Tuesday, November 20, 2012

Kesetaraan dalam Komunitas



Bayangkan Anda sedang berada dalam meeting bulanan yang agenda utamanya adalah evaluasi penjualan bulanan. Di ujung meja duduk Supervisor yang baru saja selesai melakukan pembukaan rapat dan mulai mengecek progress pencapaian bawahannya. Anda melihat keseluruh ruangan. Ada rekan kerja yang duduk tegap, wajah berbinar dan senyum simpul. Dia patut tenang karena targetnya sudah tercapai dan proyeksi bulan depan pun sudah memenuhi persayaratan. Di sisi lain, ada teman Anda yang keadaannya jauh berbeda. Dia tampak tertekan, mengusap dahinya yang tidak keringatan dan tidak nyaman di kursinya. Anda juga tahu bahwa dia sedang dalam masalah karena targetnya tidak tercapai bulan ini.

Ketika si rekan kerja yang mencapai target mendapat giliran presentasi, dia melakukannya dengan percaya diri, mata berbinar dan suara jelas. Pertanyaan juga dijawab dengan tegas dan jelas. Lain halnya ketika rekan yang gagal mencapai target mempresentasikan pekerjaannya. Suaranya lemah, argumennya berputar-putar, wajahnya stress dan pasrah terpancar dengan jelas di mukanya. Supervisor tidak senang dengan target yang tidak tercapai dan mulai memarahi rekan kerja Anda tersebut. Supervisor tersebut mulai membandingkan antara rekan kerja yang berhasil dan yang tidak berhasil. Tidak hanya itu, supervisor pun memberikan penghargaan dan pujian bagi rekan kerja yang berhasil dan penekanan lebih tegas kepada yang gagal agar mencapai target bulan depan.

Keadaan meeting tersebut pastilah familiar diantara kita. Evaluasi yang berujung pada penghargaan bagi yang berhasil dan teguran bagi yang gagal adalah bentuk paling dasar dari konsep reward and punishment di organisasi bisnis. Melalui tekanan, persaingan, penghargaan dan hukuman, Anda sebagai aset perusahaan diharapkan dapat menghasilkan kinerja terbaik bagi peningkatan profit perusahaan. Kompetisi memang masih menjadi metode yang efektif bagi perusahaan untuk meningkatkan kinerja karyawannya. Tetapi konsep kompetisi yang diiringi dengan reward and punishment menjadi tidak efektif ketika digunakan dalam kolaborasi dan proses belajar.

Dalam berkolaborasi Anda memerlukan suasana yang nyaman untuk berbagi dan berkomunikasi satu sama lainnya. Keadaan ini juga yang Anda butuhkan jika ingin komunitas yang dibangun tetap bertahan. Sebuah CoP adalah tempat berkolaborasi dan menciptakan inovasi melalui sharing pengetahuan antara anggotanya. Sebagai inisiatif informal, CoP sangat bergantung kepada kontribusi anggotanya berbagi pengetahuan yang sifatnya advance dan innovative.

Pengetahuan advance dan innovative tersebut berupa pengalaman, ide, saran, best practice yang tidak ada dalam buku atau SOP tetapi melekat dalam kepala pemiliknya. Ketika berbicara tentang sharing pengetahuan tersebut, maka Anda tidak bisa melepaskan dari aspek manusia yang memiliki pengetahuan tersebut. Agar dapat membagi pengetahuan yang ada dikepalanya, Anda perlu menaruh perhatian khusus untuk menciptakan suasana yang kondusif bagi para anggota komunitas.

Tahapan paling awal dalam seluruh proses diskusi dan sharing di komunitas ialah komunikasi. Tanpa komunikasi, tidak akan ada aliran pengetahuan dari masing-masing anggota. Dalam proses komunikasi, unsur yang paling penting ialah kepercayaan. Anda misalnya, tidak akan pernah curhat masalah pribadi dan sensitif pada semua orang. Anda memilih bercerita hanya kepada sahabat atau pasangan karena Anda memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi pada mereka. Anda tidak mungkin menumpahkan masalah dan kekesalan kepada rekan kerja yang belum terlalu Anda kenal. Apalagi curhat colongan dalam meeting evaluasi yang diceritakan diawal :) Trust is bandwith of communication.

Sekarang, mari kita ganti masalah pribadi dan sensitive tersebut menjadi pengetahuan yang Anda pelajari dengan susah payah, pengalaman yang sudah didapat bertahun-tahun atau pelajaran-pelajaran berharga dalam melakukan pekerjaan. Meeting evaluasi diganti dengan komunitas yang baru saja Anda bangun dengan anggota yang saling berkompetisi. Tidak terlalu jauh berbeda bukan ? Anda tidak mungkin bisa berkolaborasi dalam kondisi tertekan atau ada supervisor yang selalu menciptakan kompetisi. Dalam keadaan seperti itu, bahkan karyawan yang sudah aman posisinya juga akan tutup mulut karena takut kecipratan marah sang supervisor. Keadaan inilah yang mau tidak mau akan Anda temui ketika memulai komunitas. Kondisi ini juga yang menjadi tantangan awal dalam proses pendewasaan komunitas.

Pertanyaannya sekarang adalah bagaimana menciptakan kepercayaan (trust) dalam komunitas. Mari kembali lagi kepada sesi curhat antara Anda dengan sahabat. Salah satu alasan mengapa Anda bisa begitu percaya pada sahabat ialah karena keduanya berada pada posisi yang sama, sama-sama percaya, sama-sama tidak memperdulikan status social, atasan atau bawahan, kaya atau miskin, tidak menghakimi atau mengkritik, berada dalam posisi netral yang siap menerima semua curhatan. Equality atau kesetaraan adalah salah satu cara untuk meningkatkan kepercayaan diantara manusia. Hanya dengan menempatkan diri Anda dalam posisi orang lain, berfikir terbuka dan selalu dalam status quo, Anda dapat menciptakan kepercayaan yang berujung kepada lancarnya proses komunikasi.

Prinsip equality, pada beberapa kasus, sulit diterapkan dalam organisasi formal seperti perusahaan. Hal tersebut memang tidak dapat dihindarkan karena perusahaan adalah organisasi yang membutuhkan kejelasan peran dan tanggung jawab yang hadir dengan perbedaan kekuatan (power). Tanpa aspek tersebut, perusahaan akan kehilangan arah dan berkutat dengan tujuan bersama yang tidak jelas apa dan siapanya. Sebagai bentuk aplikasi dari peran dan tanggung jawab tersebut, perusahaan dibangun dengan struktur bertingkat, organisasi yang jelas, dan birokrasi yang berlapis. Hal ini pula yang kemudian menciptakan budaya seperti senioritas, atasan vs. bawahan, performer vs. loser dan sebagainya.  

Lalu bagaimana menjalankan komunitas seperti CoP dalam perusahaan yang kental dengan budaya formal tersebut ? Kita kembali sebentar ke era koboi di Amerika dimana setiap orang memiliki senjata dan tembak menembak adalah hal yang biasa. Pada masa itu, jumlah sheriff minimal yang harus ada di tiap kota harus sama dengan jumlah bar atau tempat berkumpul. Setidaknya satu orang sheriff memiliki meja khusus di pintu masuk bar dan bertugas memastikan siapapun yang masuk ke bar harus meletakkan pistolnya di meja tersebut. Hal ini untuk menjaga kondisi bar sebagai tempat aman bagi seluruh pengunjungnya. Dengan cara ini, walaupun dunia koboi sering diidentikkan dengan tembak menembak dan pembunuhan, setidaknya mereka memiliki tempat aman untuk bersosialisasi dengan rasa aman.

Bar adalah CoP, tempat yang aman untuk mengembangkan diri dan dijamin tidak ada kompetisi, senioritas, birokrasi atau sejenisnya. Pistol adalah status dan kekuatan dari organisasi yang melekat pada individu sedangkan sheriff adalah champion dan core member nya. Siapapun yang masuk dalam “bar CoP” haruslah meletakkan “pistol status” nya dan menempatkan dirinya sebagai individu yang setara sesama anggota. Peraturan tidak ada pistol juga bisa diperluas sesuai dengan kesepakatan yang sudah disepakati bersama. Hanya dengan cara itu, equality dapat tercipta, tingkat kepercayaan meningkat dan proses komunikasi berjalan lancar. Dampaknya, sharing pengetahuan advance dan innovative dapat terjadi secara maksimal.

Peran “sheriff CoP” yaitu champion dan core member sangat krusial dalam keadaan ini. Merekalah yang harus selalu mengingatkan pentingnya kesetaraan, terbuka pada ide baru, tidak menghakimi dan norma-norma yang berlaku lainnya. Champion dan core member bertanggung jawab selama sesi CoP untuk mengingatkan pentingnya kesetaraan dalam diskusi. Itu juga mengapa setidaknya salah satu dari champion dan core member ialah individu yang memiliki kekuatan formal tersebut.

Tantangan champion dan core member lainnya ialah pada menyampaikan konsep bar, pistol dan sheriff ini kepada manajemen atau individu dengan kekuatan formal. CoP dan komunitas adalah struktur informal yang seharusnya didukung oleh organisasi, bukan diatur dengan struktur birokrasi dan senioritas. Sebagai konsultan, saya seringkali dihadapkan dengan keadaan dimana manajemen dan beberapa anggota senior sulit mengaplikasikan konsep kesetaraan di komunitas. Ketika ini terjadi, saran terakhir yang bisa diberikan adalah untuk tidak ikut dalam sesi CoP yang berjalan. Pada akhirnya, kepentingan sharing knowledge lebih penting daripada ego beberapa individu.

Equal but not alike
Ok, this maybe confuse you lil bit. Bagaimana bisa setara tapi tidak sama ? Tadi kita berbicara tentang pentingnya melepaskan semua atribut dan kekuatan yang melekat dari organisasi selama berada di CoP. Pola pikir tersebut dilakukan agar suasana diskusi menjadi kondusif karena semua anggota berada di posisi yang sama dan terbuka untuk sharing pengetahuan. Akan tetapi, pada kenyataannya, selalu saja ditemukan individu-individu yang dianggap “lebih”. Bentuknya bisa lebih dihormati, lebih didengar, lebih dipercaya ucapannya atau lebih dikenal dibandingkan anggota lainnya.

Ini yang dimaksud dengan setara tetapi tidak sama. Beberapa orang akan lebih dipandang sebagai individu yang lebih kompeten. Yang menjadikan mereka berbeda adalah kompetensi, pengetahuan, tingkat partisipasi, serta passion nya terhadap komunitas. Aspek-aspek tersebut berpengaruh terhadap reputasi seorang anggota. Dalam sebuah komunitas, reputasi adalah segalanya. 

Anda akan dihargai ketika mampu memberikan feedback yang berguna, ide yang menarik, solusi atas permasalahan, pengalaman dalam menyelesaikan pekerjaan, pertanyaan yang menjadi ajang diskusi bahkan ketika menyampaikan kegagalan agar kesalahan yang sama tidak terulang lagi. Intinya, semakin Anda berkontribusi dan memberikan nilai tambah bagi komunitas, maka reputasi tersebut akan semakin meningkat. Vice versa, jika Anda bersikap tertutup, menyembunyikan sesuatu menghasut atau melanggar aturan dan nilai komunitas maka kredibilitas Anda akan mulai dipertanyakan. Pada akhirnya, komunitas adalah sebuah interaksi social, dimana aspek humanis tetap berperan penting.

Beberapa dari kita mungkin bertanya, sepenting itukah reputasi ? Well, berdasarkan survey dari APQC, diantara tujuan utama seseorang mengikuti komunitas ialah untuk mengembangkan kompetensi dan aktualisasi diri. Pertanyaannya adalah, bagaimana kita bisa mengembangkan kompetensi jika orang lain tidak nyaman sharing ? Atau memiliki maknakah jika ketika kita sharing orang lain menganggap materi kita tidak dapat dipercaya ? Anda membutuhkan reputasi untuk bisa sharing karena reputasi juga memberikan kepercayaan bagi anggota lain untuk membagi pengetahuan yang dimilikinya.

Reputasi selain membuat anggota lain percaya pada Anda juga memberikan penghargaan terhadap prestasi yang sudah dicapai. Ada istilah, tepukan dibahu lebih bermakna dari gaji atau bonus. Benar, bahwa kita butuh uang untuk kebutuhan, tetapi uang pada tahap tertentu tidak menjadi berarti lagi. Anda butuh dihargai, dipuji, dipandang, dan lebih penting mengaktualisasikan diri.

Terkadang, dalam organisasi yang besar atau lingkungan yang terlalu kaku, prestasi yang Anda capai menjadi tidak terlalu berarti atau tidak dilihat oleh orang lain. Ketika hal ini terjadi, aktualisasi diri menjadi tidak tercapai, Anda tidak merasa dihargai dan akhirnya, pekerjaan hanya menjadi rutinitas yang tidak bermakna. Melalui komunitas, aktualisasi diri dan penghargaan tersebut dapat terjadi dan dapat terjadi dengan cepat. 

0 comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...