Sunday, June 17, 2012

Kapan kita butuh Knowledge Management ?



Mungkin salah satu pertanyaan yang paling menarik untuk dibahas seputar Knowledge Management ialah judul artikel ini. Kapan kita butuh Knowledge Management ? Pertanyaan ini menjadi penting bagi perusahaan atau organisasi yang baru mengenal Knowledge Management dan sedang berfikir untuk menerapkan Knowledge Management. Jawaban saya singkat saja. Anda membutuhkan Knowledge Management ketika organisasi atau perusahaan anda ingin berkembang, tidak melakukan hal yang itu-itu saja, membutuhkan profit tambahan atau sekedar bertahan dari serangan bisnis pesaing yang terus menggerogoti pangsa pasar. Ok, saya tahu ini tidak masuk akal. Semua organisasi dan perusahaan pasti menginginkan hal tersebut. Siapa yang tidak mau eksis di bidangnya ? siapa yang mau neraca laba rugi menjadi minus ? siapa yang ingin mengubur bisnis yang sudah dipertahankan bertahun-tahun lamanya. Tidak ada rasanya. Jadi pertanyaannya bukan kapan kita butuh Knowledge Management tapi kenapa kita belum melakukannya ? :)

Akan tetapi banyak perusahaan menginginkan jawaban yang lebih “membumi”. Berikut beberapa alasan mendasar mengapa kita memang butuh Knowledge Management.

1. Ketika banyak terjadi reinventing the wheel.
Istilah reinventing the wheel sudah menjadi kalimat yang sering didengar, khususnya di dunia konsultan. Bahkan untuk konsultan sekelas McKinsey Consulting dan Boston Consulting Group, reinventing the wheel adalah masalah serius. Reinventing the wheel secara singkat mengacu pada keadaaan dimana kita melakukan sesuatu yang sudah pernah kita lakukan. Kita dalam perspektif ini bisa pribadi, kelompok atau perusahaan. Saya sudah menceritakan sedikit pengalaman tentang reinventing the wheel di sini.

Ketika kita melakukan pekerjaan atau project maka yang seringkali dilakukan adalah mencari keluar organisasi atau perusahaan terkait pengalaman atau sumber acuan.  Alasannya simple saja. Dengan era keterbukaan seperti sekarang, maka Google adalah tools yang paling powerfull untuk mendapatkan informasi. Sayangnya, kita tidak sadar bahwa pengetahuan yang kita butuhkan mungkin saja ada di dalam organisasi atau perusahaan kita sendiri. Dalam bukunya, The McKinsey Mind (buku tersedia di KM Online Library), Ethan M Rasiel dan Paul N. Friga menyebutkan langkah pertama yang harus dilakukan oleh konsultan McKinsey adalah mencari tahu apakah project yang sedang dikerjakan sudah pernah dikerjakan oleh konsultan McKinsey lainnya karena kita tidak pernah tahu kemungkinan entah kapan atau dibagian mana dari organisasi kita yang pernah atau bahkan saat ini sedang mengerjakan hal serupa. Reinventing the wheel juga berlaku bagi kesalahan dan kegagalan. Pepatah mengatakan bahkan keledai pun tidak akan jatuh dua kali pada lubang yang sama.   

Untuk kasus ini, peranan Knowledge Management adalah membantu perusahaan dan organisasi untuk mengetahui apa yang sebenarnya mereka ketahui. Dengan tidak mengulang pekerjaan serta menghindari kesalahan dari pengalaman maka organisasi akan belajar dan beradaptasi jauh lebih cepat dari pesaingnya.  Don't reinvent the wheel, just realign it. Reinventing the wheel adalah fenomena pasti dalam suatu bisnis. Kita tidak bisa menghindarinya tetapi kita bisa mengurangi kemungkinan terulang secara terus menerus.

Bagaimana Knowledge Management bisa membantu kita mengatasi reinventing the wheel ? Pendekatan yang dapat dilakukan adalah dengan menghubungkan pengetahuan dan manusia yang memiliki pengetahuan tersebut dengan seluruh lini organisasi yang membutuhkan. Secara aplikatif bisa dimulai dengan membangun budaya untuk memberikan tanggapan secara cepat jika ada anggota yang membutuhkan, mengidentifikasi orang-orang yang memiliki pengetahuan melalui Experience Locator, membangun komunitas yang secara aktif saling membantu melalui Community of Practice atau meningkatkan akses pada individu yang berpengalaman dan dokumen yang sudah ada dengan membangun repository dan forum maya.

McKinsey adalah salah satu perusahaan yang dikenal berhasil dalam menangani reinventing the wheel. Mereka memiliki sistem yang memastikan seluruh project yang pernah dikerjakan tersimpan dengan rapi. Dokumen ini adalah dokumen yang telah “dibersihkan” (cleansed document) dari nama perusahaan, sumber-sumber confidential. Menyisakan pola pikir, data, struktur penelitian, metodologi dan semua yang dibutuhkan seorang konsultan untuk menyelesaikan pekerjaan tanpa mengulang semua dari awal lagi.   

2. Ketika banyak terjadi knowledge walkout
Pernah mendengar cerita bisnis yang menurun atau hilang sama sekali ketika PIC nya keluar dari perusahaan ? atau pekerjaan yang terhambat karena tidak adanya “orang penting” yang bisa mengerjakan project tertentu ? atau seorang CEO yang “dipaksa” untuk bekerja setelah masa pensiunnya tiba. Kejadian-kejadian ini sangat sering kita temui di lingkungan kita, khususnya di dunia bisnis. Sebagai sebuah entitas, perusahaan dan organisasi tidak akan berjalan tanpa ada manusia sebagai penggeraknya. Tumpukan barang di gudang akan berdebu ketika sales dan marketing tidak bekerja; alat tidak bisa dijalankan ketika operatornya sakit; laporan keuangan tidak selesai ketika senior analyst terlalu sibuk; atau portofolio yang hilang ketika account officer dibajak oleh pesaing. Kasus-kasus ini adalah contoh nyata bahwa perusahaan hanyalah bangunan kantor, meja, sistem, alat dan benda mati lainnya yang tidak akan berguna tanpa peranan manusia yang memberikan nilai tambah. Untuk itu, manusia-manusia spesial ini perlu diwaspadai keberadaannya. Bukan untuk dikekang tetapi digunakan secara maksimal. Pengetahuan adalah milik manusia dan pasti akan terus dibawa oleh manusia. Ini adalah nature dari bisnis. Yang bisa kita lakukan adalah mengalirkannya ke seluruh organisasi. Dan inilah fungsi Knowledge Management.

Melalui serangkaian tools nya, Knowledge Management bertugas menjaga, menyimpan dan mengalirkan pengetahuan ke seluruh organisasi. Yang perlu diperhatikan bahwa pengetahuan paling banyak disimpan dalam kepala manusia. Sekeras apapun usaha kita berusaha “mengeluarkan” dan mendokumentasikan pengetahuan dari kepala kita, hasilnya tidak akan mencatat 100% pengetahuan yang dimiliki. Oleh karena itu, pendekatan yang diutamakan dalam menghindari knowledge walkout dan knowledge lost ialah dengan membangun lingkungan yang nyaman bagi orang penting ini. Pendekatan yang paling efektif selain mempertahankan mereka adalah dengan membuat copy sebanyak mungkin orang-orang penting ini. Jika kita tidak bisa menyimpan originalnya, maka lebih baik fokus untuk membuat tiruannya. Caranya dapat dengan melakukan team up antara anggota senior dengan junior; mendokumentasikan best practice dan lesson learnt; membangun kebiasaan sharing minimal 1 minggu sekali; konsisten menjalankan After Action Review; menunjuk Knowledge Librarian untuk mendokumentasikan hasil project dan lainnya. Inisiatif yang dipilih dapat disesuikan dengan budaya dan strategi perusahaan. Tidak perlu mengubah, kita hanya perlu memastikan pengetahuan yang sudah dibangun dan didapatkan perusahaan dengan susah payah keluar atau hilang karena kemalasan menjaga pengetahuan itu sendiri.  

Perusahaan-perusahaan Jepang adalah salah satu dari sekian banyak organisasi yang berhasil mencegah terjadinya knowledge walkout. Dengan penghargaan tinggi pada kesetian dan loyalitas, lingkungan yang mendukung pembelajaran terus menerus, penciptaan “ba” atau ruang untuk mengalirkan pengetahuan telah membuat tingkat knowledge lost ditekan hingga minimum. Matsushita, Toyota, dan Sony adalah sebagian dari perusahaan tersebut.

3. Ketika inovasi menjadi prioritas
Setiap perusahaan dan organisasi pasti mengalami masa-masa ketika produk yang dijual tidak laku dipasar; pesaing yang melakukan cara-cara radikal untuk mengikis portofolio profit; business as usual tidak berlaku lagi; persaingan yang terjadi hanya dalam bentuk harga paling murah dan keadaan ekstrim lainnya. Keadaan ini lebih dikenal sebagai red ocean, samudra merah karena “darah” dari penghuninya yang setengah mati bertahan hidup. Red ocean adalah mimpi buruk semua pebisnis. Saat itu, segala yang dilakukan tidak lagi akan dilihat sebagai suatu kelebihan, hanya harga yang menjadi perhitungan. Pertumbuhan terhenti karena “kue” yang diperebutkan hanya secuil itu saja. Pengusaha dalam posisi tawar yang rendah sementara konsumen menikmati produk yang semakin murah harganya. Solusi yang diperkenalkan secara luas oleh W. Chan Kim dan Renee Mauborqne  adalah dengan segera keluar dari red ocean, menciptakan pasar baru dan secara nyaman berenang disana. Strategi ini dikenal sebagai blue ocean strategy. Dan inovasi adalah salah satu nyawa paling penting untuk memastikan keberhasilan blue ocean strategy.

Saya tidak akan membahas blue ocean strategy disini. Hal yang menarik justru bagi saya ialah bagaimana Knowledge Management membantu perusahaan untuk menciptakan inovasi. Jika melihat lebih detail, kita akan sadar bahwa inovasi adalah inti dari Knowledge Management. Inisiatif Knowledge Management akan dinyatakan berhasil jika memiliki nilai tambah. Artinya, seluruh tools, inisiatif dan kegiatan yang dilakukan atas nama Knowledge Management haruslah memiliki nilai tambah sebagai hasil akhirnya. Sangat sesuai dengan inovasi kan ? :)

Bagaimana Knowledge Management dapat menghasilkan inovasi ? Untuk menjawab hal itu kita perlu melihat lebih jauh bagaimana proses inovasi terbentuk. Secara singkat, inovasi dapat terbentuk dari berbagai cara. Inti dari inovasi sendiri adalah penciptaaan nilai tambah secara konsisten, fokus dan terstruktur. Untuk menjelaskan bagaimana inovasi terbentuk, penjelasan yang paling mudah adalah dengan mengacu pada SECI yang dikenalkan oleh Nonaka dan Takeuchi dalam bukunya, The knowledge creating company: how Japanese companies create the dynamics of innovation. Saya membahas tentang SECI di artikel lainnya.

Proses terjadinya inovasi sendiri cukup sederhana. Ide-ide dikumpulkan dari seluruh organisasi kemudian ide yang dianggap dapat memberikan nilai tambah diusulkan menjadi inovasi baru dan dilanjutkan ke tingkat manajemen yang lebih tinggi seperti RnD. Inovasi ini kemudian diuji lagi, dikembangkan lebih lanjut, penerapan skala kecil hingga siap digunakan dalam proses bisnis. Rangkaian proses ini terlihat mudah dan sederhana, tetapi penerapannya sangat sulit. Terkadang proses inovasi terhenti hanya pada tahap uji coba atau bahkan hanya berupa saran tanpa tindak lanjut.

Disinilah peranan Knowledge Management menjadi terlihat. Dengan pendekatan komunitas yang berfokus pada manusia, ide-ide dapat terjaring dari seluruh anggota organisasi. Bentuk komunitas yang sering digunakan sebagai acuan adalah Community of Practice (CoP). Melalui lingkungan komunitas yang terbuka dan mengedepankan perbaikan, ide-ide awal dikumpulkan, disaring, didiskusikan, diuji. Pendekatan yang mudah dan aplikatif, menjadikan CoP dapat digunakan oleh seluruh organisasi, bahkan di tingkat pelaksana. Salah satunya ialah klien kami, perusahaan yang bergerak di bidang food and beverages.

Sekitar 3 tahun yang lalu kami membantu mereka dalam menerapkan CoP di organisasinya. Salah satunya ialah bagi sopir truk yang bertugas mengantar produk ke pelanggan. Awalnya, sopir-sopir dikumpulkan di ruangan terbuka dimana kami dan mereka duduk lesehan di karpet sederhana, dengan seteko kopi dan beberapa piring pisang goreng. Sangat sederhana. Kami menjelaskan secara singkat apa maksud dan tujuan acara kumpul-kumpul ini. Mereka hanya diminta berkenalan dan mengobrol apa saja pada awalnya. Suasana dibangun dengan sederhana dan tanpa paksaan. Tidak ada perintah untuk memberikan ide atau perbaikan. Hanya ngobrol selayaknya warung kopi biasa. Setelah 1 jam, pertemuan selesai. Hasilnya tidak begitu menggembirakan. Semua orang merasa tertekan dan tidak ada yang santai. Kami tidak menyerah. Pertemuan dilakukan lagi  minggu depan. Masih di tempat yang sama, karpet yang sama dan makanan yang sama. Setelah 3 kali pertemuan, hasilnya masih kurang memuaskan. Tidak ada yang didapatkan dari pertemuan ini. Perkembangannya hanya sopir-sopir yang sudah saling mengenal dan mulai nyaman ngobrol. Pendekatan diubah. Manajemen dan kami sebagai konsultan, tidak lagi ikut di CoP itu. Sebagai gantinya, kami mengundang beberapa orang yang dinilai sebagai senior dan memiliki hubungan baik dengan sebagian sopir. Kepada para core member ini kami menjelaskan makna dan tujuan CoP. Selanjutnya terserah pada mereka untuk menjelaskan ke komunitas.

Hasilnya, setahun kemudian CoP sopir itu sudah jauh berbeda. Ketika kami datang, mereka tidak lagi malu-malu atau takut. Bahkan kami dianggap tidak ada. Mereka asyik diskusi tentang trik-trik memuat barang di salah satu toko, jalur-jalur yang perlu diwaspadai, memperbaiki mesin dan topik aplikatif lainnya. Kini, manajemen melaporkan bahwa tingkat efisiensi dan kecepatan pengantaran barang meningkat secara drastis. Tidak hanya itu, turn over sopir juga menurun jauh. Dengan hanya seteko kopi, beberapa piring pisang goreng, 1 jam waktu senggang serta paling penting sopir-sopir yang ingin terus memperbaiki diri, klien kami mendapatkan apa yang tidak bisa dilakukan dengan pendekatan manajemen biasa.


Itulah inovasi. Sebuah perjalanan dan tahapan yang terlihat mudah tetapi sangat sulit diterapkan. Apa kunci dari ini semua ? Jawabannya adalah keterlibatan seluruh organisasi, khususnya komunitas. Tapi komunitas tidak akan terwujud tanpa dukungan manajemen yang menyeluruh dan konsisten. Hal yang sama juga dapat menjawab pertanyaan kapan anda membutuhkan Knowledge Management. Semua harus dimulai dari manajeman, khususnya pimpinan organisasi. Kita akan bahas pentingnya manajemen dan pimpinan terhadap kesuksesan implementasi Knowledge Management di artikel lainnya.

1 comments:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...