ialah ketika Harvard University menawarkan metode baru percepatan masa sekolah dengan mempersingkat waktu kuliah untuk mendapat master degree dari 5 tahun (3 tahun untuk bachelor degree dan 2 tahun untuk master degree) menjadi 3 tahun (2 tahun untuk bachelor degree dan 1 tahun untuk master degree). Ide yang awalnya tidak diminati karena jika gagal dalam ujian akhir, peserta harus mengulang kembali dari tahun ajaran awal di bachelor degree. Metode belajar konvensional kemudian diubah dan prinsip sharing diperkenalkan. Tiap peserta yang mengikuti program tersebut selain mengikuti kuliah normal di kelas juga diberi tugas tambahan, yaitu sharing kepada siapa pun tentang apa yang dipelajarinya di kelas selama 30 menit. Tiap mahasiswa diberi satu form yang harus diisi dengan tanda tangan dari orang yang menjadi “korban” sharing nya. Pada akhir program, 100 % mahasiwa lulus dengan predikat diatas rata-rata.

Saya selalu ingat kata-kata seorang senior di tempat kerja. “I hear and I forget, I share and I remember, I do and I understand” Prinsip dan budaya sharing, selain selalu kami perkenalkan pada seluruh klien, juga menjadi dasar di perusahaan tempat saya bekerja. Dengan sharing, harus diakui saya tidak mungkin bertahan dalam masa probation. FYI, perusahaan tempat saya bekerja sangat terkenal dengan “kuburan” bagi para professional yang sudah terbukti kemampuannya. Sebut saja salah seorang mantan eksekutif di Bank Internasional yang baru-baru ini dicekal karena kasus penipuan nasabah. Dia gagal dalam 3 bulan pertamanya. Atau mahasiswa salah satu PTN dengan master degree, lengkap dengan cum laude nya. Juga gagal melalui 2 bulan pertamanya serta sederet professional berkompeten di bidangnya. Maka ketika dikenalkan pada budaya sharing, saya pun tidak melewatkan kesempatan ini. Salah seorang rekan kerja yang berumur tidak jauh berbeda, hampir setiap malam dalam 2 bulan pertama, saya “culik” ke Seven Eleven. Tujuannya satu, sharing pengetahuan dan pengalaman. Dengan sharing yang intens itu, 3 bulan pertama yang paling menakutkan bagi kehidupan professional saya, berhasil dilalui.


Maka tulisan serta blog ini kemudian didedikasikan bagi SIAPA SAJA yang tertarik dengan Knowledge Management, sharing pengetahuan, pengembangan kompetensi pribadi, dan pada tahapan yang lebih luas, bagi siapa saja yang ingin terus belajar dan berbagi pengetahuan. Pada akhirnya, saya sangat yakin dan percaya pada kata-kata Ralph Waldo Emerson. “There is no knowledge not a power”. Tidak ada pengetahuan yang tidak memiliki kekuatan.

0 comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...