Ketika berbicara tentang kemampuan belajar yang cepat maka kita tidak bisa lepas dari proses belajar itu sendiri. Perusahaan sebagai industry yang menjual nilai tambah sudah sejak lama meyakini bahwa proses pembelajaran harus dilakukan dan terus dikembangkan. Perusahaan yakin bahwa SDM sebagai intangible asset tidak dapat serta merta diperoleh atau diambil dari perusahaan lainnya. Proses pembelajaran harus dilakukan dan disesuaikan dengan kebutuhan dan tuntutan pasar. Keyakinan itu juga yang terlihat dari kuatnya inisiatif belajar yang dilakukan oleh perusahaan. Program training bagi pekerja baru, katalog kompetensi, assesment berkala, sertifikasi profesi, bahkan beberapa perusahaan telah lebih maju dengan membangun Corporate University.
Inisitif-inisiatif tersebut juga secara luas sudah diakui keberhasilan dan efeknya. Tetapi kini semua orang sadar akan hal tersebut. Semua pesaing sudah melakukannya. Lalu jika semua orang bisa melakukannya, dimana keunggulannya? Belum lagi masalah yang kerap muncul terkait budget yang terbatas. Knowledge Management mungkin bisa menjadi solusi untuk permasalahan ini
Salah satu yang perlu diperhatikan dalam konsep pembelajaran di perusahaan ialah penekanannya pada peningkatan kompetensi melalui rangkaian peningkatan kompetensi secara terstruktur. Training adalah salah satu bentuk nyatanya. Karyawan diwajibkan mengikuti training dan kelas-kelas yang diharapkan menambah kemampuan dan pemahamannya terhadap kompetensi yang disyaratkan. Tetapi proses tersebut hanya menambah informasi dan data, bukan pengetahuan. Proses training kerapkali difokuskan pada kurikulum standar yang dapat didapatkan oleh semua orang dengan sedikit usaha dan tenaga. Ketika karyawan hanya menambah sesuatu yang umum, maka keunggulan yang diharapkan tidak terjadi. Inovasi hanya akan berfokus pada apa yang sudah dipelajari dan akhirnya keunggulan kompetitif tidak didapatkan.
Itu kelemahan pertama. Kelemahan lainnya dari sistem training ialah information overload. Karyawan kerapkali dijejali dengan serangkaian kebutuhan kompetensi dengan tujuan karyawan dapat mencapai standar tertentu. Karyawan juga didikte untuk belajar semua bidang dan dapat menyelesaikan berbagai macam tugas. Karena beberapa hal, biasanya waktu dan dana, karyawan malah tidak dapat menggunakan informasi dan hasil pembelajaran yang telah didapatkan. Hal ini kemudian berdampak pada tidak efisiensinya proses pembelajaran. Informasi berharga yang telah susah payah diberikan menjadi sia-sia. Dana ratusan juta juga akhirnya terbuang sia-sia ketika karyawan dimutasi atau pindah kerja. Pada akhirnya ialah manajemen kemudian memutuskan mengurangi budget training karena tidak ada peningkatan dalam kinerja. Kasus yang sangat sering kita temui di banyak perusahaan Indonesia.
Information overload juga menjadi perhatian tersendiri. Perusaahan cenderung memandang informasi adalah hal yang baik padahal kenyataannya tidak selalu benar. Dengan era keterbukaan seperti sekarang, informasi bukan menjadi hal krusial lagi. Bagaimana mungkin bisa dikatakan krusial ketika semua orang bisa mendapatkannya ? Untuk memenangkan persaingan, yang dibutuhkan ialah pengetahuan yang sesuai dan berdampak kritis bagi perusahaan. Pengetahuan seperti dikatakan Einstein adalah Aksi. “Knowledge is action, everything else is just information”. Hanya informasi yang digunakan dan dijalankan untuk meningkatkan bisnis yang akan menjadi pengetahuan penting. Sisanya, hanya informasi. Inilah kelemahan sistem training yang ketiga. Proses pembelajaran tidak dapat menangkap pengetahuan yang benar-benar digunakan dan sudah terbukti berhasil. Saya membahas kelemahan itu di artikel tersendiri di sini.
Jika melihat kelemahan-kelemahan tersebut, apakah berarti kita harus berhenti melakukan training dan proses belajar ? Tentu saja tidak ! Belajar dan meningkatkan kompetensi adalah syarat jika ingin bertahan dalam bisnis. Bahkan dalam bisnis yang 100% mencontek apa yang perusahaan lain lakukan, kita masih membutuhkan kemampuan belajar. Saya tidak pernah mengatakan training adalah sesuatu yang harus dihindari, sebaliknya, training adalah syarat dasar untuk peningkatan kompetensi . Tetapi jika tujuannya ialah proses pembelajaran yang lebih cepat, lebih efektif dan lebih efisien dibandingkan pesaing kita, sayangnya, training saja tidak cukup.
Lalu apa solusinya ? Knowledge Management adalah salah satu pilihannya. Knowledge Management dapat melakukan apa yang training tidak dapat berikan. Seperti kita bahas sebelumnya, perusahaan seringkali terjebak dalam paradigma menambah kompetensi sesuai dengan kebutuhan atau kompetensi yang disyaratkan. Knowledge Management bergerak dalam pola pikir yang berbeda. Dimulai dari pendefinisian pengetahuan penting (important knowledge), perusahaan dapat mengidentifikasi pengetahuan kritis yang jika tdak dimiliki akan menyebabkan proses bisnis berhenti, setelah itu menurunkannya dalam topik atau kriteria-kriteria yang lebih mendasar untuk kemudian dialirkan ke seluruh organisasi. Tidak hanya itu, Knowledge Management juga mengidentifikasi siapa saja ahli dan karyawan yang memliliki pengetahuan tersebut sehingga perusahaan dapat memanfaatkan para ahli ini untuk memberikan kontribusi lebih dalam mengalirkan pengetahuan.
Yang menjadi menarik dari Knowledge Management ialah sifat alaminya yang fleksibel dan mementingkan manusia sebagai objek. Dengan pola pikir ini, pola training yang bersifat formal, terbatas dalam kelas dan satu arah dapat dihindari. Karyawan diajak turut terlibat dalam komunitas yang dapat berupa diskusi diskusi kecil atau kelompok-kelompok ahli yang suasananya dibuat santai (informal), menyenangkan (fun) tetapi tetap berfokus pada memberikan nilai tambah (value). Dengan ini, pengetahuan yang akan dialirkan bukan saja informasi-informasi umum atau kompetensi yang harus dipenuhi tetapi merupakan pengetahuan yang sudah dilaksanakan. Bisa berupa keberhasilan (best practices) ataupun kegagalan (lesson learnt). Ini juga menjawab permasalahan information overload. Karyawan tidak lagi difokuskan untuk memiliki informasi, tetapi cukup mendalami satu atau dua kompetensi, dan lebih fokus untuk menjadikan dirinya lebih mudah diakses dan lebih banyak sharing dengan karyawan lainnya. Dengan fokus pada satu atau dua kompetensi, karyawan akan menjadi ahli dibidangnya dan bisa lebih meningkatkan keahlian melalui diskusi dan penyelesaian masalah di lapangan dan dunia nyata. Kasus dan permasalahan yang diajukan oleh karyawan lain melalui knowledge sharing akan membuat pemahaman dan pola pikir karyawan ahli semakin meningkat.
Pendekatan knowledge sharing pada akhirnya juga akan menunjukkan dampak pada kebutuhan training itu sendiri. Karena pentingnya training, perusahaan banyak menginvestasikan dana di aspek ini. Beberapa perusahaan besar bahkan menginvestasikan hingga 20 % dari budget pengembangan bisnis untuk kebutuhan training. Dengan knowledge sharing, perusahaan dapat berfokus pada melakukan training untuk karyawan tertentu dan memfokuskan sebagian dana lainnya untuk mengalirkan pengetahuan melalui mekanisme knowledge sharing. Jika kita mau menghitung sedikit, biaya yang dibutuhkan untuk seorang karyawan mengambil suatu kompetensi, misalnya project management di salah satu vendor training ialah 3.5 juta. Jika ada kebutuhan untuk 100 orang saja maka dana yang dibutuhkan berkisar 350 juta. Melalui knowledge sharing, kita dapat memberikan training pada 20 orang saja dan menggunakan dana sisa untuk melaksanakan sharing 2 minggu sekali selama 2 jam setiap kali pertemuan dengan 20 karyawan ini sebagai nara sumbernya. Selain itu juga kita juga bisa melakukan team up antara karyawan yang sudah mengikuti training dengan karyawan lain yang belum mengikuti training. Kita juga bisa mengalihkan dana yang tersisa untuk menciptakan komunitas yang dapat dengan cepat memberikan respon bagi kesulitan karyawan lainnya melalui forum intranet atau social media. Beberapa klien kami yang menerapkan pendekatan ini menyatakan bahwa budget training dapat dipangkas hingga 10-15%. Cukup menarik bukan ? :)
Ini hanyalah contoh, aplikasinya dapat disesuaikan dengan kebutuhan perusahaan. Knowledge Management bukanlah sesuatu yang kaku dan baku. Knowledge Management adalah natural, fleksibel yang harus disesuaikan dengan arahan strategi bisnis perusahaan. Tools dan pendekatan yang ada di Knowledge Management bertujuan untuk memberikan solusi bagi berbagai permasalahan di perusahaan dan bagaimana hendak menggunakannya, haruslah sesuai dengan kebutuhan perusahaan itu sendiri. Intinya, apapun inisiatif yang dilakukan, fokus pada nilai tambah dan mengalirkan pengetahuan adalah dua hal yang tidak pernah boleh dilupakan dalam melakukan Knowledge Management karena tanpa dua inti tersebut, Knowledge Management hanyalah sebuah tools lainnya yang nantinya akan menjadi sekedar pajangan dan jargon belaka.
0 comments:
Post a Comment