Friday, September 14, 2012

Kolaborasi : Nilai tambah dan Pengaruhnya pada Bisnis



Apa model bisnis yang telah mengubah dunia ? Kolaborasi adalah jawabannya. Carl Wiess, pengarang buku The Collaborative Imperative, juga salah seorang Vice President Cisco, mengatakan bahwa saat ini kita sedang dalam persimpangan perubahan cara berbisnis. Persimpangan yang disebut Era Kolaborasi. Dulu semua bisnis berfokus pada penguasaan seluruh rantai produksi, mulai dari pra produksi (bahan baku, bagian peralatan, mesin, bahan tambahan), proses produksi itu sendiri (teknologi, efisiensi, mesin, pabrik) hingga ke pasca produksi (penjualan, logistik, gudang, customer service). Konglomerasi. Itulah model bisnis yang dipercayai oleh banyak dari entrepreneur dunia. Dan sayangnya, pada beberapa kasus juga mengantarkan pada penurunan bisnis itu sendiri.

Mengapa hal tersebut bisa terjadi ? Para analis dan pakar menyebutkan bahwa fokus yang terbagi sebagai alasannya. Ketika sebuah bisnis mengambil alih industri dari hulu hingga hilir maka yang dibutuhkan bukan sekedar modal dan dana segar, tetapi juga kemampuan untuk menjalankan bisnis tersebut secara maksimal. Ada banyak komponen dari bisnis yang ketika diakusisi tidak dapat begitu saja diintegrasikan dengan bisnis inti. Organisasi akan bertambah besar, manajemen akan lebih mengedepankan birokrasi, pengambilan keputusan akan lebih lama dan pengetahuan yang dibutuhkan juga bertambah banyak. Faktor-faktor tersebut pada akhirnya membuat energi dan fokus perusahaan inti menjadi terbagi sehingga yang terjadi ialah kemampuan adaptasi terhadap perubahan kebutuhan pelanggan berkurang. Pada akhirnya, skala bisnis memang membesar tetapi penguasaan pasar akan menurun.

Alasan lainnya ialah karena pola pikir bahwa perusahaan dan bisnis adalah pusat dari kegiatan bisnis. Dulu ketika informasi masih barang berharga dan pelanggan hanya mendapatkan sedikit pilihan, perusahaan dengan bisnis konglomerasi cukup memberikan pasokan produk utama sebanyak-banyaknya. Saat itu, informasi adalah barang ekslusif yang hanya dimiliki oleh beberapa orang. Dulu ketika saya kecil, merek sabun mandi yang ada hanya Lifebuoy dan Cussons Imperial Leather. Pasta gigi hanya Pepsodent. Air mineral hanya Aqua. Tinggal pilih yang biasa dipakai dan saya pulang dengan gembira. Kini saya harus pusing tujuh keliling mencari sabun mandi saja. Satu merek bisa punya berbagai model. Ada yang parfum Jeruk, Apel, Strawberry. Ada yang untuk keluarga, untuk pria aktif atau yang bisa melembutkan kulit. Ada yang menggunakan bahan sintesis, ada pula yang dari bahan alami. Sudah nyaman dengan satu jenis sabun, tiba-tiba produknya tidak ditemukan lagi. Dan saya mulai mencari lagi sabun mandi yang cocok. Mengulang lagi mencoba untuk kemudian harus berganti lagi tidak lama kemudian.

Itu hanya dari memilih merek. Cara membeli pun bisa berbeda. Barang elektronik misalnya. Dulu kita harus mengelilingi satu kompleks Glodok untuk mencari jenis kabel atau amplifier yang berbeda-beda. Kini cukup buka saja situs online seperti Kaskus, Toko bagus.com atau Bhinneka.com untuk mencari kebutuhan kita. Semua ada disana. Tinggal pilih jenis apa, konfirmasi barang, bayar via e-banking dan tunggu dengan manis di rumah. Kurir akan mengantarkan keesokan harinya. Mau tahu kualitas barangnya ? Baca saja rekomendasi dan review yang bertebaran di internet. Atau tanya pada forum yang selalu antusias menjawab. Salah satu klien kami bahkan bercerita pengalamannya membeli audio di salah satu toko di Orchad Road, Singapura. Ketika ditanya produk mana yang cocok untuk home theater miliknya, penjaga toko malah menyuruhnya mencari di internet. Bukannya sombong atau tidak mau membantu, tetapi penjaga toko tidak tahu kebutuhan detail klien kami. Apakah dia suka audio untuk musik akustik, rock, hip hop atau pop. Ternyata ada perbedaan setting dan amplifier untuk jenis musik berbeda Dari pada salah memberikan rekomendasi, lebih baik pelanggan sendiri yang menentukan mana yang terbaik buat mereka.

Pelanggan ialah kata kuncinya. Dulu kita dipaksa membeli satu produk karena hanya produk itulah yang tersedia di pasaran. Kini pelanggan memiliki akses dan pilihan yang beragam. Muncullah pelanggan-pelanggan dengan kebutuhan spesial dan khusus. Dalam marketing, ini yang disebut sebagai niche market. Kelompok pelanggan yang rela membayar lebih banyak untuk ekslusifitas dan spesialisasi produk. Tapi apakah pelanggan di niche market mau membayar produk karena ekslusifitasnya ? Sebenarnya bukan karena itu. Mereka mau mengeluarkan uang lebih banyak karena ada nilai tambah yang tidak didapatkan dari produk biasa. Nilai tambah adalah alasan pelanggan membeli produk. Mengapa Anda membeli BlackBerry dan bukan BlueBerry, tiruannya dari China ? Ada yang menjawab karena push up email-nya, BlackBerry Messanger-nya atau sekedar gaya saja. Apapun itu, kita memilih membayar lebih mahal untuk BlackBerry karena ada nilai tambah bagi yang menguntungkan. Nilai tambah adalah margin harga yang akan ditolerir oleh pelanggan dan dari margin tersebut bisnis mendapatkan keuntungan. Penciptaan nilai tambah adalah inti dari semua strategi bisnis yang dilaksanakan perusahaan.

Penciptaan nilai tambah ini yang juga menjadi alasan mengapa konglomerasi sulit bertahan. Tidak perlu contoh bisnis milyaran untuk menggambarkan kesulitan yang Anda hadapi jika tetap memilih konglomerasi. Bayangkan jika Anda seorang pemilik rumah makan Padang dan Anda memilih untuk melakukan semua sendiri. Untuk membuat ayam sayur saja Anda memutuskan pergi ke peternakan, memilih ayam hidup, memotong, membersihkan, mengukus dan membumbuinya. Anda juga harus mencari pergi ke pasar untuk mendapatkan bumbu yang puluhan jumlahnya, mengolah bumbu tersebut, mencampurnya dengan ayam. Kemudian kembali ke dapur restoran, memasak dan memastikan bumbu sudah sesuai. Selesai ? Belum. Anda masih harus menyiapkan restoran untuk pelanggan. Lantai harus dipel, piring harus dicuci, pelanggan harus disapa hingga menghitung uang kembalian di meja kasir dan menyiapkan uang untuk belanja keesokan harinya. Itu baru untuk satu ayam sayur. Belum untuk rendang, ikan bakar, ayam pop, cumi isi, dan deretan menu lainnya.

Apa yang terjadi ? karena Anda sudah terlalu lelah keliling kota dan mengolah masakan, Anda melupakan nilai tambah yang paling penting. Hubungan dengan pelanggan. Karena fokus mencari ayam yang terbaik dan bumbu yang paling pas, Anda lupa memberikan senyum yang tulus, bertanya pendapat pelanggan tentang rasa makanan, atau sekedar menemani mengobrol dan berterima kasih ketika mereka selesai makan. Padahal, bagi beberapa orang kedekatan dan keramahan dari pemilik adalah faktor utama mereka tetap datang. Saya sangat terkesan dengan salah satu warung tenda di Semarang yang pemiliknya selalu menyapa pelanggan dengan nama mereka, menyiapkan menu sesuai kesukaan tanpa diminta dan mengantar kami hingga mobil. Itulah nilai tambah yang membuat warung tendanya terus kebanjiran pengunjung.

Itulah mengapa banyak organisasi bisnis mulai melepaskan bagian-bagian yang tidak begitu penting dan fokus pada memberikan nilai tambah melalui bisnis utamanya. Indosat salah satunya. Baru-baru ini mereka menjual 2.500 tower ke Tower Bersama Infrastructur Group agar bisa fokus pada layanan inti nirkabel. Contoh lainnya Seven Eleven dan banyak restoran lainnya yang menyerahkan tanggung jawab mengurus toilet dan kebersihan pada ISS. Atau bagian SDM yang menyerahkan urusan KM dan training pada konsultan seperti perusahaan kami. Anda tidak bisa bekerja dan berbisnis sendiri. Anda membutuhkan orang lain. Anda harus berkolaborasi

Kolaborasi dalam Menjalankan Bisnis
Perubahan bisnis, pada akhirnya berdampak juga pada bagaimana bisnis dan seluruh komponennya bekerja. Termasuk bagaimana pekerjaan diselesaikan dan pastinya bagaimana nilai tambah dihasilkan. Fokus bisnis tidak lagi menciptakan Superman, Wonder Woman atau sejenisnya. Team work adalah bahasa lain kolaborasi di tingkat pelaksanaan pekerjaan. Kompetensi bukan lagi difokuskan pada keahlian sertifikasi atau kecerdasan individu. Rekrutmen tidak lagi fokus pada tingginya IPK atau prestasi tetapi pada kemampuan untuk bekerja sama dalam tim dan menciptakan hal-hal baru yang tidak dapat Anda lakukan sendirian.

Yang menarik ialah kolaborasi tidak sama dengan mengumpulkan karyawan dalam divisi tertentu, memberikan data yang dapat diakses oleh semua orang, menentukan tujuan bersama, dan menciptakan inovasi, ide, nilai tambah secara bersama-sama. Kolaborasi yang sebenarnya bukan seperti itu. Kolaborasi membutuhkan orang-orang terbaik, dengan tingkat pengetahuan setara, keunikan dan kapabilitas yang unik serta memiliki fungsi dan peranan yang mendukung satu sama lain. Ketika bekerja dalam tim, kita sering mengatakan bahwa kepentingan bersama diatas kepentingan pribadi. Setiap orang harus menerima perlakuan dan penghargaan yang sama.

Kolaborasi bukan berarti membantu yang lemah untuk mengatasi kekurangannya atau memperlakukan sama semua orang. Sekali lagi, itu bukan kolaborasi. Itu sosialisme. Kolaborasi seharusnya fokus pada pencapaian hal-hal besar yang tidak dapat dilakukan oleh satu orang. Steve Jobs dalam salah satu wawancaranya mengatakan “Successful collaboration involves competent individuals who have the right skill sets and attitude”. Fokusnya jelas. Bukan pada mengumpulkan karyawan, memberi job description yang rinci atau mengerjakan project bersama-sama  tetapi pada pemilihan individu dengan kompetensi dan sikap yang dapat menciptakan nilai tambah.   

Kesalahan pemahaman terhadap kolaborasi juga terjadi pada pendapat bahwa kolaborasi tidak membutuhkan pemimpin (leader). Kita terkadang percaya bahwa untuk meningkatkan ide, inovasi dan kolaborasi, keadaan tanpa pemimpin lebih baik daripada adanya pemimpin. Pada kenyataannya, yang terjadi adalah sebaliknya. Tim tanpa pemimpin cenderung tidak memiliki arah dan tidak bisa berpikir secara strategis untuk memecahkan masalah.

Kolaborasi tidak akan berguna bagi Anda dan bisnis yang dijalankan kecuali kolaborsi tersebut berjalan dengan benar, dilakukan oleh individu yang kompeten serta fokus pada penciptaan nilai tambah. Pernyataan ini menyisakan pertanyaan besar lainnya. Bagaimana menciptakan kolaborasi yang fokus pada nilai tambah ? Kata kuncinya ialah komunitas. Lets save it for next upcoming article.

0 comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...